Cinta dan obsesi itu beda tipis.
•••
Rahang Arhan mengeras. Kedua tangannya terkepal erat begitu mendengar penuturan sang ibu yang hanya menampilkan raut wajah tak bersalah. Giginya bergemeletuk. Pria itu tak habis pikir atas kelakuan Ophelia yang semakin semena-mena dan menjadi-jadi di matanya. Sayang, Ia tak tahu harus melakukan apa lagi agar bisa membuat wanita itu berhenti menekannya.
"Mom! You're crazy! Mommy nyuruh Aku buat ceraiin Rika?! Salah Rika apa sama Mommy? Bukannya kesepakatan sebelumnya itu Mommy nggak akan ganggu hubungan Kami lagi setelah dapat cucu laki-laki? Kurang apa lagi?!"
Ophelia hanya tersenyum, menganggap seakan-akan sikap berang sang anak bukanlah masalah besar untuknya. Yang terpenting adalah tujuan dan keinginannya harus tercapai bagaimanapun caranya. Benar-benar sosok yang egois serta ambisius di saat yang bersamaan.
Dengan langkah mantap Ia berjalan mendekati sang putera dan mengelus pahatan wajah yang persis seperti Almarhum suaminya. Tampan dan penuh kharisma. "Kamu tahu, Arhan? Di dunia ini memang manusia tak akan pernah puas dengan segala pencapaian yang sudah Dia raih. Dia akan terus menggali sampai akhirnya mencapai batas." Bibirnya tersungging naik, "Dan apa yang terjadi selanjutnya? Of course, dunia ada di genggaman. Dia adalah penguasa karena memegang kartu AS."
Arhan menatap sang ibu, tak mengerti sama sekali dengan pemikiran wanita itu. Ophelia dan pikirannya adalah satu paket yang tak bisa dipecahkan dengan mudah sekalipun Ia merupakan anak kandungnya. Semua terasa sia-sia dan mustahil untuk mencari informasi tentangnya.
"Ceraikan secepatnya dalam seminggu ini atau nyawa isterimu yang sekarang akan menjadi penggantinya," ancamnya.
Pria berbadan atletis itu menggeram marah tertahan, "Mom, jangan macam-macam. Aku nggak akan pernah mau maafin Mommy kalau sampai Dia terluka seujung kuku," peringatnya sebagai serangan balik menekan ancaman Ophelia.
Tatapan tajam keduanya saling bertabrakan. Tak ada yang ingin mengalah sedikitpun. Mereka mempertahankan prinsip hidup masing-masing tanpa kenal takut. Benar-benar seperti pinang dibelah dua.
•••
Erika tertawa lepas. Ia mengecup gemas pipi Arrio remaja yang baru saja berumur 12 tahun. Laki-laki itu sudah naik ke sekolah yang jenjangnya lebih tinggi dari Sekolah Dasar, tepatnya SMP atau Sekolah Menengah Pertama atau lebih dikenal sebagai masa putih biru.
"Kamu ini, ya, Ar. Bisa aja ngomongnya. Siapa yang ajarin Kamu ngegombal gitu, hm?"
Di pangkuan sang ibu, Arrio tersenyum cerah pada sosok mungil yang menjadi adik perempuannya. Keyra, artinya cantik dan memiliki sifat yang pemalu. Itulah adiknya. Arrio pun mendongak, menatap Erika yang sudah penasaran sedari tadi. "Diajarin Papa, hehehe. Katanya Mama sering senyum kalau Mama dibilang gitu," katanya dengan begitu lugu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Virtual World : Six Month [ END ]
Teen Fiction••• "Kenapa Abang harus pergi? Key sendirian di sini, semua jahat!" - Keyra Estefania Mahatma "Kak, Lo bilang kalau Lo sayang Gue. Lo janji buat terus nemenin Gue. Tapi faktanya Lo bohong. Lo ninggalin Gue." - Zelda Lynnara Ocean "Aku cuma mau Kamu...