10

188 35 19
                                    

Sapta dan Dio kini duduk saling berhadapan, Dio yang tengah menatap tajam kearah Sapta membuat Sapta merasa gelisah, jika tatapan Dio adalah pisau, mungkin Sapta sudah mati karena tertusuk tatapannya itu.

"Setelah semuanya kacau baru kau kembali?" Setelah beberapa menit mereka berhadapan, akhirnya Dio mengeluarkan suaranya untuk bertanya pada Sapta, ia berdehem untuk berakting menyembunyikan rada gugupnya itu.

Dio adalah orang yang sangat sadis, bahkan Sapta pernah mengalami patah kaki hanya karena memberi tahu teman sekelasnya bahwa Dio memakai celana dalam berwarna ungu dengan gambar little ponny di dalamannya, mengingatnya Sapta ingin terbahak.

"Jika aku tau begini, aku tidak akan kabur." Jawab Sapta lalu menghela nafasnya, rasa menyesal kian membeludak di hatinya. Ia benar-benar menyesal atas ini semua, mengejar wanita yang jelas-jelas mencampaknya dan menelantarkan anak dan perempuan yang sedang mengandung anaknya, bahkan jika Dio menyiksanya ia tidak akan melawan, karena dia memang pantas mendapatkan itu, tapi ia tidak mau di bunuh, karena ia masih ingin melihat anaknya lahir.

Mendengar pernyataan dari Sapta, Dio tersenyum sinis.

"Itu artinya, jika ia tidak hamil kau tidak akan bertanggung jawab atas kejahatan yang kau buat?"

Sial, Dio benar-benar pandai menjebak, pantas saja ia selalu mengalahkan lawan bisnis dengan mudah.

"A-aku.."

Apa yang harus Sapta jawab? Benar apa yang di katatakan oleh Dio, jika Hyuni tidak mengandung anaknya, apa ia akan peduli? Apa dia akan terus berbuat seperti tidak terjadi apa-apa dan membiarkan Hyuni melewati masa kelam dan sulitnya sendiri?

Melihat Sapta yang menundukan kepalanya, Dio tersenyum remeh.

"Apa kau mempunyai wajah yang tebal Sapta? Bahkan kau seperti tidak punya rasa malu untuk menunjukan wajahmu di hadapan Hyuni"

"..." Diam, hanya itu yang bisa Sapta lakukan, apa dia masih pantas untuk memperbaiki semuanya? Tidak, Sapta harus bertanggung jawab, ia harus menghakhiri penderitaan yang di dapat oleh Hyuni. Ia akan mencintai Hyuni dengan sepenuh hatinya dan juga ketulusan. Hyuni sudah cukup menderita selama ini.

Jika ia kehilangan Hyuni dan juga anaknya, ini rasanya akan lebih sakit dari kehilangan Airin.

"Kau mengintrogasi ku seakan hanya aku yang berbuat baik pada Hyuni. Kau sudah puas menyiksanya?"

Dan kini giliran Sapta yang memberikan pertanyaan yang membuat Dio terdiam. Benar, kenapa Dio begitu peduli pada Hyuni? Seharusnya Dio merasa senang dengan kehadiran Sapta, itu artinya dia bebas dari pernikahan bodoh ini bukan?

"Setidaknya, aku tidak membuatnya masuk ke dalam jurang trauma yang begitu dalam"

Dan Sapta tau, kakaknya adalah orang yang pandai.

"Kak Dio, aku hadir untuk memberikan kenahagiaan pada Hyuni, kau mencintai Hyuni?"

"Kau tau rasa cintaku ini sudah jatuh kepada siapa Sapta.."

Sapta tersenyum mendengar pernyataan Dio

"Kalau begitu, lepas Hyuni dan biarkan aku yang menepati posisimu yang seharusnya memang aku di sisinya"

Dio terdiam, membuat Sapta tersenyum lebar kepada sang kakak, melihat senyuman Sapta, membuat Dio mengalihkan wajahnya.

Dio tau sebenarnya Sapta tidak buruk untuk Hyuni, tapi..

"Aku tidak bisa." Jawab Dio pada akhirnya. Ia berdiri untuk meninggalkan tempat itu.

"Kenapa?" Tanya Sapta bingung

"Aku akan lepaskan dia jika kau membuktikan perkataan mu tadi.."

"Kau mencintai nya kan kak?"

"Tidak."

Lagi-lagi Sapta tersenyum

"Menarik.."

"Kak Dio, jika kau tidak mencintainya, lepaskan dia dan biar aku yang menutupi lukanya. Tapi, jika kau mencintainya, tolong jaga hatinya.."

------

Sapta menarik nafasnya dalam, ia menatap sebuah pintu kayu yang ada di hadapannya. Tangan nya terulur menyentuh pintu kayu itu.

Apa Hyuni mau memaafkannya?

Dengan tekad yang kuat, Sapta mencoba untuk menangkan dirinya sendiri, Dio sudah memberikannya jalan. Jadi, dia tidak akan menyia-nyiakan hal itu, kapan lagi kakak iblisnya itu mau membantunya? Huhu, bahkan Sapta ingat dulu untuk memberikannya contekan saja Dio selalu tidak mau, dan dengan gampangnya mengatakan pada guru, bagai ibu tiri yang kejam, Dio akan selalu mengejek Sapta yang di hukum, Sapta benar-benar harus merekam ini semua lalu mengabadikannya di sebuah dvd, ok ini bukan saatnya untuk melakukan itu.

"Ok Sapta, kau bisa!"

Kriek

"Eh?"

Tangan Sapta baru saja ingin mengetuk pintu kayu itu, tapi pintu
sudah terbuka dulu dan di hadapannya Hyuni tengah berdiri dengan wajah yang terkejut.

"Kau?!"

"Hyuni tunggu dulu"

Hyuni dengan cepat ingin menutup pintu kamar itu kembali, tapi dengan sigap Sapta menahan pintu itu.

"Pergi!" Teriak Hyuni dan mencoba untuk kembali menutup pintu itu, tapi hasilnya nihil, tenaga Sapta lebih kuat darinya.

"Hyuni, dengarkan aku dulu.."

"Pergi!!"

Hyuni kembali berteriak, kenapa pria ini kembali hadir? Apa tidak cukup ia memberikan penderitaan di hidupnya selama ini? Rasanya benar-benar takit, dan seperti sebuah rekaman, setiap adegan di malam yang menyakitkan itu kembali berputar di ingatan Hyuni.

Tolong, Hyuni benar-benar takut saat ini.

"Hyuni, maafkan aku mohon.."

Plak!

Sebuah tamparan yang kuat dari Hyuni mendarat di pipi pria bertopi itu, Sapta memegang pipinya yang terasa perih.

Brak!

Tidak ingin membuang waktu laama, Hyuni menutup pintu kamarnya. Ia terduduk di sana dengan punggung yang bersandar di pintu kayu itu.

"Hyuni, tolong dengarkan aku dulu.."

Sapta tidak ingi  menyerah, tangannya kembali teulur memegang pintu kayu tersebut, hatinya merasa sakit, dapat ia lihat dari mata Hyuni, perempuan itu menatap nya dengan tatapan penuh rasa benci dan takut.

"Aku bilang pergi!"

Teriak Hyuni lagi, ia masih berdiam di tempat, isakannya makin terdengar.

"..."

Diam, tidak ada jawaban. Sapta masih berdiri di tempat dengan kepala yang tertunduk, tangannya masih menyentuh pintu kayu itu, seakan-akan dia menyentuh punggung Hyuni untuk menangkannya.

"Sapta, pergilah dulu.."

Sapta mengangkat wajahnya, lalu ia menemukan Dio sudah berdiri di dekatnya, sejak kapan Dio berdiri di sana?

Dio melangkah mendekatin sang adik, lalu menepuk pundak Sapta seakan meminta pengertian.

"Jangan memaksa Hyuni, lakukan  secara perlahan. Dengan begini kau hanya akan membuat mu merasa takut.." Mendegar nasehat dari sang kakak, Sapta hanya mengangguk pelan, tanpa mengeluarkan sepatah katapun ia berjalan meninggalkan Dio di sana.

Sedangkan Dio menatap pintu kamarnya lama.

"Sapta, kenapa aku merasa sedikit tidak rela? Tapi di sisi lain aku merindukan Mara.."

Tbc


Marriage Hall-𝐓𝐚𝐦𝐚𝐭Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang