Bab 21 - I Am Sorry

1.3K 189 41
                                    


Human~



-°°-





Ada sebuah hamparan luas terbentang di depan, terasa jauh, ketika dipandang. Namun mengapa pemandangan itu tidak asing baginya. Melangkah, godaan untuk segera menyentuh rumput-rumput hijau itu membelenggu hatinya, tetapi matanya menyipit ketika menemukan sosok membelakanginya, merasa iri pada angin yang bisa menyentuh surai indah itu dengan bebas. Gaun putihnya terlalu menyilaukan, hingga manik gelap itu tertutup dan terbuka...

Sasuke menemukan dirinya berada di atas kasur empuk, langit-langit kamar adalah apa yang dia temukan pertama kali, bukan sosok itu. Bukan sosok berpakaian putih di dalam mimpinya. Dia terkejut, bermimpi berada di senarai terakhirnya, lebih tepatnya Sasuke tidak mempercayai adanya sebuah mimpi yang bisa menghadirkan sebuah rasa dihati. Semuanya hanya mainan tidur, semu, tidak nyata, dan juga hanya godaan semata.

Kakinya merasakan kelembutan karpet bulu, Sasuke membawa sebelah jari memijat pangkal hidungnya, ada sedikit keengganan untuknya bangkit dari kasur, dari tidurnya. Dan mulai mengharapkan bahwa mimpi itu bersedia membawa jiwa-jiwanya berlarian melepaskan lelah yang menggerogoti tubuhnya.

Setidaknya... Sasuke ingin mengabaikan bahwa mimpi itu hanya mainan tidur. Setidaknya, setelah semua beban ini terangkat.

Sungguh lucu bagi Sasuke, ketika dia membatasi dirinya atas segala hal-hal yang tidak normal, justru dirinya sendiri lah yang menerobos batas-batas kasat mata itu, Tetapi Sasuke tidak berbohong bahwa apa yang dia inginkan saat ini adalah pergi, kemanapun, ke hujung dunia. Meninggalkan segalanya.

Bukan, tepatnya. Ke tempat di mana hamparan itu berada.

Ketukan samar di pintu menyadarkan Sasuke, manik kelamnya menemukan sosok ibunya, tersenyum seperti biasa. Senyum tanpa arti. Bibirnya melukiskan karva yang mengingatkan Sasuke kepada wanita berambut merah muda. Dia melarikan anak matanya ke dinding datar, merasakan ibunya menghampiri duduk di samping.

"Kau belum bersiap? Hari ini-" Mikoto tidak melanjutkan ucapannya, matanya terpatri jauh ke dalam onyx gelap putranya, dan menemukan kehancuran sedikit demi sedikit mengobrak abrik anaknya. Sosok putra yang selama ini bersembunyi dibalik kegelapan, putranya yang selalu menemukan jalan pulang-

-kini tersesat di dunia antah berantah.

Perih menikam dada Mikoto, pisau besi itu menancap langsung ke jantungnya, teransparan namun Mikoto bisa merasakan dingin hujung pisaunya yang secara perlahan juga merenggut sebagian jiwanya "Apa yang kau pikirkan, sayang?" Pertanyaan yang Mikoto sadari sudah tidak memiliki makna apapun lagi, bukan sebuah pertanyaan yang ingin dia dengar, mungkin juga Sasuke.

"Banyak Kaasan. Hingga aku..." Onxnya kembali berlari ke sudut ruangan, ke udara kosong, merenung. "Lelah... Dengan alasan yang jelas, aku merasa bahwa seseorang.." Alisnya mengerut, bibirnya berkedut, tangis tampak ingin meruntuhkan tembok diwajah tak berekspresi-nya, namun berubah pikiran secepat dia berkedipkan mata. "Menghukumku." Sasuke merunduk, suaranya serak dan lirih, dia nyaris tidak mengenalinya kalau saja dia tidak menyadari rasa sakit kuku yang menusuk kulit tangannya.

"Apa tuhan menghukumku, Kaasan?"

Pendengaran Mikoto bisa merasakan retak dari suaranya. Sebuah kepolosan bertanyakan apakah karma itu ada? Dan Mikoto bungkam, jemarinya secara perlahan meraba rahang Sasuke, "Apa yang kau sesalkan?" Pandangannya mengikuti arah tatapan putranya dan menemukan, putra bungsunya itu menerawang.

Mikoto meremas pelan pahanya, rasa sakit akibat kepergian mendadak Sakura tujuh tahun yang lalu meleset seperti peluru menembos dadanya. Sungguh, Mikoto ingin bertanya, kendati apakah yang menyebabkan pernikahan Sasuke dan Sakura berakhir begitu mendadak, tanpa ada pertengkaran, tanpa satupun yang tahu alasannya. Mereka tidak sempat bertanya, ketika Sasuke datang ke mansion dan memberitahukan berita mengejutkan itu.

You & ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang