제21화

638 69 0
                                    

Se-ri terduduk lemas di atas tanah. Ia tidak menduga bahwa dirinya yang telah menendangnya hingga Pangeran itu terjatuh dari atas jurang. Setetes demi tetes air mata jatuh ke tanah. Gadis itu menangis. Ia tidak menginginkan hal itu terjadi. Itu bukan keinginannya. Namun ia teringat perkataan Dae Joon sebelum aksinya dilakukan.

"Aku lebih baik mati daripada harus menjadi seorang Raja yang hanya akan membuat rakyatnya menderita."

Pangeran tersebut memang sudah berpasrah jika dirinya harus tewas saat menyelamatkan kakaknya ketimbang menjadi Raja yang kejam di masa depan. Dae Joon benar-benar baik hati.

Namun entah kenapa ia merasa deja vu. Ia seperti pernah merasakan ini sebelumnya. Lebih tepatnya pernah menendang seseorang dengan jurus taekwondonya.

Sementara sang Putra Mahkota hanya termangu di tempatnya berdiri. Ia mencoba mencerna kejadian apa yang baru saja dialami olehnya. Ia teringat ucapan pria yang ingin melenyapkannya tadi-tidak-melainkan pria itu menyelamatkannya. Suara itu.. tidak mungkin. Suara itu bukan suara adiknya kan? Itu bukan suara Dae Joon kan? Namun suara yang mengucapkan selamat tinggal untuknya itu benar-benar persis dengan suara milik Dae Joon. Yi Woo menggeleng. Itu bukan suara adiknya.

"Tidak!" pekiknya keras menghalau pemikirannya yang mengacu pada adiknya. Namun, jika dipikirkan sekali lagi tidak ada yang memanggilnya dengan panggilan hyeongnim selain adiknya sendiri.

Yi Woo berjalan mendekati tepi jurang dengan langkah gontai. Dan bibirnya menyerukan kata tak mungkin berkali-kali.

"Tidak! Tidak mungkin!"

Lalu ia melirik ke arah seorang gadis yang tak lain adalah Se-ri yang masih terduduk dengan menundukkan wajahnya sendu.

"Dia... Dae Joon-gun? Dia adikku?" tanyanya ragu dengan lengan kanannya menunjuk ke bawah jurang. Berharap gadis itu akan mengatakan bukan. Namun tak sesuai yang diharapkan olehnya, gadis itu justru menganggukan kepalanya perlahan namun pasti.

"Hei! Kau tidak boleh bercanda tentang hal ini. Tentu saja penjahat itu--orang yang terjatuh ke jurang ini bukan Dae Joon 'kan?" tanya Putra Mahkota itu lagi yang memang tidak mudah memercayai kejadian yang baru saja dialami olehnya.

Se-ri mengangkat wajahnya yang sudah berlinang air mata dengan secara perlahan. "Orang itu Dae Joon-gun, Jeoha."

Ucapan dari gadis itu membuat Yi Woo seakan tersambar petir di siang yang terik.

"Berhentilah bercanda!"

"Saya tidak sedang bercanda. Orang itu memanglah Dae Joon-gun."

Yi Woo berteriak frustasi. Ia mendekat ke tebing jurang tersebut. Lalu ia berteriak menyerukan nama lahir adiknya itu dan air mata mulai mengalir di pipinya.

"Seokwon-ah! Yi Seok-won!"

"ANDWAE!!!"

"Kenapa kau tega melakukan ini pada Hyeongnim-mu? Hah?!"

Putra Mahkota itu semakin mendekat ke pinggir jurang yang cukup curam itu. Ia hendak turun ke bawah jurang tersebut sebelum seseorang dengan cepat menahannya.

"Lepaskan! Aku bilang lepaskan!" Yi Woo memberontak minta dilepaskan oleh Se-ri yang memeluknya dari belakang agar Putra Mahkota tidak jatuh ke bawah jurang terjal tersebut.

"Yang Mulia tolong sadarlah dan terima ini dengan lapang dada." kata Se-ri agar Putra Mahkota itu berhenti berontak dan untung saja pergerakan Yi Woo perlahan terhenti, pemuda itu menangis kembali. Tangisnya semakin pecah dengan rasa kefrustasian bercampur keputusasaannya.

Gadis itu hanya terdiam, air matanya masih menggenang dipelupuk matanya. Ia melepaskan kedua tangannya yang melingkar di pinggang Putra Mahkota. Se-ri merasa kehilangan sangat kehilangan akan sosok Pangeran murah senyum tersebut. Bahkan ia sudah menganggap kalau Pangeran itu temannya di dinasti Joseon selain Ji-kyo yang sudah ia anggap sebagai sepupunya.

Yi Woo menghapus air matanya dengan kasar. Ia melirik ke arah Se-ri dengan matanya yang memerah karena habis menangis.

"Kenapa kau melakukan itu? Kenapa kalian melakukan ini semua padaku?" tanyanya dengan mengguncang tubuh gadis tersebut.

"Karena ini yang terbaik."

"Terbaik apanya?!"

"Dae Joon-gun melakukan ini karena sangat menyayangi Anda. Dia melakukan semua ini untuk menyelamatkan Anda dan rakyat Joseon. Dia rela mengorbankan nyawanya untuk kebaikan orang banyak tanpa memedulikan dirinya sendiri. Dae Joon-gun sangatlah baik hati." jawab Se-ri sementara Putra Mahkota itu tidak mengerti pada perkataan yang gadis itu ucapkan.

"Menyelamatkanku dan rakyat Joseon? Apa maksudnya?"

Se-ri menghela napas panjang. Bagaimanapun juga ia harus menceritakannya pada Putra Mahkota yang berada di dekatnya kini.

"Saya mengatakan padanya kalau Saya berasal dari masa depan. Saya tahu dari buku sejarah kalau Dae Joon-gun akan membunuh Anda dan naik takhta menjadi seorang raja yang tiran. Dia memercayai apa yang Saya katakan karena dia sangat menyayangi Anda dan tidak ingin melukai apalagi melenyapkan Anda. Namun karena perintah dari Jungjeonmama yang menginginkan anak kandungnya menjadi pewaris takhta maka dia akhirnya menyetujui, karena Saya menyuruhnya untuk mengikuti semua keinginan Ibunya. Itu hanya pura-pura dan kami mengusung sebuah rencana..

...Ini bukan rencana yang Saya inginkan. Namun dia lebih memilih untuk meninggalkan dunia ini daripada nanti hanya bisa membuat rakyatnya menderita. Dia takut jika apa yang dicatatkan sejarah akan benar-benar terjadi padanya di kemudian hari."

Yi Woo membuang napas gusar. Apakah ia harus memercayai perkataan gadis yang ada di hadapannya kini? Bagaimana jika yang diucapkan gadis itu hanyalah omong kosong belaka? Dan tentang masa depan apa mungkin gadis itu benar-benar berasal dari masa depan? Ia merasa buntu saat itu juga.

~~~

Seorang pria berpakaian serba hitam yang selamat setelah melakukan penyerangan terhadap Putra Mahkota beserta pengawalnya saat di tengah perjalanan menuju Qing masuk ke dalam sebuah paviliun.

Ratu Jang yang tengah menikmati teh bunganya dengan hati riang terkejut saat salah satu suruhannya itu melaporkan bahwa sang Putra Mahkota selamat.

"Apa kau bilang?" tanya sang Ratu yang tidak yakin atas laporan yang suruhannya itu katakan.

"Jeoha selamat dari penyerangan, Yang Mulia." Lapor pria itu lagi. Ratu Jang menjatuhkan cangkir yang ada digenggamannya sehingga menimbulkan suara berdenting.

Perasaan yang mulanya riang berubah menjadi was-was dan sedikit ketakutan. Ia juga memikirkan bagaimana nasib anaknya kini.

"Bagaimana dengan Dae Joon-gun? Apa dia baik-baik saja? Di mana dia?" tanyanya bertubi-tubi yang mana memang sedang mencemaskan anak kandungnya tersebut.

Pria suruhan sang Ratu itu tampak enggan mengatakannya. Ia menundukkan wajahnya dalam. "Dae Joon-gun jatuh ke jurang. Dia tidak selamat, Yang Mulia."
































My Life in JoseonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang