Dihadapkan dengan pemandangan yang tidak biasa itu, aku bisa mendengarkan berbagai reaksi terkejut dari orang-orang di sekitarku, tak terkecuali Drurivan yang sampai jatuh terjungkal ke belakang bersama kursinya. Bahkan suara sang remaja yang meringis kesakitan sambil memegang punggungnya terasa lebih nyaman didengar daripada suara milik gadis itu apalagi Tera yang sedang menahan badannya. Secara otomatis pikiranku langsung mengidentifikasi gadis ini sebagai sang Terastiomanser yang kami antisipasikan sejak tadi.
"Oh, aku tidak menyangka ternyata kamu cukup berani untuk menunjukkan dirimu. Kukira kalian para Terastiomanser adalah pengecut yang dipilih secara khusus untuk memimpin hewan peliharaan tak berakal kalian dari kejauhan sementara kalian meringkuk di sebuah lubang. Baguslah, dengan begini aku tak perlu membuang-buang waktu untuk menggalimu keluar dari lubang persembunyianmu, dan sebagai gantinya aku punya lebih banyak waktu untuk membuatmu menyesali perbuatanmu!" Tegas Kairis yang lalu mengangkat sekopnya untuk menunjuk sang Terastiomanser.
"Hm... menyesali perbuatanku? Seperti apa? Apa mungkin ini yang kamu maksud?" Tanya gadis itu dengan nada yang monoton, selagi mengeluarkan tangan putih pucatnya yang berkuku tajam dari perlindungan sayap kelelawar itu untuk menunjuk pada sesuatu dengan telapak yang terbuka, seolah ia sedang mempersembahkan hal tersebut.
Seakan-akan Tera berwujud kelelawar albino dengan struktur tulang yang menonjol itu belum cukup mengindikasikan identitas gadis itu, ia pun menembakkan sebuah tali Permansian ke arah tempat yang seingatku merupakan sebuah semak belukar. Setelah itu, suara bising menyerupai kepakan sayap sebuah koloni serangga pun tersebar dari situ, diiringi dengan bunyi gerakan semak-semak itu sendiri. Akhirnya, aku bisa mendengar dengan jelas bahwa ada suatu benda besar yang keluar dari tumbuhan liar itu, yang bentuknya mulai diperlihatkan oleh koloni serangga sebesar kumbang yang mengangkatnya terbang dengan menutupi keseluruhan wujudnya. Angin malam yang berembus pun membawa bau busuk yang agak menyengat dari benda itu, seketika membuatku menutup hidungku.
Sehabis terbang sedikit melewati dinding tanah Kairis, koloni Tera menyerupai serangga itu pun mendadak menyala merah dan menjatuhkan benda itu, menerangi identitasnya sebagai mayat seorang pria yang dagingnya hampir habis termakan dengan ekspresi yang selamanya terbeku dalam jeritan kesakitan. Petunjuk jelas dari kematian yang sangat tersiksa.
Tak terbiasa terekspos terhadap pemandangan yang begitu brutal, aku pun segera bangkit berdiri dari kursiku dan berlari ke samping suatu bangunan untuk memuntahkan isi perutku yang bahkan belum banyak terisi sejak pagi ini. Di dalam hatiku aku merasa bersyukur dengan keputusanku untuk menunda makan sementara, namun mengingat penampakan mayat itu sekilas saja dapat membuat aku kembali muntah.
Kuakui bau mayat itu tak seburuk yang kubayangkan, sebab keadaannya yang terkesan telah lama membusuk. Hanya saja, membayangkan siksaan macam apa yang mesti dilalui pria itu untuk berakhir dalam kondisi yang mengenaskan itu. Aku yakin ia pasti telah dimakan hidup-hidup oleh koloni serangga tersebut.
"Ayah, ayah. Bukannya itu kakak Hevren? Dia terlihat seperti kakak Hevren..." Tanya putri kecil paman Balturok yang berdiri di samping kakinya selagi menunjuk ke arah mayat itu, membuat paman Balturok semakin menyembunyikannya di balik badannya.
Drurivan yang mendengar itu pun ikut memperhatikan mayat itu "Hevren? Bagaimana kamu mengetahui itu? Ah, gelang perak di tangannya itu persis dengan yang diberikan Nona Maste ke Hevren! Kukira dia cuma berkeliaran mencari kelompok bandit untuk dijahili lagi... tapi ternyata kamu membunuhnya di tengah tugas patrolinya!"
Teriakan penuh rasa kemarahan yang ditunjukkan Drurivan terkesan sangat berkontras dengan mata sang Terastiomanser yang masih menatap kami datar, bahkan kalau aku tak bisa melihat sebagian besar wajahnya. Manik kelabu milik gadis itu terlihat bersinar di kegelapan barangkali akibat kekuatan Terastiomansinya, mengintimidasiku dengan keasingan yang terpancar olehnya, hampir terasa alien. Tetap saja, itu masih lebih baik daripada melihat mayat sebelumnya lagi, sehingga aku memutuskan untuk terus memperhatikannya sebagai sebuah pengalihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Isekai Haremanser
FantasyNamaku adalah Fano Duari, seorang pemuda berusia tujuh belas tahun yang sayangnya harus mati tanpa sekali pun pernah mengalami bagaimana rasanya memiliki seorang kekasih karena tertabrak oleh sebuah truk. Tiba-tiba, aku pun terbangun di sebuah duni...