제13화

827 92 0
                                    

Di sebuah jembatan, Pangeran Dae Joon sedang memandangi Ra-eun dari jarak jauh yang sedang menyulam di sebuah gazebo dan ditemani oleh beberapa pelayannya. Lalu secara tiba-tiba ada sebuah tangan yang menepuk pundaknya. Lelaki itu pun menoleh, ternyata orang yang menepuk pundaknya adalah Yi Woo, kakak yang berasal dari ibu yang berbeda dengannya.

Dengan segera Pangeran itu membungkukkan tubuhnya memberi penghormatan pada Putra Mahkota.

"Kenapa Hyungnim menghampiriku di sini? Apa ada sesuatu yang penting?" tanya Dae Joon pada Yi Woo.

"Tidak bolehkah aku menghampiri adikku sendiri?" jawab Yi Woo dengan gurauan yang sebelumnya belum pernah dilakukan oleh Putra Mahkota itu.

"Hyungnim membuatku takut jika bersikap seperti ini." ujar Dae Joon karena tidak biasanya Yi Woo bersikap seperti itu.

"Karena aku sedang bahagia?" balasnya dengan senyum yang mengembang di wajah sempurnanya. Membuat Dae Joon menerka-nerka apa yang berhasil membuat kakaknya itu bahagia?

"Kau tenang saja. Aku tidak akan menyentuh gadis yang sangat kau cintai itu." ucap Yi Woo dengan melirik ke sebuah gazebo tempat Ra-eun berada.

"Benarkah? Tapi, Hyungnim harus melakukannya itu sudah menjadi tugasmu. Aku tidak akan keberatan tentang hal itu, karena aku akan berusaha untuk melupakannya." kata Pangeran muda itu walaupun entah sampai kapan ia akan berhasil melupakan gadis yang amat sangat dicintanya itu.

Lalu seorang gadis pelayan yang tak lain dan tak bukan adalah Se-ri datang menghampiri mereka berdua dengan membawa alat memanah dan juga peralatan untuk melukis. Ia terlihat kewalahan dengan membawa perlengkapan sebanyak itu.

"Ini, Yang Mulia." ucapnya lalu meletakkan alat-alat itu dihadapan Yi Woo.

"Terima kasih." balas Yi Woo pada Se-ri yang membuat Dae Joon terkejut karena belum pernah Putra Mahkota itu mengucapkan kata terima kasih pada pelayan. Sementara Se-ri terlihat biasa saja karena itu memang harus diucapkan oleh Putra Mahkota itu padanya karena ia sudah susah payah membawakan barang-barang tersebut.

"Mulai saat ini kau menjadi Pelayan Pribadiku." kata Yi Woo pada Se-ri dengan nada bicara yang tidak boleh terbantahkan.

"Ya? Jeoha, Saya menjadi pelayan hanya karena sedang menjalani hukuman. Dan setelah hukuman ini selesai, Saya akan kembali ke kediaman Saya. Jadi, Anda tidak bisa menjadikan Saya pelayan pribadi." ucap Se-ri mencoba menolak, ia tidak ingin dijadikan pelayan pribadi Putra Mahkota itu. Karena ini saja sudah sangat membuatnya lelah dan juga kesal.

Yi Woo mendekatkan wajahnya pada Se-ri sehingga membuat gadis itu mengerjap cepat. "Karena aku menginginkanmu,..." ucapannya terjeda. "Untuk menjadi pelayan pribadiku." sambungnya. Lalu ia berjalan ke lapangan tempat memanah. Se-ri segera membuang napas kasar karena saat wajahnya dan wajah Putra Mahkota itu berada dalam jarak yang cukup dekat membuatnya tidak bisa bernapas.

Se-ri melirik ke arah Dae Joon yang mulai bersiap untuk melukis. Kenapa rasanya wajah lelaki itu tampak tidak asing baginya? Lalu ia menggedikkan bahunya.

"Ambilkan aku anak panah dan busur. Cepat!" Yi Woo memerintahkan Se-ri untuk mengambil alat memanahnya. Dengan segera Se-ri mengambilkan alat-alat itu dan menyerahkan padanya.

Yi Woo mulai membidik sasarannya yang ada di depan sana. Ia menarik busurnya, lalu anak panah itu pun melesat dan menancap tepat disebuah gambar yang dituju.

"Dia lumayan juga." gumam Se-ri yang menyaksikan Putra Mahkota itu berlatih memanah.

Sementara Dae Joon sedang fokus melukis. Pangeran itu lebih menyukai hal-hal yang berbau seni ketimbang menunggang kuda atau berlatih panahan seperti yang sering dilakukan oleh Yi Woo.

Yi Woo kembali memanahkan anak panahnya dan itu berhasil untuk yang kesekian kalinya. Terdengar suara tepukan tangan dari arah belakang.

"Kau sangat hebat, Yi Woo-ya." Raja Youngjong memuji kehebatan anak pertamanya dalam bidang memanah itu.

"Terima kasih atas pujiannya, Abbamama." balas Yi Woo kepada Raja termasuk ayahnya itu.

Se-ri mendengar kalau Raja memanggil nama Putra Mahkota itu dengan sebutan Yi Woo. Ia yakin kalau nama itu adalah nama lahir sang Putra Mahkota. Entah kenapa sepertinya ia pernah membaca nama tersebut namun ia tidak berhasil mengingatnya.

Di sebelah Raja Youngjong ada Ratu Jang yang terlihat tidak suka jika Raja memuji Yi Woo. Ia lebih memilih untuk menghampiri anak kandungnya, Dae Joon yang saat itu sudah selesai melukis.

"Lihatlah lukisan ini, Jeonha." ucap Ratu Jang agar Raja Youngjong melihat lukisan karya anak kandungnya itu dan berharap Raja akan memujinya.

Raja pun melihat sebuah lukisan seorang gadis yang dilukis oleh anak keduanya dari istri yang berbeda itu.

"Lukisan ini terlihat seperti Putri Mahkota. Apa hanya aku yang berpikir demikian?" Raja mengomentari lukisan Dae Joon yang menurutnya mirip seperti Ra-eun, Putri Mahkota.

"Aku hanya melukis apa yang ada dalam pikiranku saja, Abbamama." jawab Pangeran itu, dipikirannya memang selalu ada Ra-eun jadi ia melukis gadis tersebut.

"Kau memang berbakat dalam seni, Dae Joon-gun. Lukisanmu ini sangat indah untuk dipandang." kata Raja Youngjong setelah mengomentari lukisan Dae Joon lalu memujinya. Sang Pangeran hanya memperlihatkan senyumnya yang manis.

"Lupakan gadis itu!" bisik Ratu Jang pada anaknya itu. Dae Joon hanya terdiam masih dengan senyum diwajahnya.

Se-ri dapat melihat jarak antara Putra Mahkota dan Ratu. Ratu Jang terlihat tidak peduli akan keberadaan Yi Woo yang sebagai Putra Mahkota. Bukankah Putra Mahkota juga anaknya? Atau mungkin Putra Mahkota itu bukan anak kandungnya? Pikirnya.

Ra-eun datang bersama dayang-dayang yang ada di belakangnya. Ia membungkukkan badannya pada Raja Youngjong dan Ratu Jang. Setelah itu ia berjalan menghampiri Yi Woo yang masih latihan memanah.

Dae Joon tidak lepas memandangi anak perempuan Perdana Menteri Shin itu. Kenapa Ra-eun seperti tidak mengenali dirinya. Ia merasa sedih akan hal itu.

"Aku harus menghadiri rapat bersama para menteri dulu. Lanjutkan saja kegiatan kalian, aku senang melihat kalian yang seperti ini." ujar Raja Youngjong lalu pergi diikuti oleh Ratu Jang dan rombongannya.

Tiba-tiba kepala Se-ri terasa sakit. Ada sebuah kilatan yang muncul dalam benaknya. Sebuah tulisan nama seseorang. Ia memegangi kepalanya yang terasa sakit itu.

"Yi Woo. Nama itu termasuk salah satu putra mahkota Joseon yang dibunuh."


















My Life in JoseonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang