제23화

648 62 0
                                    

Shin Ra-eun, gadis yang menyandang status sebagai Putri Mahkota itu kembali ke paviliunnya seorang diri. Ia tidak ingin satupun pelayannya mengikutinya. Untuk saat ini ia membutuhkan waktu sendiri.

Tangannya terulur untuk meraih sebuah lukisan seorang gadis yang terlihat mirip dengannya. Tentu saja lukisan itu adalah dirinya, karena Dae Joon yang melukisnya sebelum Pangeran itu tiada. Lelaki itu datang sebelum esok harinya ia tidak kembali lagi. Ia memberikan lukisan itu kepada Ra-eun. Awalnya Putri Mahkota itu hendak membuangnya namun hatinya seakan tidak sejalan dengan pemikirannya. Dan pada akhirnya lukisan itu bertengger di paviliunnya, tepatnya di kamar sang Putri Mahkota.

Tanpa disadari, air mata sudah berlinang di pipinya. Ra-eun menangis. Tangisnya begitu pilu. Ia kehilangan sosok lelaki murah senyum itu.

"Kenapa kau pergi begitu cepat? Kenapa kau meninggalkanku? Kau--" ucapannya tercekat karena rasa sesak yang melingkupi dadanya.

"Maafkan aku, Yi Seok-won." tangisnya semakin pecah sampai sesenggukan.

Setelah Ra-eun pergi meninggalkan jembatan, netranya menangkap dua sosok manusia yang berbeda gender. Putra Mahkota dan Pelayan Pribadinya.

"Apa Jeoha ingin berlatih menunggang kuda lagi seperti waktu itu?" tanya gadis berhanbok hijau yang menandakan kalau dirinya seorang pelayan.

Lantas pemuda itu menggeleng. "Aku ke sini hanya ingin mengingat kenangan bersama adikku. Di tempat inilah aku berlatih bersamanya. Aku merindukannya."

Terlihat gadis itu mengusap punggung Yi Woo perlahan dan lembut mencoba menenangkan juga mengucapkan kata-kata penenang dan penyemangat. "Yang Mulia harus mengikhlaskannya. Dia sudah tenang di atas sana. Dae Joon-gun juga pasti merindukan Anda. Dia tidak ingin membuat Anda bersedih. Dia ingin Anda hidup bahagia. Jadi, semangatlah!"

Ra-eun tersentak. Jadi, sahabat kecilnya dahulu itu kini sudah tiada? Dae Joon sudah meninggal? Telinganya tidak salah dengar bukan? Lalu ia segera pergi meninggalkan tempat itu dengan langkah cepat.

~~~

Di balai agung, para menteri dari berbagai peringkat dan faksi sudah berkumpul termasuk pemuda Kim yang mengenakan jubah berwarna biru yang khusus diperuntukkan kepada ranking 3 junior sampai ranking 6 junior.

"Akhir-akhir ini hujan tidak turun membuat sebagian wilayah terlanda kekeringan. Meskipun kekeringan itu tidak terlalu signifikan tapi jika hujan tidak turun juga dalam waktu dekat, kekeringan akan melanda negeri ini. Kita harus mencegahnya sebelum musibah tak diinginkan itu terjadi." ucap Menteri Ritus.

"Tapi, bagaimana caranya?" tanya seorang pria berjubah hijau dari ranking 8 junior.

"Kekeringan yang terjadi itu berasal dari Putri Mahkota yang belum juga memberikan keturunan. Perdana Menteri Shin, aku sudah menanyakan tentang hal ini sebelumnya. Kau bilang Putri Mahkota melayani Jeoha dengan baik. Apa ada yang salah dengan Putri Mahkota?" Menteri Park yang sebagai Menteri Perpajakan kembali bersuara tentang perihal tersebut.

"Tidak ada yang salah dengan putriku. Maksudmu Putri Mahkota mandul begitu?" kata Perdana Menteri Shin sarkas pada Menteri Park. Ia tidak terima jika putrinya disalahkan sepenuhnya.

"Saya tidak mengatakan jika Putri Mahkota mandul tetapi Anda sendiri yang mengatakannya secara langsung."

"Anda bermaksud mengatakan itu dengan cara yang halus."

Suasana semakin panas antara Perdana Menteri dan Menteri Perpajakan itu. Mereka berdua memang berasal dari faksi yang berbeda dan sering berbeda pendapat pula. Perdana Menteri Shin yang berasal dari faksi Barat sedangkan Menteri Park dari faksi Timur. Keduanya terkadang saling
menjatuhkan satu sama lain.

"Jika memang ada yang salah dengan Putri Mahkota maka kita harus mengangkat seorang selir untuk Jeoha. Bagaimana dengan gadis dari kediaman Han itu? Bukankah gadis itu terlihat dekat dengan Jeoha?" Perkataan dari Menteri Seo yang menyandang status sebagai Menteri Pekerjaan Umum itu membuat Ji-hwa terkejut bukan main.

"Jangan!" Menteri peringkat 3 junior itu dengan spontan membantahnya yang mana berhasil membuat para pejabat di sana melirik ke arahnya.

Ji-hwa tergugup saat pasang mata para menteri itu menatapnya dengan penuh tanya. Ia lalu berdeham untuk menghilangkan rasa gugupnya itu.

"Jadi, begini..." ia mencari alasan untuk membantah soal pengangkatan selir untuk Putra Mahkota tersebut. "Gadis dari kediaman Han itu tidak baik. Maksudku dia memiliki temperamen yang cukup buruk. Maka dari itu dia tidak pantas dijadikan sebagai selir. Seharusnya yang diangkat menjadi selir itu para kandidat yang gagal diperputaran final saat pemilihan putri mahkota. Bukan begitu?"

Para menteri itu lalu mengalihkan tatapannya yang semula ke arah Ji-hwa menjadi ke arah lain setelah pria itu mengungkapkan alasannya. Perdana Menteri Shin masih menatap pria itu dengan keheranannya sebab kenapa pemuda itu terlihat sangat tidak setuju jika gadis dari kediaman Han itu dijadikan selir untuk Putra Mahkota? Namun kemudian Perdana Menteri itu tersenyum, dengan begitu anak dari mantan Perdana Menteri Han itu tidak akan diangkat menjadi selir dan tidak menjadi bagian anggota kerajaan.

"Menteri peringkat 3 junior, bukankah kau belum memilih faksi? Barat atau Timur?"

Pertanyaan dari Perdana Menteri Shin itu membuat Ji-hwa berpikir keras.

Pria dengan jubah yang berwarna biru dengan satu crane berjalan menuju ke Donggung yaitu paviliun khusus untuk putra mahkota di istana Gyeongbok.

"Ada perlu apa kau datang kemari, Menteri Kim?" tanya sang penerus takhta kepada seorang pria di hadapannya. Kim Ji-hwa.

"Jeoha, jadikan Saya menteri peringkat 3 senior. Saya bersedia menyanggupi perintah Anda."










































My Life in JoseonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang