-°°-
Suara interkom dari atas menginterupsi lamunan panjang Sakura, suara saling bicara berbaur dengan kebisikan bandara pagi itu membuat dia meloloskan setengah napas didadanya yang secara jujurnya tidak kunjung sembuh dari rasa sesak nyaris mencekiknya semenjak tujuh tahun itu terjadi. Bola emelard dibalik kacamata hitam-nya berkedip membuat cairan liquid terkumpul semenjak tadi terjatuh tidak berdaya.
Ketidakberdayaan ini bukan keinginan hatinya, sakit yang menyayat hatinya saat ini juga bukanlah apa yang dia kehendaki, Sakura hanya seorang wanita biasa, harapannya hampir sama seperti apa yang orang lain harapkan: kebahagiaan. Maniknya tersorot miris memandang kedua telapak tangannya yang gementar seraya bertanya dalam hati: mengapa sulit menemukan kebahagiaan?
Kedua telapak tangannya yang telah dingin saling meremas kedua pahanya, bersamaan suara interkom sekali lagi menyeruakan perkara yang sama lalu berhenti setelah dua menit, tidak lama kemudian suara pesawat terdengar nyaring, matanya mematung ke sana mengikuti arah pesawat itu melaju hingga naik ke atas dan menghilang dibalik awan yang mengepul di atas.
Matanya kembali memanas, dibalik telapak tangan dan pahanya ada satu benda seperti kertas, gementar bibirnya seirama dengan degub jantungnya yang berdetak kencang merespon teriakan hati atau juga pikirannya, entahlah. Sakura tidak merasa dilema atau ragu akan keputusannya, hanya saja bayangan senyuman dari sosok menjadi kekuatannya selama ini membuat seluruh sendi-sendinya seketika lumpuh, begitu juga hati dan pikirannya yang mendadak kosong sehingga dia hanya mematung di tempat yang sama bersama jarum jam yang bergerak naik ke atas.
"Ya tuhan, terimakasih aku masih sempat."
Bola zamrud Sakura mencari suara tersebut hanya bertemu dengan tatapan gelap yang begitu cepat mengunci tatapannya, dia menelisik pria itu dari atas sampai bawah lantas mengerutkan alis. Belum sempat berkata, Sasuke langsung menghampirinya dan menjongkok dengan meremas kedua telapak tangannya yang tidak lagi bisa Sakura rasakan setelah begitu lama hanya berdiam diri di bandara dengan udara dingin di sekitar.
"Sakura aku hanya ingin kau mendengar sampai habis, jangan menginterupsi, atau memotong ucapanku..." Sasuke membuang napas panjang, lelah masih menggerogoti tubuhnya, dia akan mengabaikan sedikit kegilaannya mengapa bisa sampai ke sini hanya menggunakan waktu tidak kurang lebih tigapuluh menit dari tempat jauh tidak ingin dia beritahukan secara spesifik. "Hanya cukup mendengarku." Katanya seraya membuka kacamata Sakura dari terhalang pandangan matanya.
"Aku mencintaimu."
"Aku ingin membahagiakanmu."
"Aku ingin menebus dosaku padamu"
"Aku ingin kita membangun kembali 'rumah' kita"
"Aku ingin..." Sasuke mengernyit, lehernya tercekik rasa ingin menangis sedikit menyusakannya. "Kita kembali seperti dulu."
"Sarada memintaku untuk melepaskan kalian, tadinya kupikir aku sanggup melakukannya. Kukira itu adalah balasan atas apa yang kulakukan, tapi setelah kupikir kembali, aku tidak pantas Sakura, kalau memang benar karma itu ada, setidaknya biarkan aku menghilang dari dunia ini daripada menerimanya tapi aku akan kehilangan kalian lagi."
Sakura memberi pandangan paling datar yang bisa dia beri, tatapan matanya kosong, namun dia mendengar dan menuruti ingin Sasuke untuk tidak menginterupsi lelaki itu saat bicara. "Aku membencimu." Bisiknya tanpa sadar mengucapkan kalimat itu dengan nada kecil.
Iris onyx Sasuke menyipit, pancaran sakit terpancar di setiap gerak geriknya. "Ya." Bisiknya serak.
"Aku muak selalu menjadi yang tersakiti."
KAMU SEDANG MEMBACA
You & I
RomanceSasusaku Fanfiction Bagaimana kalau seandainya waktu bisa diputar ulang? Bagaimana jika saat itu dia tidak menyerah? Bagaimana jika Sakura mengakui bahwa dia sangat menderita. Dan bagaimana jika dia jujur kepada lelaki itu bahwa dia mencintainya, ak...