16. Puncak Malam

3 1 0
                                    

Kairis yang sebelumnya berdiri di samping Oltyart pun langsung menggunakan sebuah tumpuan yang baru dibuatnya dari tanah untuk menaiki dindingnya, kemudian kembali memanfaatkan kuasa Geomansinya untuk meninggikan dinding tanah yang dipijaknya itu hingga hampir selevel dengan pohon tempat Matahra berada. Berkat tubuh Kairis yang tinggi dan Matahra yang pendek, sang gadis dapat menemui mata lawannya itu dengan mudah. Aku tidak tahu apakah ia melakukan hal itu dengan kesadaran penuh, namun tindakannya itu merupakan sebuah cara yang bagus untuk menunjukkan kekuatan mental kami, bahwa kami tak akan mengalah begitu saja bahkan saat dihadapkan dengan ancaman yang besar. Walaupun bidang pengaplikasiannya sangat berbeda, aku merasa kalau teknik tersebut adalah sesuatu yang kerap dipakai oleh ayahku sebagai seorang politikus.

"Jadi kamu memutuskan untuk datang tepat waktu ya. Kontras dengan perkataanmu, sepertinya kamu masih memiliki sedikit kemanusiaan di dalam dirimu." Sapa Kairis dengan sebuah sindiran, yang setidaknya tak disampaikannya dengan agresi yang tinggi.

"Jangan bersikap bodoh, aku memang membenci seluruh umat manusia, tapi aku tidak akan membiarkan kebencianku membutakan mataku terhadap kelebihan manusia sebagaimana kalian memandang kami. Sama seperti pertarungan ini, itu adalah bagian yang esensial dari usaha kami untuk menggulingkan kalian sebagai makhluk paling dominan di dunia ini. Idealnya aku harus mengalahkan kalian dalam permainan pikiran yang begitu kalian banggakan demi itu." Balas Matahra dengan nada yang hampir terdengar percaya diri, sesuatu yang sulit dibaca darinya.

"Huh, semoga beruntung menjalankan pasukanmu dengan satu pikiran saja, karena sebagian besar dari kalian bahkan tak memiliki itu."

"Kekhawatiranmu itu sia-sia, Geomanser. Aku dan semua anak-anakku berbagi satu pikiran yang sama, jumlah yang lebih dari cukup untuk menaklukkan umat yang kacau dan terpecah seperti kalian."

Serupa dengan pertemuan pertama mereka, kedua Manser itu kembali bertukar kalimat yang ditujukan untuk menjatuhkan satu sama lain. Pada titik ini, aku mulai berpikir kalau hal itu merupakan sebuah tradisi di antara para pengguna Mansi, sebuah metode sapaan unik seperti yang dapat ditemui dalam beberapa kebudayaan di tanah kelahiranku. Hanya saja, bukannya saling lempar pantun atau puisi, mereka malah menyerang lawan mereka dengan sindirian dan hinaan bercampur sentuhan pamer kekuatan mereka masing-masing. Kesannya seakan-akan mereka ingin melakukan pemanasan terlebih dahulu dengan pertarungan kata tanpa konsekuensi sebelum melalui pertarungan yang berdarah, kalaupun tiada yang terasa "panas" bagiku dari Matahra. Terkecuali kalau aku berbicara mengenai penampilannya yang mempunyai pesona kecantikan yang terselubung dalam kengerian. Syukurnya, aku tak cukup gila untuk tertarik kepada seorang gadis yang terlihat seolah ia telah merangkak keluar langsung dari sebuah layar TV.

Mengesampingkan usaha bodohku untuk mengalihkan pikiranku dari situasi yang menegangkan ini, tampaknya mereka berdua melakukan itu untuk mengulur-ulur waktu untuk kedatangan bantuan mereka tersendiri, si Nona Muda bagi Kairis dan pasukan Tera bagi Matahra. Sayangnya, hal itu terbukti lebih menguntungkan bagi sang Terastiomanser, karena aku bisa melihat jumlah pasukannya yang terus bertambah dengan jelas, sementara tiada terdapat tanda-tanda bahwa Nona Muda itu akan segera datang dalam waktu dekat. Berbeda jauh dengan Matahra yang hanya perlu hitungan detik atau menit, kami harus menunggu sampai subuh sampai kedatangan bala bantuan kami. Ini adalah definisi sejati dari usaha yang percuma.

Jika saja kami mempunyai perbandingan angka yang lebih seimbang, barangkali kami mampu menyerang mereka sekarang dengan harapan mendapat keuntungan sedikit atas mereka. Sialnya, melawan sebuah pasukan seperti itu dengan tim sepak bola kami di ruang terbuka hanya akan berakhir dengan kekalahan total. Alasan yang sama juga membuat kami tidak bisa melarikan diri dari tempat ini. Satu-satunya kesempatan kami untuk bertahan hidup dari krisis ini hanyalah dengan memanfaatkan keuntungan lingkungan yang disediakan oleh desa ini serta dinding yang mengelilinginya, yang dapat membatasi jumlah Tera yang harus kami lawan sekaligus. Aku tak pernah menyangka bahwa suatu hari aku akan terjebak dalam keadaan bunuh atau dibantai semacam ini.

Isekai HaremanserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang