Hujan rintik tiba-tiba mengguyur area kampus saat Jisung keluar dari gedung fakultasnya. Udara dingin yang berhembus kencang membuat tubuhnya meremang, ia mengusak kedua lengannya, berharap dengan sedikit gesekan dapat memberinya kehangatan.
Ia berencana jalan-jalan dengan Minho malam ini, menikmati ketenangan di bawah bintang-bintang di taman yang berada di atas bukit kecil, letaknya tak jauh dari kampus mereka.
Si manis menghela napas, ia menengadah melihat langit yang ditutupi awan hitam pekat. Rencananya akan gagal.
Meski tahu kemungkinan rencananya akan terwujud sangat kecil, Jisung tetap melangkahkan kaki menembus dinginnya hujan untuk menghampiri Minho, karena lelaki itu akan tetap menunggu Jisung di ruang dance meskipun Jisung tidak akan datang.
Jisung sangat menyesal tidak menghampiri Minho kala itu, ia terlalu sibuk dengan teman-temannya di perpustakaan untuk mengerjakan makalah sampai malam tiba, hingga ia tidak sempat hanya sekedar mengabri Minho. Ia pikir Minho sudah pulang dan tidak menungguinya lebih lama. Ternyata ia salah, ia tidak menemukan Minho di manapun saat Jisung tiba di flat. Si manis mencoba menghubungi ponsel lelaki itu namun lagi-lagi suara perempuan khas operator yang terdengar. Alhasil ia kembali lagi ke kampus tempat Minho berada. Dan benar saja lelaki tampan itu masih setia menungguinya dengan senyum tampan menyambut kedatangannya. Gila, Jisung pikir. Lebih gila lagi Minho tidak menunjukkan kemarahan sedikit pun.
Jisung berjalan menyusuri lorong yang cukup sepi tanpa menggunakan alas kaki, kubangan air yang tidak sengaja ia pijak membuat sepatunya basah, terpaksa ia harus melepasnya jika tidak ingin masuk angin. Ah, tapi lantai yang ia pijak tidak kalah dinginnya.
Tak jauh terdengar suara dentuman musik yang Jisung yakini berasal dari ruang dance, si manis mempercepat langkahnya saat ada beberapa mahasiswa yang berpapasan dengannya melihat dengan tatapan aneh. Wajar saja karena ia nampak seperti kucing yang melarikan diri saat dimandikan oleh pemiliknya.
“halo” si manis menyembulkan wajahnya di balik pintu
“Loh ji?” Chae yang sedang menunggu giliran di belakang ruangan sontak menyadari keberadaan Jisung. Tadi Minho ngotot untuk latihan lebih dulu dengan timnya. Sebenarnya ruang latihan cukup luas untuk digunakan secara bersamaan tapi suara musik yang dihasilkan akan bertabrakan, jadi mau tidak mau Chae harus mengalah kepada lelaki itu.
Ia menyuruh Jisung di kursi yang semula ia duduki “lo kesini nyari Minho? basah banget ji, habis hujan-hujanan apa gimana?”
Jisung meringis, ya iyalah ujan-ujanan yakali habis kecebur empang
Beberapa gadis yang duduk lesehan dan ada juga beberapa duduk di kursi menyempatkan menoleh ke arah Jisung untuk saling menyapa
Jisung beralih mengamati pantulan Minho yang sedang menari di depan cermin. Gerakan-gerakan yang ia lakukan membuat kaosnya mengetat hingga tubuh atletiknya tercetak jelas, sangat menawan dan gagah. Lihatlah tiddynya.. bagaimana Jisung baru sadar jika temannya memiliki tiddy sebesar itu. Perasaan saat memeluknya..
Puk
Chae meletakkan handuk putih di atas kepala Jisung “pake itu buat ngeringin rambut sama tubuh lo, gue habis liat dari jendala tadi ternyata di luar lagi hujan ya. Kenapa nggak Minho aja yang nyamperin lo?”
“gue udah janji mau ke sini tadi” Jisung mengusak rambut basahnya, manik sipitnya menangkap sosok di belakang Minho yang menurutnya tidak asing.
Felix? Jisung mengerjap-ngerjapkan mata, memastikan bahwa ia tidak salah lihat
“yaelah, lo gak perlu berkorban hujan-hujanan gini buat nyamperin dia ji, tinggal bilang aja lo gabisa ke sini gara-gara hujan, ntar Minho juga bakal nyamperin” ada seringai dibalik senyumnya, Chae yang mengenal Minho dengan baik sejak SMA sekaligus menjadi kepercayaan lelaki itu sebelum Changbin. Ia tahu betul sebucin apa Minho kepada lelaki manis di sampingnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Bestb̷̷o̷̷y̷̷friend | Minsung
FanfictionBukankah aneh jika melakukan hal-hal manis dengan sesama jenis setelah dia mendeklarasikan diri sebagai homofobik? "lo yakin dia homofobik bin?" 25/05/21