09

179 30 15
                                    

"S-sapta?"

Hyuni terlihat gemetar, kejadian pahit yang menyakitkan beberapa bulan yang lalu berputar kembali seperti sebuah vidio di benaknya. Ia meremas dress yang ia pakai, kepalanya tertunduk dengan mata yang terpejam, bibirnya ia retap kuat, tujuan ingin menghilangkan bayangan itu agar ia tidak menangis.

"Hiks.." Tapi usahanya sia-sia. Air mata itu jauh juga, isakan lolos dari mobilnya. Tentu itu menarik perhatian Dio yang berada di balik kemudi mobil.

Sedangkan Sapta yang berada di hadapan mobil nya menarik nafasnya dalam kemudian menghembuskannya pelan, cara menghentikan ini memnag agak ekstrim. Tapi sayangnya otak Sapta sudah di racuni oleh sinetron-sinetron yang sering ia tonton. Itulah kenapa ia melakukan ini sedikit drama.

Melihat mobil yang sudah berhenti Sapta melangkah mendekati pintu mobil pengemudi, tangannya mengetuk kaca pintu mobil itu.

"Kak, keluar dulu."

Dio masih diam tidak bergeming, matanya melirik kearah Hyuni yang jelas kini di kuasai oleh berbagai emosi. Dio memang harus membicarakan banyak hal bersama Sapta, tapi Hyuni lebih penting saat ini. Ia tau ini bukan saatnya Hyuni untuk bertemu dengan Sapta. Ia harus mengantar Hyuni pulang dulu saat ini, setelah itu barulah ia harus menemui Sapta dan berbicara dengannya. Lagian juga tangan Dio saat ini sudah gatal ingin menonjok Sapta, huh gara-gara dia ia harus kehilangan Mara, Sapta harus membayar ini semua!

Dan tanpa ragu Dio dengan cepat melajukan mobilnya.

"Hey! Tunggu dulu!"

Sapta yang ingin menumpang di mobil sang kakak kini berlari ingin mengejar mobil itu, tadi ia berlari secara dramatis untuk mencari keberadaan kakaknya beserta Hyuni, itu membuat ia kelelahan, dan siapa sangka langkah kakinya dengan kebetulan bisa membawanya bertemu dengan mobil Dio, tanpa pikir panjang Sapta langsung melompat dan berdiri menghadang mobil Dio.

"Cih, pertunjukan keren ini sia-sia.." Sapta melepas topinya, nafasnya terengah-engah, kemudian ia memilih untuk menghampiri sebuah cafe yang berada di dekat sana.

Ia sudah kehilangan Airin, jadi sekarang ia tidak mau kehilangan anaknya beserta Hyuni. Ia harus bertanggung jawab atas siksaan yang Hyuni dapat.

Dan ia sadar, dalang dari semua ini adalah dirinya sendiri.

------

"Kita sudah jauh, tidak perlu menangis"

Hyuni akhirnya mengangkat kepalanya, ia menghapus air matanya lalu beralih menatap Dio yang sedang fokus menyetir itu, wajah yang tidak menunjukan ekspresi apapun, Hyuni jadi bingung, pria ini apa tidak bisa menunjukan riak wajah lain selain wajah datar itu? Tapi apapun itu, Hyuni sangat merasa bersyukur orang seperti Dio bisa mengerti perasaannya.

"Terimakasih.." Ucap Hyuni dengan senyuman di bibirnya, tapi Dio hanya berdecih menanggapi.

"Ini hanya untuk sementara, Sapta adalah ayah kandung anak itu."

Kemudian Hyuni kembali menunduk, benar, mau bagaimanapun Sapta adalah Ayah kandung bagi anak yang sedang ia kandung ini, tapi dia hanya belum siap untuk nenghadapi pria itu, rasa takut selalu menghantui dirinya.

"A-aku tau.." Lirih Hyuni lalu melihat kearah luar, diam-diam mata Dio melirik kearah Hyuni, bibirnya tersenyum kecil.

Apa dengan kembalinya Sapta, dia bisa kembali memperjuangkan Mara? Ia harap begitu. Semoga saja kepedihan cinta nya bersama Mara segera berakhir.

Tapi sebelum itu, Dio ingin berbicara serius dengan Sapta terlebih dahulu.

Hening, diam tanpa suara, keadaan di dalam mobil benar-benar hening, keduanya sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing. Hyuni yang memikirkan bagaimana kedepannya dia harus menghadapi Sapta, dan tentu Dio memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk mencari Mara.

Keadaan hening itu terus berlanjut, sampailah mobil yang di kendarai oleh Dio kini sudah berhenti di depan pintu gerbang kediaman keluarga utama penerus perusahaan besar milik Shantono itu.

"Turunlah, aku ada beberapa urusan." Ucap Dio pada Hyuni, mendengar suara berat milik Dio, Hyuni sadar dari lamunannya.

"B-baiklah, terima kasih untuk hari ini"

Diam, Dio hanya diam memperhatikan Hyuni dari sudut matanya, sampailah wanita itu memasuki gerbang kediaman Wiratama Shantono tersebut, kemudian ia mengambil ponselnya, jarinya dengan teliti mencari nomor seseorang, sampai ia menemukan sebuah kontak yang ia cari.

"Sapta, kita lihat apa sudah bisa terhubung?" Ucapnya lalu melakukan sebuah panggilan pada Sapta

"Halo kakak ku? Setelah meninggalkan ku sekarang kau baru mau menghubungiku?"

Mendengar itu membuat Dio terkekeh kecil.

"Ternyata selama ini kau hanya menghindar sementara"

Apakah Sapta benar-benar kembali? Dan ia akan bertanggung jawab atas Hyuni?

"O-oh hehe, itu aku ada alasan lain.."

Dio memutar matanya ia malas, dapat ia bayangkan Sapta sekarang tengah cengengesan dengan tampang bodohnya.

"Di mana sekarang? Aku ingin berbicara dengan mu"

"Oh, aku di cafe di dekat kita bertemu tadi, kak Dio, aku sudah kenyang, kemarilah, aku lupa bawa uang T.T"

------

Brakkk!!

Sedangkan di ruang kerja yang ada di kediaman keluarga Shantono, tuan Shantono memukul meja kerjanya kuat, wajahnya terlihat sangat merah menahan amarahnya.

"Sial! Kenapa Sapta harus kembali?!"

Tuan Shantono mengacak rambutnya kesal, kemudian ia duduk di kursi kerja dengan kasar.

"Aku sudah bersusah payah membuat Sapta tidak akan kembali lagi! Dan sekarang semua rencana ku gagal!"

Brakkk!

"Haha, aku tidak akan gagal, aku putra pertama dari keluarga yang mempunyai kedudukan tinggi, semuanya akan ku dapatkan.."

Tuan Shantono mengambil ponselnya, ia mencari nomor seseorang kemudian melakukan sebuah panggilan, beberapa kali ia melakukan panggilan sekali gagal, sampailah orang tersebut mengangkat panggilanya

"Shantono yang terhormat, apa lagi yang kau inginkan?!"

Mendengar suara gadis yang selama ini ia incar, Shantono menyunggingkan senyuman liciknya. Di saat begini ia tidak perlu berpura-pura menjadi suami dan ayah yang baik di keluarganya, ia memperlihatkan sisi monster yang ia miliki dan ia sembunyikan di hadapan keluarganya.

"Mara, bisakah kau santai? Aku ingin bernegosiasi dengan mu"

Tuan Shantono berbicara lembut, tapi di telinga Mara itu adalah sesuati yang menggelikan, ia sendiri juga tidak menyangka apa alasan tuan Shantono memaksa dirinya untuk menjauhi Dio selama ini.

Seorang ayah yang baik selama ini hanyalah sebuah tipu daya.

"Apa yang kau inginkan?"

Mendengar pertanyaan dari Mara, tuan Shantono sumringah, ia tau Mara kaan mempertanyakannya, sesuai dugaan.

"Menikah denganku, dan karir serta keluarga angkat mu selamat.."

"Bermimpilah!"

Tutt

Panggilan di akhiri sepihak oleh Mara, hal itu tentu membuat Shantono merasa sangat marah.

"Tunggu saja, akan ku buat kau datang padaku dan memohon. Tunggu saja waktunya tiba, Mara.."

Menolak kemauan dirinya? Itu sama saja mencari mati!

Tbc




Marriage Hall-𝐓𝐚𝐦𝐚𝐭Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang