01. Arrio - Bastard Boy

124 9 0
                                    

Sadarlah, mereka pergi adalah sebuah konsekuensi di dalam dunia virtual ini. Mereka akan menghilang dan memberikan bekas luka serta kenangan baik maupun buruk dikemudian hari.

•••

Sebuah telepon dari saku celananya berdering. Sebuah dering yang sangat Ia hapal siapa yang meneleponnya. Arrio segera merogoh dan mengangkat sambungan telepon. Suara lembutnya terdengar memenuhi indera pendengaran Kanaya, "Hello, Princess. Kenapa, hm? Tumben nelpon Kakak duluan."


"Kakak sibuk ya kayaknya? Chat Gue aja nggak dibales daritadi. Masih ada kerjaan?" Suara yang selalu membuat Arrio candu dibuatnya. Suara seorang gadis yang lelaki itu kenal beberapa bulan lalu dan menjadikan dirinya untuk terus bekerja agar bisa bertemu dengan perempuan bersuara lembut yang selalu ada di pikirannya setiap waktu.

Arrio terkekeh pelan, "Maaf ya. Kakak abis ada urusan sama klien nih. Ada kafe lain yang pengen kerja sama, jadi ngelakuin rapat dulu." Jelasnya dengan amat lancar seakan itulah sebuah kebenaran. "Nanti Gua kirim uang aja sebagai permintaan maaf, ya? Sepuluh juta cukup? Nanti Gua kirim pakai ShopeePay kayak biasa."

Pembohong handal. Itulah yang pantas disematkan untuk seorang Arrio Kenzay Mahatma. Demi Lynn, Dia akan melakukan apapun agar gadis itu selalu bahagia ada di dekatnya. Sialnya, jiwa brengseknya belum bisa hilang. Terbukti dengan kedatangan seorang wanita yang ada di ruangan kerjanya yang merupakan tunangan yang dijodohkan oleh keluarganya.

Kanaya sangat ingin berteriak, memberitahu kebenaran jika Arrio adalah miliknya. Tunangannya. Namun sayang, hal itu selalu Dia telan bulat-bulat karena berbagai ancaman yang selalu berhasil membuat Kanaya hanya bisa bungkam.

"Lo bukan siapa-siapa Gua, Nay. Bagi Gua, cinta Gua cuma untuk Lynn dan bukan Lo. Jadi, jangan pernah berharap lebih. Lo cuma pemuas nafsu Gua. Dan Lo tahu? Kalau aja Kita nggak dijodohin dan tunangan, pasti sekarang Gua bisa ketemu cewek Gua dengan leluasa tanpa ada kata waspada. Lo cuma beban Gua, Naya. Gua harap Lo cepet pergi dari dunia Gua."

Sesak. Kata-kata itu berhasil membuatnya memutuskan selalu patuh di bawah aturan Arrio. Bahkan, saking cintanya dengan lelaki itu, Kanaya bahkan rela menjadikan dirinya sebagai pemuas nafsu. Bodoh memang. Tak ayal dirinya selalu mendapatkan lemparan kebencian dari teman-teman Arrio bahkan adik perempuan lelaki itu.

Tapi, cinta memang dengan mudah membutakan akal sehat. Kanaya kalah. Dia tak bisa hidup tanpa Arrio. Laki-laki itu adalah porosnya.

Sosok bernama Lynn berdecak kesal. Bibirnya mengerucut sembari menempelkan ponsel di telinga kirinya. Dia berjalan bolak-balik di dalam kamar yang bernuansa putih dan biru. "Kakak kebiasaan deh, selalu aja kirim uang." Dia mengeluh. "Gue nggak mau ya dicap cewek matre. Lagian, uang yang Kakak kirim sebulan lalu aja belum habis. Kebanyakan."

"Nggak pa-pa," Arrio tersenyum cerah. Entah sudah keberapa kalinya Ia jatuh pada pesona Lynn. "Uang bisa dicari, tapi kebahagiaan Lo lebih penting. Nggak usah peduliin omongan orang, Lynn. Lagian, yang mau kirim uang ke Lo kan Gua. Jadi, cukup nikmatin itu semua. Nanti kalau udah meet, Kita bakal jalan-jalan sepuas mungkin. Mau kan?"

"Sure. I'll waiting for it, Big Bro."

Setelah acara telepon yang terbilang singkat bagi Arrio, sambungan telepon pun terputus tepat saat lelaki itu mendengar suara wanita paruh baya yang memanggil nama Lynn. Tanpa pamit gadis itu segera mematikan sambungan. Arrio pun tersenyum tipis, "Kebiasaan dasar." Gumamnya pelan seraya tertawa kecil.

Virtual World : Six Month [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang