프롤로그/Prolog

4.6K 244 1
                                    

"Eomma (Ibu) aku berangkat!"

"Iya hati-hati! Se-ri, kau akan pergi ke perpustakaan lagi?" tanya seorang wanita yang umurnya sekitar setengah abad namun terlihat masih muda.

"Ne. Aku akan pulang sore nanti," jawab gadis bernama lengkap Han Se-ri itu.

"Kau tidak membawa payung?" tanya ibunya lagi karena tidak melihat anak pertamanya itu membawa payung yang ada di rumah.

"Tidak. Menurut ramalan cuaca di ponselku hari ini tidak akan turun hujan," jawabnya dengan memperlihatkan ponsel pintar miliknya.

"Itu tidak sepenuhnya benar. Bisa saja hari ini hujan, Eomma akan mengambilkanmu payung dulu." ujar ibunya hendak masuk ke dalam rumah namun, Se-ri menahannya.

"Eomma tidak usah! Sudahlah aku berangkat dulu." Se-ri segera berlari sebelum terlambat ke kampus.

"Anak itu benar-benar..."

Han Se-ri berkuliah di salah satu Universitas terkenal di negaranya, yaitu Seoul National University. Fakultas Bisnis Administrasi.

Tidak ada yang istimewa saat ia sedang berada di kelasnya, karena Se-ri tidak begitu peduli kepada sekelilingnya dan ia juga tidak punya teman dekat. Gadis pintar itu lebih suka membaca buku daripada mengobrol yang menurutnya tidak ada gunanya.

Bahkan ia mempunyai beberapa julukan yang disematkan teman-teman sejurusannya. Diantaranya, Kutu Buku, Ratu Taekwondo dan Gadis Singa. Semua julukan itu tidak membuat Se-ri marah karena itu memang fakta adanya. Seperti Kutu Buku, julukan itu disematkan untuknya karena ia selalu membaca buku setiap saat. Ratu Taekwondo, karena Se-ri menguasai seni bela diri tersebut sampai-sampai tidak ada yang berani mengganggunya karena takut. Dan Gadis Singa julukan itu diberikan untuknya karena Se-ri akan sangat murka jika ada sesuatu yang membuatnya kesal dan ketika marah ia mirip dengan singa.

Selain teman-teman sejurusannya yang tidak ia pedulikan, ia juga tidak terlalu mempedulikan seorang Dosen pria muda yang sedang menjelaskan di depan. Ia selalu fokus membaca buku dan ternyata buku yang ia baca juga adalah sebuah buku cerita. Anehnya ia selalu mendapatkan nilai A.

Setelah pulang dari kampus, ia pergi ke perpustakaan yang tidak jauh dari tempatnya berkuliah.

Ia mengambil beberapa buku di rak perpustakaan. Perpustakaan itu terlihat sepi karena hanya ada beberapa orang saja yang mengunjunginya. Mungkin karena sekarang ini apapun bisa dicari di internet. Meskipun begitu Se-ri tetap membaca buku dan mengunjungi perpustakaan, hampir setiap hari.

Saat ingin kembali ke tempat duduknya, tiba-tiba salah satu buku terjatuh. Ia pun memungut buku itu lalu hendak menaruh kembali ke tempatnya.

"Buku apa ini? Para Putra Mahkota Joseon?" Se-ri membaca judul buku yang tadi jatuh tersebut.

"Sepertinya menarik, aku akan meminjam buku ini." gumamnya, Se-ri akan membaca buku apapun yang menurutnya menyenangkan dan dapat menambah wawasannya.

Se-ri mulai membaca buku-buku yang ia ambil. Ia duduk di dekat jendela yang terbuka. Buku tadi terjatuh karena tertiup angin dengan posisi menunjukkan halaman ke 17.

"Anginnya kencang sekali. Sepertinya akan turun hujan, aku harus pulang sekarang." Se-ri beranjak dari tempat duduknya lalu memasuk-masukkan buku-buku yang ia baca ke dalam tas ranselnya.

Ia melihat buku berjudul Para Putra Mahkota Joseon itu yang halamannya terbuka. Lalu Se-ri mengambil buku tersebut dan matanya tertarik membaca halaman yang ke 17 itu.

"Inilah daftar para Putra Mahkota Joseon yang wafat karena dibunuh." Tiba-tiba petir menggelegar membuat Se-ri terperanjat kaget. Lalu ia segera memasukkan buku itu ke dalam tasnya.

Se-ri sudah berada di luar perpustakaan, ia hendak pulang namun hujan sudah turun dengan sangat deras. Karena tidak membawa payung, jadi ia pun memutuskan untuk menunggu sampai hujan itu reda. Perkataan ibunya pagi tadi memang benar, seharusnya saat hendak berangkat tadi ia membawa payung sehingga tidak perlu menunggu sampai hujan reda. Ramalan cuaca tidak bisa dipercaya!

Di sana tidak ada orang selain dirinya, Se-ri merasa sedikit takut apalagi hari sudah menjelang sore. Ia menoleh ke sekelilingnya hanya terdengar suara rintik dan gemericik hujan yang jatuh dari atas genting.

Se-ri melihat arloji yang terpasang ditangan kirinya. "Sudah pukul empat sore. Aku harus bagaimana? Hujan belum reda juga,"

Secara tiba-tiba terdengar suara langkah kaki, padahal di sana hanya ada Se-ri seorang diri. Ia segera menoleh ke sebelahnya, sekitar beberapa meter dari tempatnya berada tampak seorang pria yang memakai jaket bertudung warna abu-abu. Entah darimana pria itu berasal, tiba-tiba saja ada di tempat itu. Pria itu tampak memainkan ponselnya tidak lama kemudian ia memasukkan ponselnya ke dalam sakunya.

Pria yang memakai hoodie abu-abu itu berjalan mendekat ke arah Se-ri yang masih setia menunggu hujan reda. Karena merasa ada yang mendekat ke arahnya, Se-ri segera menoleh.

"Kenapa pria itu mendekat ke arahku? Apa yang akan dia lakukan? Bagaimana jika pria itu seorang penjahat?" tanpa menunggu aba-aba Se-ri segera berlari secepat mungkin.

"Hei tunggu! Kenapa kau berlari saat turun hujan? Itu bisa membuatmu demam," terdengar jelas suara pria itu memanggil Se-ri yang terus saja berlari di bawah hujan yang deras.

Se-ri tidak peduli jika pakaiannya basah atau ia nanti terkena demam, yang terpenting adalah menjauh dari pria itu dan pulang ke rumah. Ia memang tipe orang yang sering berpikiran negatif kepada orang lain. Ia juga tidak mudah mempercayai orang yang belum dikenal olehnya. Walaupun Se-ri bisa bela diri namun ia selalu waspada.

Ia sampai di rumah sekitar pukul 16:30 dengan pakaian yang sudah basah kuyup dan berantakan. Han Yoo-ri-adik perempuannya Se-ri-yang sedang menonton televisi terkejut saat mendapati Kakaknya yang seperti baru tercebur ke dalam air itu.

"Apa eonni bermain hujan? Sampai basah seperti itu?" tanya Yoo-ri, usianya hanya terpaut empat tahun dari sang Kakak.

"Tidak. Aku tidak bermain hujan tapi aku berlari saat hujan," jawab Se-ri lalu ia segera pergi ke kamarnya.

Se-ri sedang duduk di atas kasur empuknya. Ia sudah membersihkan tubuhnya dan sedang mengelap wajah dan lehernya yang basah menggunakan handuk kecil.

"Untung saja aku berhasil lari dari pria itu. Oh ya! Buku yang aku pinjam tadi apa basah semua?!" Se-ri segera membuka tas ranselnya dan untungnya buku-buku itu tidak basah sedikitpun. Mungkin ia lupa karena sebenarnya tasnya itu anti air.

"Kenapa suhu tubuhku terasa panas? Sepertinya aku demam." Se-ri menempelkan telapak tangannya dikening dan juga lehernya. Benar saja ia terkena demam karena berlari saat hujan deras tadi.

Se-ri meminum obat penurun panas. Setelah itu ia mengambil buku berjudul Para Putra Mahkota Joseon dan membaringkan tubuhnya di kasur lalu menarik selimut sampai pinggangnya.

Ia mulai kata per kata, baris per baris, paragraf per paragraf sampai halaman per halaman. Saat ini ia sedang membaca bagian yang bertema Para Putra Mahkota Joseon yang Wafat Karena Dibunuh.

Ia menghentikan membacanya lalu memberi tanda pada halaman yang terakhir ia baca.

"Sungguh malang nasib para Putra Mahkota itu," gumam Se-ri lalu tidak lama kemudian ia tertidur karena sudah mengantuk. Ia tidur tepat pukul 17:00 atau pukul lima sore.

~~~

Se-ri membuka matanya perlahan, samar-samar tampak tiga orang sedang memperhatikannya. Ia menutup matanya lagi lalu sedetik kemudian ia kembali membuka matanya.

"Kalian siapa?"











My Life in JoseonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang