Biarpun begitu, aku tetap tak mampu mencegah diriku dari tertangkap oleh pesona kecantikan Kairis, terutama dengan jarak antara wajah kami yang teramat pendek ini. Jujur aku tidak keberatan bila ia mengambil ciuman pertamaku saat ini juga bahkan kendatipun aku adalah seorang lelaki, sekuat itulah pengaruh pesonanya kepadaku. Malangnya aku, selain mustahil ia sudi berbuat demikian, aku tidak cukup terpengaruh pula untuk melupakan bahwa ia adalah seekor monster. Hanya saja, beragam emosi yang tercerminkan pada pupil zamrudnya itu mengolahku mempertimbangkan kembali kalau apakah ia cuma seorang monster, yang tidak mempunyai satu pun sisi baik padanya. Tentu saja itu keliru, lantaran menatap sekilas saja ke jendela menuju jiwanya itu sudah memadai untuk menyadari bahwa ia hanyalah seorang manusia dengan sisi menyerupai seekor monster dan bukan sebaliknya. Jika tidak, maka bagaimana seekor monster sepertinya bisa tampak begitu kesepian? Aku tahu terdapat satu lagi makhluk yang serupa dengannya, namun menurutku Kairis masih berada di tingkatan yang lebih terhormat daripadanya. Seseorang yang masih mampu diselamatkan dari kegelapan.
Masalahnya, aku bingung mesti berbuat apa dengan kesadaran itu, karena seberapa hebat pun diriku aku tidak dilengkapi dengan kemampuan untuk menyelamatkan dirinya. Sekali lagi aku adalah seseorang yang ingin diselamatkan dan bukan menyelamatkan, sehingga aku lebih suka bila orang lain mendedikasikan sebagian dari kehidupan mereka demi membantuku untuk mencapai titik yang lebih baik dalam hidupku. Tidak sampai mengorbankan nyawa mereka seperti Drurivan tentunya... aku tak mungkin seserahkah itu, namun kurasa berharap seseorang akan menyelamatkan jiwaku itu sudah termasuk amat serakah dalam caranya tersendiri. Aku mau Kairislah yang menjadi gadis ideal impianku demi melakukan itu, lamun itu meminta terlalu banyak darinya yang juga membawa bebannya sendiri. Kini ia sedang tak mampu menjadi malaikat bagi siapa pun.
Jika dipikir-pikir, sejak awal memangnya siapa yang sanggup memenuhi posisi semulia itu? Terkecuali sesosok Dewi layaknya Maste, yang berdasarkan sifat alaminya menempatkan dirinya jauh tinggi di atas kami, tidak memungkinkanku untuk meraih apalagi menggenggamnya di dalam tanganku. Firasatku mengatakan bahwa sebaiknya aku tak mencoba untuk beralih kepadanya untuk jenis keselamatan yang kukehendaki, karena hal itu berpotensi menagih harga yang terlampau mahal bagiku. Kairis terasa lebih nyata bagiku dengan sifatnya yang lebih membumi, pada dasarnya mereka berdua merupakan antitesis dari satu sama lain. Apakah mungkin hal yang benar-benar kuinginkan bukanlah sesosok Entitas Surgawi yang menyelamatkanku, melainkan sekadar seorang manusia yang bersedia menemaniku? Bisa jadi, pada akhirnya mereka akan tampak setara berharganya di mataku.
Kairis pun mendorongku hingga berdiri sebelum menahan bahuku "Hati-hati, dasar bodoh. Pada titik ini kamu sudah melihat hal-hal yang lebih buruk daripada ini, kuatkanlah dirimu Fano."
"A-ah, maaf Kairis. Yah, seharusnya aku begitu... Ter-terima kasih." Responsku dengan gugup, lidahku terlilit oleh rasa malu.
Kukira sang gadis bakalan melemparku memakai kekuatan sekelas gorilla dan kemudian menghajarku dengan sama bengisnya bagai seorang tsundere, terutama usai mendengarnya memanggilku "bodoh" yang berarti "baka" dalam bahasa Jepang. Melihat bahwa Kairis bukan tipe gadis seperti itu mengolahku senang di satu sisi, lamun juga sedih di sisi lainnya. Gadis itu tak akan melakukan tindak kekerasan tanpa alasan yang baik, namun melihatnya tanpa rona merah malu bahkan seusai aku menyentuh belahan sucinya juga menunjukkan betapa keras dan tebalnya dinding yang melindungi hatinya.
"Hm, tapi bagaimanapun juga itu adalah Drurivan. Jadi aku paham dengan reaksimu... tidak sepantasnya dia diperlakukan begitu." Tambahnya dengan nada panas disertai pandangan mata yang tajam, kemarahan yang terkesan manusiawi. Sesuatu yang ditangkap oleh Maste.
Sang Nona Muda pun berpaling ke arah kami setelah memberikan kerangka Drurivan kepada Oltyart "Maaf kalian harus melihat ini, kuharap Aku bisa mempertahankan keutuhan tubuh mereka, tapi suatu hari mereka mulai menawarkan kerangka mereka kepada-Ku begitu saja. Seolah mereka belum cukup mendukung-Ku dalam kehidupan, mereka bersedia meneruskannya bahkan dalam kematian. Aku hanya bisa bersyukur karena telah bertemu dengan keluarga yang teramat setia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Isekai Haremanser
FantasíaNamaku adalah Fano Duari, seorang pemuda berusia tujuh belas tahun yang sayangnya harus mati tanpa sekali pun pernah mengalami bagaimana rasanya memiliki seorang kekasih karena tertabrak oleh sebuah truk. Tiba-tiba, aku pun terbangun di sebuah duni...