제3화

1.6K 144 0
                                    

"Ada apa kau memanggilku?" tanya Se-ri langsung setelah keluar dari kamarnya.

"Kau? Kau memanggilku dengan sebutan kau?" tanya balik Ji-kyo yang membuat Se-ri tidak mengerti.

"Ya, memangnya kenapa?"

"Sedari dulu kau memanggilku Orabeoni (Kakak). Tapi kenapa sekarang kau memanggilku seperti itu?!" Sejak dulu memang Je-sang memanggil Ji-kyo dengan sebutan Orabeoni, yaitu panggilan orang Korea zaman dahulu dari seorang perempuan kepada kakak laki-laki atau pria yang akrab dengannya.

"Benarkah? Kalau begitu, maafkan aku. Ingatanku belum pulih sepenuhnya." balas Se-ri padahal kenyataannya ingatan ia tidak hilang sedikit pun karena ia bukanlah Je-sang jaman itu. Tapi ia berpura-pura untuk menjadi seorang Han Je-sang yang sesungguhnya.

"Baiklah aku maafkan." Ji-kyo sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkannya namun ia merasa tidak nyaman jika sepupunya itu tidak memanggilnya Orabeoni. Lalu ia mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya.

"Aku membelikan norigae ini untukmu. Terimalah," Ji-kyo memberikan sebuah norigae berwarna merah muda pada Se-ri.

"Ini untukku? Terima kasih Ji.. maksudku Orabeoni." kata Se-ri menerima norigae pemberian dari lelaki itu.

"Kau menyukainya?"

"Iya, tapi aku lebih menyukainya jika norigae ini berwarna biru." jawab Se-ri sambil memperhatikan norigae itu. Sementara Ji-kyo semakin merasa heran pada gadis yang ada dihadapannya kini, sebab dari dulu sepupunya itu sangat menyukai warna merah muda. Tapi kenapa gadis itu bilang kalau ia menyukai warna biru? Karena merasa terusik akan pikirannya, Ji-kyo langsung menanyakan hal itu.

"Memangnya apa warna kesukaanmu?" tanya Ji-kyo.

"Aku suka warna biru. Sejak kecil aku menyukai warna biru." jawab Se-ri santai sementara Ji-kyo terlihat terkejut karena sepupu yang ia kenal tidak pernah menyukai warna biru. Lalu perempuan itu bilang sejak kecil itu berarti dia ingat masa kecilnya dan itu berarti dia tidak hilang ingatan. Apa jangan-jangan gadis itu bukanlah Je-sang sepupunya? Ji-kyo segera membuang pikiran yang seperti itu, mungkin karena gadis itu kehilangan ingatannya jadi memengaruhi semuanya termasuk warna favoritnya.

"Hei kalian! Ayo makan! Jangan biarkan orangtua ini kelaparan!" teriak Dong-kyung paman itu terlihat sudah sangat lapar, ia menunggu anak dan keponakannya namun mereka belum muncul juga.

"Ne Abeoji!" Ji-kyo dan Se-ri segera menuju ruang makan.

Mereka segera makan bersama. Je-yeon menaruh potongan daging di atas nasi Se-ri. Jika dikehidupan yang sebenarnya yang melakukan itu pastilah Ibunya. Sekarang Se-ri merasa rindu pada keluarganya.

Karena melihat keponakannya itu hanya terdiam memandangi nasi dan lauk pauknya. Lalu Dong-kyung bertanya, "Je-sang, kenapa tidak makan?"

Se-ri tersadar dari lamunannya. "Tidak apa-apa," jawabnya lalu ia mulai memakan makanannya.

"Aku belum pernah memakan makanan yang seenak ini. Siapa yang memasaknya ya? Tentu saja ini masakan buatan istriku yang, uhuk... uhuk..." karena Dong-kyung makan sambil berbicara jadi pria baya itu tersedak. Ji-kyo tertawa melihat ayahnya yang tersedak.

"Kalau sedang makan jangan banyak bicara. Kau ini sudah tua!" kata Je-yeon lalu wanita itu segera memberikan air minum kepada suaminya itu. Karena ulah paman Dong-kyung, Se-ri merasa sedikit terhibur.

***

Sementara itu, seorang pria dengan jubah kebesarannya yang berwarna hitam dengan gambar naga cakar empat tengah berdiri menatap sendu ke arah kolam yang ada dihadapannya. Ia adalah Putra Mahkota Yi Woo,  walaupun hidupnya terlihat sempurna tapi, ia tidak pernah bahagia.

My Life in JoseonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang