제12화

848 81 1
                                    

Se-ri memandangi jalanan dan juga rumah-rumah tradisional para penduduk selama di perjalanan menuju ke Istana. Ia akan merindukan tempat tersebut. Di sebelah tandu itu ada Ji-kyo yang menunggangi kudanya. Lelaki itu akan mengantarkan Se-ri sampai ke tempat tujuan.

Dari kejauhan, Ji-hwa menatap tandu yang di dalamnya ada gadis yang berwajah mirip dengan gadis yang dicintainya itu. Lalu Se-ri menutup jendela tandunya. Ji-hwa menggenggam sebuah dwikojji berbentuk teratai yang berada ditelapak tangan kanannya.

"Hingga saat ini aku hanya bisa melihatmu dari jauh." gumamnya dengan pandangan tertuju pada tandu itu yang kemudian menghilang dibalik hijaunya pepohonan yang lebat.

Se-ri turun dari tandu tersebut. Sekarang ia tidak merasa pusing karena sudah kali keduanya ia menaiki alat transportasi tradisional itu.

Gadis itu sudah mengenakan pakaian pelayan Istana. Ia masih terlihat cantik walaupun mengenakan pakaian itu. Lalu Ji-kyo turun dari atas kudanya dan menghampiri gadis tersebut.

"Aku hanya bisa mengantarkanmu sampai gerbang ini. Jaga dirimu baik-baik selama di tempat ini hiks..." Ji-kyo tidak bisa melanjutkan ucapannya karena air matanya sudah tak terbendung lagi.

"Hei Orabeoni jangan menangis, kau sangat cengeng!" ledek Se-ri pada Ji-kyo agar lelaki itu berhenti mengeluarkan air mata. Tetapi Ji-kyo tetap tidak bisa menghentikan tangisnya.

"Seharusnya aku yang menangis seperti itu karena aku tidak bisa bertemu dan bermain lagi bersamamu. Jadi jangan menangis!" kata Se-ri pada Ji-kyo meskipun sebenarnya ia juga merasa sedih, tapi ia tidak akan menangis karena itu akan membuat Ji-kyo tambah khawatir.

Akhirnya Ji-kyo menghentikan tangisannya, ia lalu mengusap air matanya.

"Han Je-sang, selama kau di sini jangan mudah percaya kepada orang yang belum kau kenal. Jaga waktu makanmu, jangan sampai kau sakit. Jika ada orang yang ingin melukaimu kau pasti bisa melawannya, karena aku tahu kau jago beladiri." ucap Ji-kyo mengingatkan pada Se-ri yang hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan tersenyum tipis.

"Iya Orabeoni. Sebaiknya kau cepat pergi karena bisa-bisa kita di sini sampai petang menjelang." ujar Se-ri.

"Kau mengusirku? Baiklah aku akan pergi sekarang juga." balas Ji-kyo dengan nada bercanda.

Sebelum naik ke atas kuda, Ji-kyo berbalik kembali pada gadis itu.

"Ingatlah kalau Istana itu mengerikan." ucapnya membuat Se-ri terdiam sejenak dan sedetik kemudian gadis itu mengangguk dibarengi dengan senyumnya yang mengembang.

Se-ri sudah ditempatkan di sebuah tempat yang diperuntukkan bagi para pelayan di Istana.

"Bukankah dia gadis dari kediaman Han?"

"Iya benar, dia gadis dari kediaman Han yang tidak mengikuti pemilihan putri mahkota karena sedang sakit."

"Lihat wajahnya yang cantik dan menggemaskan itu."

"Aku berani bertaruh jika dia mengikuti pemilihan putri mahkota maka dialah yang akan terpilih."

"Tapi sayang dia sakit dan malah mendapatkan hukuman menjadi pelayan di istana ini."

Namun bukan Han Se-ri kalau ia memedulikan semua para pelayan yang sedang berbisik-bisik membicarakannya itu, karena Se-ri adalah orang yang tidak peduli pada sekitarnya.

Sanggung yaitu seorang Kepala Pelayan di sana memerintahkan kepada Se-ri untuk mengantarkan beberapa camilan dan makanan lainnya kepada salah satu keluarga kerajaan. Tentu saja Se-ri segera melakukan apa yang diperintahkan oleh Sanggung tersebut.

Kini ia tengah berjalan melewati beberapa ruangan dan akhirnya sampailah di sebuah ruangan yang dituju. Dengan segera ia menggeser pintu ruangan tersebut, seharusnya ia meminta izin terlebih dahulu. Mungkinkah ia lupa atau tidak tahu?

Se-ri membungkukkan badannya di depan seorang lelaki yang sedang duduk menghadap meja kecil itu. Ia tidak melihat wajah lelaki tersebut karena sedaritadi ia hanya menunduk.

Ia lalu meletakkan beberapa makanan di meja yang berada tepat di hadapan lelaki itu, gadis itu melakukannya dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kesalahan. Lelaki tersebut hanya melihat sekilas camilan dan secangkir teh yang selalu saja diberikan padanya meskipun ia tidak menginginkan teh itu.

Se-ri kembali membungkuk hormat lalu membalikkan badannya hendak keluar dari ruangan tersebut. Seharusnya ia mengucapkan pamit undur terlebih dahulu dan tidak membalikkan tubuhnya sehingga membelakangi salah satu keluarga kerajaan tersebut. Itu akan dianggap tidak sopan. Mungkin karena ia baru pertama kalinya menjadi pelayan di Istana. Harap dimaklumi saja.

"Senang kembali bertemu denganmu. Gadis Tak Sopan." ucap lelaki itu dengan menekankan kata-kata di akhir kalimatnya tersebut. Se-ri yang hendak keluar menjadi menghentikan langkahnya karena mendengar ucapan itu.

Se-ri berbalik menghadap lelaki itu, ia ingin melihat siapa orang yang telah menyebutnya dengan sebutan gadis tak sopan itu. Dari suaranya sepertinya ia pernah mendengar suara tersebut. Dugaannya benar ia bertemu kembali dengan pemuda yang menurutnya itu menyebalkan! Ia hanya sedikit terkejut saat mendapati Yi Woo tengah menatapnya dengan senyum yang sulit diartikan.

Se-ri tidak tahu harus bersikap bagaimana, jadi ia hanya membungkukkan badannya saja.

"Tidak usah seperti itu aku tahu kau tidak tulus memberikan hormatmu padaku." ucap sang Putra Mahkota yang berhasil membuat Se-ri merutuk dalam hati. Ia tidak bisa merutuki perkataan pria itu secara langsung sebab di sana pemuda itu adalah Putra Mahkota sedangkan dirinya hanyalah seorang pelayan biasa.

Yi Woo beranjak lalu berjalan mendekati gadis yang masih saja membungkukkan badannya itu. Ia berhenti tepat disamping gadis itu lalu sedikit mendekatkan wajahnya pada telinga gadis tersebut. Se-ri sudah berancang-ancang jika lelaki itu akan bertindak lancang padanya nanti.

"Sejak pertemuan yang tidak disengaja itu kau berhasil mengusik pikiranku." bisiknya tepat di telinga sebelah kiri Se-ri sehingga membuat gadis itu terbelalak dan juga tidak mengerti akan ucapan Putra Mahkota tersebut.

"Jeoha?" Suara itu berhasil membuat Se-ri mendongakan kepalanya dan Yi Woo sedikit menjauh darinya.

"Apa yang Jeoha lakukan di sini bersama pelayan itu?" tanya seorang perempuan kepada Yi Woo.

"Aku hanya menegurnya karena dia sangat tidak sopan." jawab Yi Woo dengan menatap tajam ke arah Se-ri yang menundukkan wajahnya kembali walaupun ia merasa kesal saat itu juga.

"Bukankah kau gadis yang dihukum karena tidak mengikuti pemilihan putri mahkota itu?" tanya perempuan itu lagi kali ini kepada Se-ri.

Se-ri mengangkat kepalanya, ia sedikit tersenyum kecil. "Ya, benar." jawabnya singkat, padat dan jelas. Dilihat dari pakaian yang dikenakan oleh perempuan yang tak lain adalah Shin Ra-eun sepertinya anak gadis Perdana Menteri itulah yang terpilih menjadi Putri Mahkota.

"Jeoha, malam ini adalah jadwal malam penyatuan kita. Saya mohon kepada Anda agar mengikuti peraturan kali ini." ucap Ra-eun sembari meraih tangan Yi Woo namun Putra Mahkota itu segera melepaskan pegangan tangan gadis tersebut.

"Aku tidak bisa melakukan itu. Jadi jangan membahas tentang hal tersebut." balas Yi Woo yang terlihat tidak suka pada topik pembicaraan Ra-eun. Sementara Se-ri tidak tahu apa itu penyatuan?

"Jeoha, Saya ingin berjalan-jalan bersama Anda. Apakah Anda bersedia menemani Saya?" tanya Ra-eun pada Yi Woo berharap Putra Mahkota itu mau menemaninya.

"Tidak bisa. Ada banyak hal yang harus aku urus," jawab Yi Woo dengan nada suara yang terdengar dingin dan datar. Ra-eun terlihat cemberut sementara Se-ri sedang menerka-nerka kenapa Putra Mahkota bersikap dingin dan acuh tak acuh pada Putri Mahkota?

Namun Se-ri tidak ingin memikirkan hal yang tidak penting seperti itu. Dan yang membuat ia semakin muak adalah kenapa mereka berdua harus berbicara di ambang pintu seperti ini? Bukankah mereka anggota kerajaan tapi kenapa tidak punya etika? Setidaknya suruh dirinya pergi terlebih dahulu daripada berdiri seperti patung.

"Huh!" itu sangat menyebalkan bagi seorang Han Se-ri.





















My Life in JoseonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang