Tatkala aku berbalik melangkah ke posisi asalku, aku menyadari tanda-tanda yang ditunjukkan Zilart kalau ia ingin mengucapkan sesuatu kepadaku. Tertarik kepada sang gadis yang lumayan manis dengan rambut coklatnya yang dikuncir ekor kuda sepunggung dan ekspresi wajahnya yang lembut, aku pun menjeda singkat untuk mendengarkan sang gadis bertinggi standar, sedikit di bawah Kairis.
"Terima kasih untuk itu, Fano. Maaf aku sampai berteriak kepadamu tadi. Aku tidak sanggup membunuh Ekelrakwa itu sendiri..." Ucap Zilart bersyukur dan meminta ampun kepadaku sekaligus, lanjut memegang tongkatnya yang tak lagi memiliki Fotokristal lalu memfungsikannya sebagai penopang untuk badannya yang bergetar.
"Tidak papa, justru aku senang ada orang lain yang waras di sini selain aku. Takut dalam situasi seperti ini itu wajar saja."
"Wa-waras ya? Kurasa itu masuk a-"
Entah untuk yang keberapa kalinya, Matahra kembali memotong pembicaraanku, hanya saja kini dengan memandang tepat ke arahku "Satu lagi dari anakku mati demi memuaskan hasrat mereka akan kreativitas, dalam usaha mereka untuk menemukan cara untuk menggulingkan umat manusia. Sepertinya aku terlalu mengekang mereka dengan mencegah mereka untuk melukai satu sama lain dengan kekuatan mereka, meskipun itu merupakan jalan terbaik menuju kemenangan. Itu bukanlah sebuah masalah bagi mereka sejak awal, maka dari itu aku akan membiarkan mereka semua bermain sesuka mereka."
Rasanya sulit bagiku untuk menginterpretasikan setiap perkataan sang Induk Tera yang pola pikirnya selalu terkesan begitu terasingkan dari manusia pada umumnya, sehingga aku mengira bila ia akan melepaskan hubungan seluruh Talinya pada anak-anaknya itu. Sebuah perkiraan yang kuketahui keliru ketika ia ternyata ia sekadar mengalihkan Talinya ke sejumlah koloni serangga Tera seperti sebelumnya, yang terbang dari luar dinding menuju ke desa dengan mengeluarkan suara bising khas mereka, selagi membawa sesuatu yang menyerupai sarang lebah yang terbuat atas daging di tengah mereka. Sesekali, sarang tersebut mengeluarkan salah satu dari Tera itu melalui lubang di mukanya yang terlihat mirip dengan organ intim wanita. Wujud benda itu membuatku merasa lebih terganggu daripada rupa para Ekelrakwa.
"Cih, akhirnya gadis itu mengeluarkan koloni Lugmyebhan-nya juga. Sepertinya dia tidak lagi peduli jika 'anak-anaknya' saling melukai. Tak lama lagi semua Ekelrakwa ini akan berteriak tanpa henti ke arah kita." Keluh paman Baltur yang kedengarannya sudah mencapai penghujung optimismenya, perawakannya yang perkasa terbungkukkan oleh kelelahan.
Oltyart justru tersenyum mendengar itu "Jadi bagaimana, paman? Apa kita menyerah saja dan memohon kepada Matahra untuk memberi kita kematian yang paling tidak menyakitkan? Kedengarannya membosankan sekali bagiku, tidak sesuai dengan gaya kita sama sekali."
"Huh, kamu benar sekali, bocah. Satu-satunya gaya yang kita ikuti adalah bertarung sampai titik cerah kemenangan. Barisan belakang! Ambillah sebuah tongkat panjang tidak peduli bagaimana pun kondisinya, gunakan mereka untuk menjauhkan serangga-serangga itu dari orang di barisan depan!" Perintah sang pria dengan suara lantang, memaksaku untuk ikut serta melaksanakannya. Untung saja, Zilart menyimpan sebagian tombak yang telah rusak dan meminjamkan salah satunya kepadaku.
Memposisikan diriku dalam jarak aman maksimal yang memungkinkanku untuk tetap memukul koloni Tera berwujud serangga bernama Lugmyebhan itu. Takut meledakkan sasaranku secara tak sengaja di dekat kepala seseorang, aku mengayunkan tongkatku dengan niat mendorong mereka menjauh saja, tindakan yang ditiru oleh Zilart di sebelahku. Tangannya yang gemetaran membuatnya sering meleset dari sasarannya, hal yang membangkitkan semangatku untuk menghentikan ketakutanku sendiri dan mulai menangani Tera itu dengan lebih efisien. Sialnya, bertentangan dengan peningkatanku itu, suara ledakan yang terdengar menyatakan bahwa terdapat seseorang yang gagal berbuat demikian.
Sang gadis pun menutup telinganya sebagai reaksi terhadap itu lalu bergumam kegilaan "Kenapa kita tidak bisa memelihara Lugmyebhan ini saja daripada menanggung resiko meledakkan mereka di dekat seseorang dan membunuh mereka secara tak langsung? Tidak seperti ini itu terdengar lebih menyenangkan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Isekai Haremanser
FantasíaNamaku adalah Fano Duari, seorang pemuda berusia tujuh belas tahun yang sayangnya harus mati tanpa sekali pun pernah mengalami bagaimana rasanya memiliki seorang kekasih karena tertabrak oleh sebuah truk. Tiba-tiba, aku pun terbangun di sebuah duni...