5. Cahaya Harapan di Kegelapan Hutan

9 2 0
                                    

Mereka tampak seperti tak memiliki naluri bertahan hidup sedikit pun. Aku bahkan tidak bisa menebak apa yang mendorong mereka untuk berbuat sejauh itu. Di saat penuh kebingungan itu, mataku mengungkap keberadaan sebuah Tali cahaya berwarna kelabu yang terhubung dengan kepala mereka, bagai tali pada sebuah boneka. Tidak ingin tertimpa oleh sesuatu yang bukan seorang bidadari, aku pun segera menjauhi tempat itu.

"Mari kita lari saja, mereka itu lebih kuat daripada kelihatannya."

Benar saja, sebagian besar dari kawanan Ekelrakwa itu sudah mampu bangkit berdiri di dalam waktu singkat. Pandangan mata mereka kembali bersinar dengan keganasan seekor predator. Kami berdua pun berlari dari situ, dengan sekawanan pengejar yang sama membuntuti kami. Untung saja, kejatuhan mereka menunjukkan pengaruh yang besar terhadap kecepatan mereka. Beberapa bahkan berlari dengan kaki yang pincang.

Sayangnya, hal yang sama juga berlaku bagi kami. Napas kami mulai terengah-engah, dan terkadang langkah kaki kami goyah. Terutama bagi aku yang jarang melakukan aktivitas fisik, batas tenagaku sudah terasa begitu dekat.

"Syukurlah, ternyata memang ada sebuah desa di daerah ini." Ucap Kairis lirih, pengaruh dari kelelahannya.

Seketika pandanganku pun tertuju ke depan, di mana terlihat beberapa sumber cahaya yang menyala di keajuhan. Anehnya, salah satu dari cahaya itu terlihat semakin dekat dengan kecepatan yang lebih tinggi daripada langkahku. Awalnya aku berpikir kalau itu adalah ilusi yang disebabkan oleh kelelahan, sampai bola cahaya itu terbang lewat di sebelah kepalaku.

Ketika bola cahaya itu menyentuh permukaan tanah, ledakan cahaya yang terang benderang pun terjadi, memaksaku untuk mengalihkan pandanganku darinya.

"What the fuck, barusan itu flashbang? Kukira latar dunia masih di zaman eropa abad pertengahan!" Teriakku tanpa sadar, tak sengaja menyatakan isi pikiranku.

"Kamu bilang ap-"

"Hei, kalian! Cepat kemari selagi mereka masih memulihkan penglihatan mereka!"

Pertanyaan Kairis terpotong oleh teriakan seorang pemuda tinggi berambut pirang yang berdiri di muka pagar yang melindungi desa itu. Di sekitarnya terdapat sekumpulan orang yang terdiri atas remaja lelaki hingga dewasa, yang masing-masing membawa alat pertahanan diri. Pemandangan itu pun membuatku lega, tampaknya kami tak perlu menghadapi kawanan Ekelrakwa itu untuk lebih lama lagi.

Setidaknya begitulah harapanku, sampai pemuda itu menghalangi jalanku dengan sebuah pedang.

"Wah, wah. Jangan main kabur saja. Urusi dulu masalah yang kalian bawa ke sini." Ucap pemuda itu dengan nada main-main, matanya yang biru menatapku bagai sebuah lelucon.

"Apa? Kamu seriusan?"

Kukira ia memanggil kami agar segera berlindung di belakang mereka, di dalam desa yang sedang diamankan oleh mereka. Tampaknya, aku terlalu berharap banyak terhadap kebaikan orang di dunia ini, karena sejauh ini tiada seorang pun di antara mereka yang sudi menolong aku dengan tulus hati. Orang yang pertama kutemui bahkan mencoba untuk merampokku.

Aku sadar masyarakat abad pertengahan tidak dikenal dengan tingkat moralitas yang tinggi, dan mereka memiliki alasan yang dapat dipahami mengenai keadaan yang meresahkan tersebut. Tetap saja, aku merasa agak kecewa. Kalau pertemuan seperti ini terus terjadi bagi setiap orang yang kutemui, aku ragu hidupku bisa berlangsung untuk waktu yang lama.

Metode pencegahan yang paling efektif adalah dengan menjadikan Kairis seorang heroine yang betah berada di sisiku, sesuatu yang harus dimulai dengan membuktikan kegunaanku di matanya terlebih dahulu.

"Huh, baiklah kalau begitu. Lagi pula, seseorang sering mengajarkan kepadaku untuk membereskan masalahku sendiri." Ucap Kairis dari belakangku, yang kemudian berbalik untuk menghadapi kawanan Ekelrakwa yang telah pulih dari efek bom cahaya tadi.

Isekai HaremanserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang