제10화

941 86 4
                                    

Se-ri terlihat sedang berpikir keras dengan memegang sebuah buku yang diberikan oleh Ji-hwa waktu itu. Ia masih berusaha untuk menyimpulkan arti dari sajak puisi tersebut, sebelum dirinya ke Istana. Tiba-tiba terbesit sebuah ide diotaknya.

"Orabeoni, bukankah kau mempunyai teman yang sering berpuisi itu?" tanyanya pada Ji-kyo. Lelaki itu menoleh ke arahnya, ia sudah sembuh dari patah tulangnya yang disebabkan oleh gadis tersebut.

"Maksudmu Sang Kyung? Kenapa kau menanyakannya? Apa sekarang kau sudah menyukainya? Tapi sayangnya dia sudah menikah dengan gadis lain. Seharusnya kau terima saja dia dahulu." cerocos Ji-kyo sementara Se-ri terlihat sedikit kesal karena ia menanyakan pria itu bukan berarti ia telah menyukai pria tersebut.

"Aku menanyakannya karena ada sesuatu yang ingin aku tanyakan, bukan karena aku telah menyukainya!" Se-ri menjelaskan dengan tegas.

"Apa yang ingin kau tanyakan padanya?" tanya Ji-kyo dengan kening yang berkerut.

~~~

Se-ri dan Ji-kyo sudah berada di halaman sebuah rumah. Mereka berdua berada di rumah Sang Kyung.

"Kenapa rumahnya sepi sekali? Apa dia tidak ada di rumah?" tanya Se-ri karena rumah yang ada di hadapannya itu terlihat sepi dan mereka berdua sudah memanggil juga mengetuk pintu rumah itu tapi tidak ada yang menyahut.

"Apa mungkin mereka masih berbulan madu di siang hari begini?" ujar Ji-kyo membuat Se-ri mengerutkan keningnya tidak mengerti.

"Sepertinya dia sedang tidak ada di rumah. Kita pulang saja!" ajak Ji-kyo pada Se-ri untuk pulang ke rumah mereka karena Sang Kyung sepertinya sedang tidak ada di rumahnya.

"Kita tunggu sebentar lagi! Please..." kata Se-ri dengan nada memohon agar menunggu sebentar lagi.

"Kata permohonan macam apa itu?" gumam Ji-kyo yang tidak mengerti akan kata terakhir yang diucapkan oleh sepupunya itu. Lalu mereka berdua duduk di teras rumah tersebut.

Terdengar suara seseorang bersyair dari arah belakang. Se-ri dan Ji-kyo segera menoleh, ternyata itu adalah sang empunya rumah yang mereka tunggu-tunggu. Pria itu bersama istrinya yang baru pulang setelah dari pasar.

Ji-kyo beranjak dari duduknya. "Akhirnya kau datang, kami sedaritadi menunggumu." ucapnya pada pria yang seumuran dengannya itu.

"Ayo masuk ke dalam. Kita bicara di dalam saja."

"Tidak usah! Ini hanya sebentar." Se-ri menolak untuk bicara di dalam rumah tersebut. Karena ia ke sana hanya ingin menanyakan arti dari sebuah puisi yang ada di dalam buku itu. Dan itu tidak membutuhkan waktu yang lama.

"Baiklah. Ada urusan apa kalian datang kemari?" tanya Sang Kyung pada mereka berdua.

"Ini. Aku ingin menanyakan arti puisi ini padamu." Se-ri segera memperlihatkan sebuah puisi dari dalam buku itu pada Sang Kyung.

Pria yang berpakaian warna hijau tua itu membaca puisi tersebut. Setelah ia selesai membacanya, ia sedikit berpikir lalu tersenyum.

"Aku tahu arti dari setiap bait puisi ini." ucapnya membuat Se-ri terlihat antusias.

"Sungguh? Lalu apa arti dari puisi ini? Cepat katakan!" Se-ri menanyakan hal itu dengan bersemangat dan tampak tidak sabar. Sementara istri Sang Kyung terlihat tidak suka padanya.

"Teratai di sini mendefinisikan seorang gadis, mungkin gadis itu cantik bagaikan bunga teratai atau mungkin juga gadis itu menyukai bunga teratai." jelas Sang Kyung setelah berpikir sejenak.

"Baris pertama mengartikan bahwa seseorang yang jatuh cinta pada pandangan pertama. Di baris kedua ia tidak bisa memetik dalam artian ia tidak bisa menikahinya karena gadis yang dimaksud itu belum cukup umur. Lalu dibaris ketiga seperti yang dituliskan ia hanya bisa melihat teratai itu dari jauh, jadi ia tidak bisa menemui gadis itu. Sementara dibaris keempat teratai itu sudah mekar berarti sudah beranjak dewasa tetapi ia tidak bisa menikahi gadis itu karena suatu hal. Dan yang terakhir ia merindukan gadis teratai itu." jelas Sang Kyung panjang lebar dan Se-ri mendengarkan dengan seksama.

"Inti dari puisi ini adalah seorang pria yang tidak bisa memiliki gadis pujaan hatinya." tukas Sang Kyung.

"Kurasa puisi ini menggambarkan penciptanya." tambahnya.

"Aku sangat berterima kasih padamu, Sang Kyung-ssi. Kau memang pandai tentang puisi!" Se-ri memuji Sang Kyung sehingga membuat pria itu menjadi salah tingkah.

"Puisi ini tidak begitu sulit, jadi aku bisa mengartikannya. Tidak perlu berterima kasih, gadis cantik." balas Sang Kyung yang tidak ingat akan keberadaan istrinya.

"Dasar pria tidak tahu diuntung!" kata wanita itu lalu ia melepaskan gandengan tangan Sang Kyung dan berlari masuk ke dalam rumah dengan perasaan marah.

"Istriku memang pencemburu karena dia terlalu mencintaiku. Jadi, kalian boleh pulang sekarang." katanya pada Se-ri dan Ji-kyo.

"Tunggu! Istriku tercinta!" teriak Sang Kyung mengejar istrinya itu ke dalam rumahnya. Sementara Ji-kyo dan Se-ri terlihat melirik satu sama lain.

***

Pelayan kediaman Han yang bernama Soo-mi itu terlihat sedang menenteng sebuah kotak makan.

"Soo-mi kau mau ke mana?" tanya Se-ri saat ia melihat pelayan itu hendak keluar rumah.

"Saya diperintahkan oleh Nyonya untuk mengantarkan makanan ini ke rumah Timur, Agassi." jawab Soo-mi, mendengar kata rumah Timur Se-ri langsung teringat wajah pria bernama Kim Ji-hwa.

"Kalau begitu, aku saja yang mengantarkan makanan itu." Se-ri menjulurkan tangannya untuk mengambil wadah makanan itu, tapi Soo-mi terlihat enggan memberikannya karena tugas itu sudah diperintahkan kepadanya oleh Je-yeon.

"Ayolah! Baiklah kalau begitu, kau boleh mengantarkan makanan ini tapi aku harus ikut." katanya lalu mengambil-merebut-kotak makanan itu secara paksa dari genggaman Soo-mi.

Se-ri yang membawa wadah makanan itu dan didampingi oleh Soo-mi di belakangnya.

Se-ri sudah tidak sabar untuk bertemu dengan pria yang berhasil membuatnya jatuh cinta itu. Ia sampai bersenandung ria saat di perjalanan menuju ke rumah Timur tersebut. Sementara Soo-mi menatapnya dengan tatapan heran.

Kini mereka berdua sudah tiba di tempat yang dituju. Se-ri menghentikan langkahnya saat berada tepat di depan pintu masuk. Ia sedikit merapikan anak rambutnya terlebih dahulu agar tampak rapi dan tidak berantakan.

Seulas senyuman terpatri diwajahnya. Namun, tiba-tiba senyuman itu memudar seketika dari wajah imutnya. Ia memundurkan langkahnya dan hampir saja menabrak Soo-mi yang berjarak beberapa langkah di belakangnya. Ia pun berbalik dan segera memberikan wadah makanan itu pada Soo-mi. Untung saja pelayan itu dengan cepat menerimanya.

"Ada yang harus aku kerjakan di rumah. Aku pergi dulu!" kata Se-ri lalu ia berlari meninggalkan rumah tersebut. Membuat Soo-mi terlihat kebingungan.

Tenggorokan gadis itu rasanya tercekat. Matanya mulai memanas. Se-ri mencoba untuk menahan air matanya agar tidak jatuh. Ia berusaha untuk tidak menangis sekarang. Tapi, air matanya itu sudah tidak bisa ia bendung lagi. Ia menangis di sepanjang perjalanan menuju ke kediaman Han. Ia belum pernah merasakan rasa sakit itu sebelumnya, itu baru pertama kali dalam hidupnya. Hatinya terasa amat sakit bagaikan tertusuk oleh ribuan belati.

Sesampainya di gerbang kediaman Han, Se-ri segera mengusap air matanya terlebih dulu ia tidak ingin orang-orang rumah melihatnya menangis. Dengan langkah cepat ia masuk ke dalam rumah tersebut. Ji-kyo bertanya padanya namun ia tidak menggubris pertanyaan lelaki tersebut.

"Ada apa dengannya?" tanya Ji-kyo pada dirinya sendiri.

Saat ini Se-ri sudah berada di dalam kamar yang ditempatinya. Ia membungkam mulutnya agar suara tangisnya tak terdengar oleh orang lain. Ia merutuki dirinya yang menurutnya bodoh. Sangat bodoh. Ia juga beberapa kali memukuli kepalanya yang tidak bersalah.

"Yak Han Se-ri kenapa kau menjadi bodoh seperti ini? Hiks ... Seharusnya kau menyelidikinya terlebih dahulu! Kenapa kau langsung hiks ... jatuh cinta padanya hanya karena dia baik padamu ..." rutuknya pada dirinya sendiri dengan suara yang parau.
































My Life in JoseonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang