"Itu tidak terlihat bagus... Sebaiknya kalian semua berlindung di balik sesuatu! Tiaraplah jika perlu. Aku yakin ini akan menjadi serangan terburuknya sejauh ini." Peringat paman Baltur kepada kami.
Tatkala seluruh koloni Lugmyebahn itu sudah memasuki rahang Xysiltioth, Matahra pun memusatkan setiap Talinya pada makhluk itu dan membuatnya menutup mulutnya untuk menahan udara itu hingga pipinya agak menggelembung. Apabila firasatku benar tentang ini, ia akan segera melancarkan serangan proyektil nan mematikan menuju kami, menyemburkan badai serangga yang kuharap tak disertai dengan bau napas yang buruk. Sesuatu yang mustahil terjadi mengingat monster-monster ini kemungkinan melahap manusia untuk sarapan mereka, lauk paling tak sedap di dunia ini.
Diam-diam, aku pun menurunkan paluku ke pemurkaan tanah dengan pelan dan meregangkan tangan kananku di sebelah badanku, bersiap memakai kekuatanku untuk menghadapi gempuran Matahra tanpa disadari oleh Kairis terlebih dahulu. Jujur aku merasa aneh sampai mesti berbuat begini, seakan sang gadis adalah ibuku atau semacamnya. Rasanya aku jadi teringat saat Fano kecil mengacungkan sebuah jari tengah kepada ibunya di belakang punggungnya, terlalu takut untuk menunjukkan itu dengan terang-terangan agar ia tidak dibuang ke panti asuhan. Biarpun begitu, sebaiknya aku menghindari peluang mengolah ia kehilangan niatnya untuk lanjut berpetualang denganku, karena setiap Pahlawan memerlukan seorang Putri di sisinya. Aku yakin kami pasti dipertemukan oleh takdir untuk sebuah alasan mulia.
Terlebih lagi, siapa tahu kalau upayaku memakai kekuatanku akan membuahkan hasil yang menguntungkan bagi kami semua, bisa jadi sang gadis akan memujiku daripada memarahiku kembali.
"Hah... Inilah yang paling kutakutkan sejak awal, kalau usahaku ini tidak cukup untuk melindungi kalian sampai akhir," keluh Kairis yang masih kelelahan, sehabisnya ia pun membentangkan kedua tangannya ke depan "Ayolah, Geomansi. Jika kau ingin terus menumpang di dalam tubuhku tanpa seizinku, setidaknya bantulah aku ketika aku benar-benar perlu. Jangan cuma membunuh orang saja, sesekali selamatkanlah mereka."
Akibat merasa berada di batas tenaganya, sang gadis sekokoh batu pun menunjukkan momen kegoyahan yang langka, menghubungkan Tali Geomansinya barangkali untuk yang terakhir kalinya dalam pertarungan ini. Meskipun wajahnya sudah dibasahi oleh keringat dingin, Kairis tetap mendorong dirinya untuk melewati batasan itu, hanya demi menolong sekumpulan orang asing yang cuma dikenalnya selama beberapa hari ini. Padahal, bila ia mau, seorang Geomanser sepertinya dapat melarikan diri dari pertarungan ini dengan mudah, membiarkan kami menjadi korban pengalihan untuk menahan Matahra sementara ia berlari dari sini. Aku bahkan tak bisa menyalahkannya sepenuhnya apabila ia sungguh berbuat demikian, sebab itu merupakan pilihan terpintar dalam perkara ini.
Tekad itulah yang ikut menarikku bersamanya untuk berusaha semampuku, membantu Kairis mempertahankan keberlangsungan hidup kami. Sialnya, sulit mengetahui jalanku untuk melakukan itu dengan baik, terutama lantaran kekuatan Mansiku yang selalu terlihat mengganggu setiap kali aku menghubungkannya dengan sesuatu. Jika ini berjalan buruk, terdapat peluang aku malahan menghancurkan usaha sang gadis karena penggunaan kekuatanku yang ceroboh. Idealnya, aku cuma ingin memperkuat Hubungannya dan tidak mengambil alihnya sebagaimana dalam sesi latihan kami, sesuatu yang entah kenapa kurasa mampu kulakukan. Ya... Aku tak menyadarinya hal ini sebelumnya, lamun ada semacam insting yang tertanam di dalam jiwaku mengenai cara kerja kuasa Mansiku, yang seolah memberikanku jawaban terhadap persoalanku asalkan aku mengajukan pertanyaan yang tepat. Ibaratnya menemukan kunci yang benar di antara sekian banyak yang terpasang pada gantungannya untuk membuka sebuah pintu.
Tak menunggu untuk siapa pun, Kairis pun mengerahkan seluruh tenaganya yang tersisa untuk membangun suatu dinding tipis yang mencapai tinggi sekitar tiga meter saja, berhenti berkembang bertepatan dengan terjatuhnya tubuh Kairis ke permukaan tanah. Caranya tumbang lemas ke tanah dengan bebas mengingatkanku akan seorang penyihir yang selalu kehabisan tenaga sehabis menggunakan satu sihir ledakan, persamaan yang lumayan akurat namun sedikit membuatku merasa bersalah. Kurasa aku harus menebus itu dengan mengangkat hasil usahanya ke tingkatan yang lebih tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Isekai Haremanser
FantasiaNamaku adalah Fano Duari, seorang pemuda berusia tujuh belas tahun yang sayangnya harus mati tanpa sekali pun pernah mengalami bagaimana rasanya memiliki seorang kekasih karena tertabrak oleh sebuah truk. Tiba-tiba, aku pun terbangun di sebuah duni...