제34화

558 49 0
                                    

Se-ri amat sangat terkejut saat melihat sosok lelaki berwajah seperti Pangeran Dae Joon. Gadis itu hampir saja melempar sebuah barang yang ada di sana namun urung karena yang ia lihat bukanlah hantu. Tapi benar-benar Dae Joon.

Kini keduanya sedang berada di depan gerbang kediaman Han. Se-ri menjadi iba saat melihat keadaan Pangeran Dae Joon saat itu. Pakaian lelaki itu yang terlihat seperti compang-camping dan wajah kotor di beberapa bagian membuatnya merasa miris.

"Anda ternyata masih hidup?" Tanya Se-ri pada lelaki tersebut.

Dae Joon menganggukkan kepalanya pelan.

"Kenapa Anda tidak kembali lagi ke Istana? Anda bilang jika Anda selamat, Anda akan kembali ke istana tapi kenapa Anda tidak menepati ucapan sendiri." Se-ri masih ingat betul perkataan Dae Joon sebelum rencananya dilaksanakan yang membuat lelaki itu dinyatakan telah meninggal.

Dae Joon hanya terdiam dengan kepala tertunduk. Ia juga masih ingat perkataannya waktu itu. Ia pun awalnya ingin kembali ke istana namun ia memilih untuk tetap tinggal dengan Petani itu. Ia melakukan itu agar Ibunya tidak lagi berambisi untuk menjadikannya seorang penerus takhta.

Melihat Dae Joon yang hanya terdiam dan terlihat menyesal itu membuat Se-ri sadar bahwa tak seharusnya ia langsung mengucapkan perkataan itu padanya.

"Apa Anda baik-baik saja?" Tanyanya mengubah topik pada lelaki itu yang awalnya menundukkan kepala menjadi melirik ke arahnya.

"Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"

"Syukurlah. Saya juga baik-baik saja." Se-ri tersenyum tipis yang dibalas senyuman lebar oleh Dae Joon. Padahal sebenarnya keduanya masih belum merelakan kepergian Putra Mahkota.

"Apa Anda sudah tahu--"

"Aku tahu." Sela Dae Joon cepat. "Hyeongnim terlalu cepat meninggalkanku." Setetes air matanya jatuh kembali.

Dae Joon kembali menangisi kepergian Kakaknya. Bahunya bergetar lelaki itu itu menangis terisak.

"Jika saja... jika saja aku kembali ke istana, mungkin aku bisa melihatnya meski untuk yang terakhir kalinya. Aku menyesal..." tangis Dae Joon pecah padahal lelaki itu dengan susah payah berusaha mencoba untuk menahannya.

Se-ri pun ikut merasakan kesedihan yang sama. Tanpa gadis itu sadari air mata sudah mengalir dari sudut matanya. Gadis itu mengusap punggung Dae Joon mencoba menenangkan lelaki tersebut.

Kesedihan mereka semakin menyatu dengan alam sekitar yang menghening. Tidak ada orang yang keluar saat sudah tengah malam seperti itu. Hanya ada suara isak tangis kecil yang keluar dari bibir Dae Joon diiringi dengan suara binatang malam.

"Apa Anda memiliki tempat untuk bermalam?" Tanya Se-ri setelah Dae Joon menghentikan tangisnya. Gadis itu mengerti keadaan lelaki yang sudah ia anggap sebagai temannya itu.

Dae Joon lantas menggeleng.

"Ayo ikut Saya." Gadis itu menarik lengan lelaki tersebut.


"Rumah siapa ini?" Tanya Dae Joon karena Se-ri membawanya ke sebuah rumah hanok yang terlihat lebih besar dan bagus dibandingkan dengan tempat tinggal warga di sekitarnya.

Gadis itu hanya terdiam menatap ke depan. Lalu ia melangkah masuk ke dalam pekarangan rumah tersebut. Otomatis Dae Joon mengikutinya dari belakang.

"Rumahku. Warisan dari mendiang Jeoha." Ucap gadis itu masih menatap bangunan di hadapannya.

Awalnya Se-ri tidak tahu bahwa mendiang Yi Woo menghadiahkan sebuah rumah untuknya. Rumah yang sekarang miliknya itu merupakan salah satu aset Putra Mahkota yang kini sudah tiada.

My Life in JoseonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang