3. Tinggi Sama Rendah

24 17 0
                                    

Sudah tiga hari berlalu sejak aku berkelana melewati hutan yang amat besar ini bersama Kairis, gadis Manser yang menyelamatkan aku dari kawananan preman kemarin. Selama perjalanan itu jumlah kalimat yang tertukar di antara kami masih bisa dihitung dengan jari, sehingga membuat waktu kami berdua terasa begitu canggung, setidaknya bagi diriku. Bahkan sekarang ketika kami sedang duduk di depan sebuah api unggun, masing-masing dari kami terlihat sibuk dengan dunia kami sendiri. Aku membakar ikanku yang ditusuk dengan sebuah ranting pohon di atas kobaran api itu, sementara Kairis fokus membersihkan sekop besinya. Benda kesayangan miliknya untuk alasan yang tidak kuketahui, barangkali dia pernah menggunakan benda itu untuk mengubur kucingnya atau semacamnya.

"Hm, kelihatannya ini sudah matang." Gumamku kepada diriku sendiri, namun dengan niat menarik Kairis untuk berbicara denganku.

Sebenarnya, ikan yang menjadi lauk makanku pada malam hari ini adalah hasil tangkapan Kairis, yang mampu melakukan hal itu dengan mudah melalui kekuatannya yang disebut Mansi. Ia tinggal menunggu sampai beberapa ekor ikan berkumpul di satu bagian sungai, lalu mengurung mereka dengan mendirikan dinding tanah di sekitar mangsanya itu. Dengan trik semacam itu di tangannya, ia bisa mendapat hasil tangkapan yang mencapai lebih dari sepuluh ekor ikan sekaligus. Hal yang mungkin menjadi satu-satunya alasan sang gadis sudi berbagi dengan aku.

Itu ditambah dengan kemampuanku untuk membuat api unggun sendiri memanfaatkan bahan-bahan alami yang ada di sekitar kami.

"Rasanya lumayan manis..." Gumamku lagi sambil mengunyah ikan bakarku, perbuatan yang sama sekali tak menarik sebuah respons dari Kairis.

Tanpa perlu penjelasan langsung dari sang empunya, aku bisa menebak-nebak kekuatan macam apa yang dimiliki oleh Kairis. Kata "Manser" dan "Mansi" terdengar seperti berbagai istilah yang biasa kutemui di dalam sebuah game RPG, yaitu Necromancer dan Necromancy. Kalau tidak salah, istilah tersebut terdiri atas dua kata yang berbeda dari bahasa Yunani kuno, yang dipersatukan untuk membentuk sebuah julukan bagi orang yang memiliki kuasa atas kematian. "Necro" adalah bidang kekuasaannya sementara "Mancer" merupakan penggunanya. Hasil pencarian dari kamus offline yang terinstal di HPku membuktikan itu. Seharusnya inilah benda yang kutunjukkan ke para preman kemarin...

Kalau dilihat dari objek yang terpengaruh oleh kekuatan Kairis yang berupa bongkahan tanah dan bebatuan, maka dapat disimpulkan bahwa ia adalah seorang Geomanser, orang yang memiliki kekuasaan atas elemen tanah. Meskipun cara ia menggunakannya terkesan agak simplistis, aku yakin bahwa Mansi adalah kekuatan yang lebih kompleks daripada yang kupahami sekarang. Ketika tali cahaya kecoklatan yang terlihat setiap kali Kairis menggunakan kekuatannya itu muncul, ia tak tampak membatasi pergerakan objek yang terpengaruh sedikit pun, layaknya boneka yang dikendalikan oleh seorang dalang. Kemungkinan besar tali itu berfungsi sebagai sebuah penghubung, bukannya suatu pengikat.

"Fanus Diare? Itu namamu kan?" Tanya Kairis kepadaku, akhirnya memberi perhatian yang begitu kuinginkan sejak tadi.

"Um, namaku Fano Duari. Apa barusan itu... sengaja?"

"Apakah aku terbata sedikit pun? Tidak bukan? Aku yakin otak kelas tinggimu itu bisa menebak niatku dengan mudah, karena apa pun yang kalian katakan akan menjadi kebenaran." Jawab Kairis dengan ganas kepadaku. Barusan itu bukan sekadar sarkasme, melainkan cairan asam yang seakan disiramkan langsung pada hatiku.

Realitas itu memang kejam. Ketika aku mendapat apa yang kuinginkan, ia seolah memastikan untuk mewujudkannya sebagai sesuatu yang bakal menyiksa diriku, baik secara jasmani maupun rohani. Padahal, untuk saat ini aku hanya ingin perbincangan yang santai dengan Kairis, tanpa perlu adanya bumbu-bumbu romantisme bertaburan di atasnya. Sayangnya, bahkan hal sepele macam itu pun tampak terlalu indah untuk menjadi nyata. Entah itu atau aku sendiri yang payah dalam berinteraksi dengan para wanita. Kurasa berada di dunia lain pun tak akan mengubah fakta itu, apa aku harus mengandalkan penampilan fisikku saja? Kesannya terlalu murahan bagiku.

Isekai HaremanserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang