Pada saat ini aku sedang melakukan usaha terkerasku demi mengeluarkan sesuatu, sementara Kairis yang berdiri di sampingku sesekali melirikku dengan jijik dari sikap termenungnya. Menciptakan situasi memalukan sempurna yang tak terhindarkan bagiku.
"Ugh, mmh, haaah! Kenapa talinya tidak mau keluar?" Keluhku setengah berteriak, tak mampu lagi menahan rasa kekesalanku di dalam.
"Be-berhenti kau, dasar bodoh! Kamu sedang berusaha untuk mengeluarkan tali Mansimu, bukannya isi perutmu. Jadi jangan mengeluarkan suara aneh seperti itu!" Tegur Kairis kepadaku dengan nada tinggi, mendiamkan diriku seketika.
Beberapa waktu telah berlalu sehabis momen menyedihkan di mana aku berteriak karena melihat tangan milik seekor Ekelrakwa yang sedang dibakar itu, mencetak salah satu ingatan paling cringe yang ada di sejarah kehidupanku. Aku tidak sabar menunggu ingatan ini menghantuiku di masa depan nanti!
Meskipun begitu, jujur aku sempat mengira bahwa tangan yang keluar dari perapian itu adalah milik seorang manusia, dan kalau warga desa ini adalah sekumpulan manusia kanibal. Untungnya, mereka hanya membakar bangkai Ekelrakwa yang menyerang kami semalam agar mereka tak akan "tumbuh kembali", apa pun maksudnya itu. Aku hanya bersyukur pemukiman pertama yang kukunjungi tidak dihuni oleh semacam suku pemakan manusia.
Mengesampingkan itu, sesuai dengan perkataan Kairis semalam, sekarang ia sedang membimbingku untuk menggunakan kekuatan Mansiku. Memang ia menjeda itu sampai waktu sore hari ini, namun sang gadis ini mempunyai alasan kuat untuk hal tersebut. Sepanjang hari ini, Kairis berkeliling desa untuk memperkuat pertahanan pemukiman yang terletak di tengah sebuah hutan yang katanya dipenuhi oleh Tera ini. Ditambah dengan ancaman dari seorang Manser yang memimpin makhluk-makhluk tu, wajar bila sang gadis memprioritaskan hal itu dibanding aku. Terdapat kemungkinan kami akan menghadapi sebuah serangan besar kapan saja. Minimal, begitulah kesan yang kudapat darinya.
"Aku juga tidak ingin sampai bersuara seperti itu! Masalahnya, pertalian Mansiku tidak mau keluar dari tadi, walaupun aku mau membantumu menghadapi para Ekelrakwa nanti. Ada kemungkinan mereka akan menyerang desa ini kan? Apalagi dengan seorang manusia memimpin mereka." Ucapku kepada Kairis dengan kesal, yang diakhiri dengan usaha untuk mengonfirmasi kecurigaanku.
Selama sesi latihan kami di luar desa ini, Kairis selalu tampak termenung memikirkan sesuatu, sehingga ia berakhir tak begitu memperhatikanku. Kemungkinan besar ia masih memikirkan tentang serangan Tera itu, bahkan setelah memasang perlindungan dan perangkap untuk mengatasinya.
Jadi, ketika ia menengadahkan kepalanya untuk yang pertama kalinya dan menatap langsung ke arahku, aku pun tak bisa membantah kebahagiaan yang merasuki hatiku. Lagi pula, tiada percakapan yang terasa nyaman kalau lawan bicaraku mengabaikanku. Seperti setiap kali kedua orang tuaku cuma sempat pulang untuk makan saja, dan juga pertemuan terakhirku dengan teman-temanku. Rasanya sedih sekali kalau aku pergi dunia lain hanya untuk memperoleh perlakuan yang sama.
"Sebuah situasi di mana para Tera menyerang desa ini bukan cuma sebuah kemungkinan, tapi sekadar pengulangan. Kemarin Oltyart mengatakan kepadaku kalau mereka sudah berkali-kali menyerang desa ini dalam skala yang cenderung kecil, jadi itu sudah tak terhindarkan selama mereka masih tinggal di sini. Tapi, masalah yang sebenarnya muncul saat kita melibatkan si Terastiomanser ke dalam situasi itu. Aku curiga pada kesempatan selanjutnya dia akan memimpin pasukan Teranya untuk melancarkan sebuah serangan besar-besaran ke desa ini." Ucap Kairis dengan tangan yang terkepal, wajah cantiknya ikut mengeras bersama itu.
"Aku juga berpikir seperti itu, malahan aku berpikir kalau mereka bisa menyerang kita kapan saja. Apalagi karena kamu sudah menunjukkan kekuatan Geomansimu. Si Terastiomanser itu pasti merasa terancam sekarang." Tambahku menyampaikan hasil pemikiranku, dengan harapan dapat membantunya sekecil apa pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Isekai Haremanser
FantasyNamaku adalah Fano Duari, seorang pemuda berusia tujuh belas tahun yang sayangnya harus mati tanpa sekali pun pernah mengalami bagaimana rasanya memiliki seorang kekasih karena tertabrak oleh sebuah truk. Tiba-tiba, aku pun terbangun di sebuah duni...