제27화

605 60 0
                                    

Kim Ji-hwa atau Menteri Kim gelarnya akhir-akhir ini sedang disibukkan oleh kegiatannya sebagai salah satu menteri senior. Banyak yang harus ia kerjakan. Apalagi sebentar lagi Akademi Kerajaan akan segera digelar. Sebagai Menteri peringkat 3 senior sekaligus Daesaseong atau Pemimpin Akademi, tentu saja dirinya sangat berperan dan ikut andil dalam menjalankan pagelaran tersebut.

Kini ia sedang berjalan menuju ke paviliun Raja. Untuk ke paviliun itu ia harus melewati sebuah gazebo yang di dekatnya ada kolam.

Ji-hwa berhenti melangkah saat melihat seorang gadis pujaannya-bukan-gadis yang tak dikenalnya sama sekali yang memiliki wajah yang sama dengan gadis yang kini sudah tiada.

Gadis itu terlihat sedang memandangi bunga-bunga teratai yang ditanamnya. Bunga-bunga itu tumbuh dengan cantik dan begitu indahnya. Bahkan warnanya pun bervariasi.

Lalu ia menggapai sebuah teratai berwarna putih persis seperti teratai yang Ji-hwa berikan padanya. Ia berhasil menggapainya kemudian mencium aroma bunga tersebut. Bibirnya terangkat menampilkan senyumannya.

Ji-hwa masih di tempatnya berpijak. Lalu ia berpikir bahwa kenapa gadis itu selain memiliki rupa yang sama juga menyukai jenis bunga yang sama. Perbedaannya terletak pada kepribadian gadis itu yang bertolak belakang. Namun entah bagaimana ia lebih menyukai kepribadian gadis yang sama sekali tidak diketahui asal usulnya itu. Dan juga kenapa perasaan ini masih ada di dalam hatinya?

Pria itu segera membalik tubuhnya dan pergi karena detik selanjutnya gadis itu menoleh ke arahnya berada.

"Apa aku begitu merindukannya? Sampai berhalusinasi seperti ini?" gumam Se-ri karena tadi ia melihat bayangan seorang Kim Ji-hwa yang terlihat asli namun saat ia mengedarkan pandangannya tidak ada siapa-siapa di sana.

.

.

.

Di dapur istana, para pelayan sedang menjalankan tugasnya masing-masing. Begitu pula dengan Se-ri. Gadis itu akan menyiapkan makanan untuk Putra Mahkota.

Matanya menangkap gerak-gerik yang aneh dari seorang pelayan dapur yang bertugas meracik teh dan minuman lain. Pelayan itu telihat melirik ke kanan dan ke kiri seolah-olah sedang melakukan sesuatu yang tidak boleh ada orang lain melihatnya.

Pelayan wanita itu memasukkan sesuatu ke dalam sebuah teko teh yang biasa digunakan oleh Putra Mahkota. Apa yang dia masukkan? Se-ri yang sering berpikiran negatif dan curiga terhadap siapapun itu seketika menduganya, mungkinkah pelayan itu sedang berusaha untuk meracuni pewaris takhta tersebut?

"Apa yang kau lakukan?"

Pelayan itu terlonjak kaget saat suara itu berhasil menghentikan kegiatannya. Sedari tadi Se-ri sudah berada di belakangnya tanpa sepengetahuan dirinya.

"Apa yang kau masukkan ke dalam teko teh itu?" tanya Se-ri lagi karena pelayan wanita itu terdiam membisu.

"Kau--"

Belum sempat Se-ri melanjutkan perkataannya, pelayan itu segera bersimpuh di hadapannya. Ia tidak mengerti apa yang dilakukan pelayan tersebut. Seperti memohon padanya.

"Maafkan aku! Aku pantas dihukum. Maafkan aku!" Pelayan itu berkali-kali mengucapkan permintaan maaf dan Se-ri sama sekali tidak mengerti.

Lalu pelayan wanita itu menangis di hadapannya membuat para pelayan lain yang ada di sana datang menghampiri mereka berdua dengan bertanya-tanya.

"Tolong maafkan aku. Aku terpaksa melakukan ini... hiks.. maafkan aku..."

Sekarang Se-ri mengerti. Jadi pelayan ini telah--

"Aku yang telah memasukkan racun ke dalam teh Jeoha."

--memasukkan racun ke dalam teh Putra Mahkota.

Pengakuan dari pelayan itu berhasil membuat Se-ri dan para pelayan di sana terkejut. Kepala Pelayan yang baru saja mendengar itu segera memberitahukan hal tersebut kepada Raja untuk ditindak lanjuti dan dijatuhi hukuman yang seberat-beratnya pada pelayan tersebut.

Pelayan wanita itu tidak mungkin mengatakan yang sejujurnya jikalau dirinya dipaksa oleh Ratu Jang untuk memberikan racun ke dalam minuman pewaris takhta tersebut. Sekalipun dirinya dihukum mati ia bersedia karena itu lebih baik ketimbang dirinya terus menerus melakukan hal keji seperti itu. Namun pengakuannya sudah terlambat karena racun itu sudah mengendap di dalam tubuh sang Putra Mahkota.

~~~

Di sebuah gudang penyimpanan padi dan hasil pertanian lainnya, terdapat seorang pria tua yang tengah disekap. Pria baya yang mengenakan jubah merah kebesarannya itu membuka matanya lalu melirik ke sekelilingnya.

Perdana Menteri Shin.

Menteri dengan jabatan tertinggi dipemerintahan itu tiba-tiba berada di tempat itu dalam keadaan kedua tangan dan kakinya diikat. Ia tidak ingat begitu jelas karena pada saat ia berada di dalam salah satu ruangan di Gibang dan sedikit tidak sadar. Yang ia ingat hanya ketika ada beberapa orang pria datang membawanya, pada saat itu ia berusaha melawan namun karena faktor usia dan ia hanya seorang diri juga dalam keadaan sedikit mabuk pria tua itu pun akhirnya limbung.

Secara tiba-tiba pintu di depannya terbuka. Menampilkan sosok seorang pria. Pria yang memiliki tinggi badan yang tinggi.

Pria itu berjalan mendekat ke arah Perdana Menteri Shin membuat pria tua itu sedikit ketakutan dan was-was. Siapa pria yang kini berjalan mendekat ke arahnya? Mungkinkah selama ini ia mempunyai musuh yang tak diketahuinya? Apa pria itu Menteri Park? Karena Menteri itu selalu mencari-cari masalah dan berdebat dengannya. Namun ia belum yakin sebab pria itu terlihat masih muda dan ia pun masih berusaha berpikir siapa pria dibalik penutup wajah berwarna hitam tersebut.

"Kau telah membunuh mendiang Han Je-kyung dan istrinya, Perdana Menteri Shin."






























My Life in JoseonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang