제33화

509 50 0
                                    

Di sebuah rumah Hanok yang terlihat biasa saja itu terdapat seorang pria tua dan pemuda yang sedang duduk di teras rumahnya yang terbuat dari kayu. Kedua pria yang berbeda usia itu sedang melepas penat setelah seharian bekerja di ladang.

Pria tua itu agaknya ingin mengatakan sesuatu kepada pemuda yang ia temukan di sungai itu lalu dirawatnya dan sampai saat ini pemuda tersebut masih tinggal bersamanya. Membantu dirinya bertani.

Pria baya itu hendak berbicara namun ucapannya urung tertahan diujung bibir ketika pemuda itu beranjak dari duduknya.

"Ajeossi, mari kita makan. Aku sudah lapar," ucap pemuda itu kepada pria tua tersebut.

Pria yang dipanggil Paman itu mengiyakannya lalu mereka berdua masuk ke dalam rumah tersebut.

Pria yang sudah berumur itu memerhatikan pemuda yang sedang melahap makanannya tersebut. Beliau tahu siapa pemuda yang telah menemani dan membantunya belum lama ini. Pemuda itu adalah Pangeran Dae Joon. Beliau tahu karena salah satu anggota keluarga istana itu sering bertandang ke desa tempat tinggalnya. Pangeran Dae Joon sering membantu petani yang kesusahan.

Pemuda yang bernama lahir Yi Seok-won itu mengangkat wajahnya ketika menyadari kalau hanya dirinya sendiri yang melahap makanannya sementara Paman itu hanya memandanginya saja.

"Kenapa ajeossi tidak makan? Apa tidak berselera?" tanyanya pada pria yang ia panggil paman itu.

Pria tua itu hanya terdiam membuat pemuda itu kembali bersuara."Aku akan membelikanmu makanan di kedai," ia hendak beranjak pergi namun pria itu menahannya.

"Tidak perlu. Aku akan memakan makanan ini saja," cegah pria itu lalu mulai memakan makanan yang tersaji di depannya. Membuat lelaki yang masih menyandang gelar Pangeran Dae Joon itu tersenyum.

Paman itu memakan makanannya sambil berpikir. Beliau akan mengatakan hal itu setelah selesai makan. Bagaimanapun ia harus menyampaikan ucapan seorang Menteri yang datang ke rumahnya tempo lalu. Beliau tidak masalah jika dirinya akan tinggal seorang diri lagi. Toh beliau sudah terbiasa. Beliau harus menyampaikannya untuk keberlanjutan dinasti Joseon.

Kini keduanya sudah selesai mengisi perut dan sekarang kembali duduk di teras menikmati langit Joseon yang sudah berwarna jingga, tanda petang sudah menjelang.

"Kembalilah ke Istana. Tempatmu di sana."

Ucapan Paman itu yang tiba-tiba membuat Dae Joon yang sedang menikmati waktu senja segera menoleh ke arahnya dengan wajah yang terkejut tak menyangka.

"Ajeossi..."

"Aku sudah tahu siapa dirimu yang sebenarnya sejak aku menolongmu yang tak sadarkan diri di sungai." Beliau memandang wajah Pangeran Dae Joon yang masih terkejut.

Pria baya itu berdiri dari duduknya, lalu membungkuk memberikan penghormatannya kepada pemuda tersebut. "Anda Dae Joon-gun."

"Ajeossi tidak perlu seperti ini." ucap Dae Joon agar Paman itu tidak membungkukkan badan seperti itu kepadanya.

"Aku tidak akan kembali ke istana. Aku akan tetap tinggal di sini."

"Anda tidak bisa seperti ini." Paman itu menyela.

"Anda pewaris takhta satu-satunya saat ini. Anda harus melanjutkan dinasti Joseon." lanjutnya.

"Kakakku sang pewaris takhta. Dia yang akan menjadi raja selanjutnya. Kenapa kau berbicara seperti ini?" Dae Joon tidak mengerti kenapa pria yang sudah ia anggap sebagai Pamannya berbicara tentang hal itu.

Pria itu terlihat terdiam sejenak. Beliau tidak tega mengatakan hal itu kepada pemuda tersebut. Karena beliau tahu bahwa Dae Joon begitu menyayangi Kakaknya itu.

"Kakak Anda sudah wafat. Kini Anda satu-satunya calon penerus takhta."

Dae Joon melebarkan matanya saat mendengar penuturan dari Paman tersebut. Kakaknya sudah wafat?

"Tidak mungkin! Kakakku baik-baik saja. Dia belum wafat." Dae Joon menyangkalnya. Namun melihat mata pria baya yang tidak terlihat adanya sedikit pun kebohongan itu membuatnya getir.

"Maafkan Saya karena tidak langsung menyampaikan tentang hal ini kepada Anda. Maafkan Saya." Pria baya itu menundukkan kepalanya dalam dan hatinya ikut bersedih saat mendengar Dae Joon menangis diam-diam.

Tidak pikir panjang lagi, Dae Joon segera pergi berlari meninggalkan petani tua itu dan rumah tradisional yang telah ia tempati belum lama ini. Ia berlari sekuat tenaga membelah jalanan pedesaan dengan air mata yang mengalir deras dari pelupuk matanya.

Pria baya itu memandang senja yang sebentar lagi tergantikan oleh rembulan yang akan muncul. Kini petani tua itu kembali hidup seorang diri.

Dae Joon menghentikan larinya saat dirinya sudah tiba di ibukota Joseon saat itu, Hanyang. Napasnya tersenggal-senggal dan keringat sudah membasahi tubuhnya. Lelaki itu telah berlari berkilo-kilo meter jauhnya. Namun yang ada dipikirannya saat ini hanyalah Kakaknya, Yi Woo. Bagaimanapun caranya ia harus melihat Kakaknya meskipun untuk yang terakhir kalinya. Meskipun Kakaknya itu tidak lagi bisa menatapnya. Ia harus melihat Kakaknya dengan mata kepalanya sendiri.

Namun Dae Joon tercekat nyaris dirinya ambruk saat mendengar penduduk di sana mengatakan bahwa Putra Mahkota telah dimakamkan.

~~~

Sekarang ini Dae Joon berjalan tak tentu arah tujuannya setelah pergi ke tempat peristirahatan terakhir Kakaknya. Dirinya menyesal karena setelah tinggal di desa dengan Paman itu, ia tidak ingin tahu dan menghindari semua hal yang berhubungan dengan istana dan para anggotanya. Ia pikir Kakaknya baik-baik saja dan akan menjadi raja di masa yang akan datang. Namun itu hanya angan-angannya saja.

Ia tidak tahu apa penyebab Kakaknya itu meninggal. Setahu dirinya Yi Woo tidak memiliki riwayat penyakit apapun. Ia kembali merasa menyesal karena tidak bisa melindungi Kakaknya itu. Seandainya saja ia kembali ke istana mungkin, Yi Woo tidak akan meninggalkannya. Setidaknya ia bisa melihat wajah Kakaknya meskipun untuk yang terakhir kalinya.

Ia juga tidak tahu akan pergi ke mana dirinya. Apalagi hari sudah malam, tidak ada tempat untuknya bermalam. Jika ia pergi ke istana bisa jadi seluruh penghuni di sana gempar karena kedatangannya yang orang-orang tahu sudah tiada.

Dae Joon menghentikan langkahnya. Ia tiba-tiba teringat seseorang. Ia harus menemui gadis dari masa depan yang bernama Han Se-ri.

.

.

Seorang gadis yang sedang tertidur pulas itu tiba-tiba terbangun karena mendengar suara ketukan dari jendela kamar yang ditempatinya. Se-ri berjalan mendekat ke arah jendela tersebut. Lalu ia membukanya dan matanya itu menangkap sosok seorang pria namun penglihatannya masih buram. Ia mengucek kedua matanya dan kembali melihat orang yang berdiri di bawah jendela kamar tersebut.

Gadis itu terkejut bukan main sampai kedua matanya hampir lempas dari tempatnya saat melihat wajah sosok itu dengan jelas.

"Dae Joon-gun?!"









































My Life in JoseonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang