23. Arrio - Cemburu

20 2 0
                                    

Tak ada yang lebih baik dari merindukan sosok yang Kamu cintai.

•••

Laki-laki dengan jaket hitam kulit itu mendengus kasar. Ia begitu tak suka saat Erika menyuruhnya untuk membiarkan Kanaya bersamanya selama seharian ini. Dan jujur saja itu menyebalkan. Hari liburnya menjadi rusak begitu saja. Badmood. Ditambah sosok Kanaya yang terus saja menempel di dekatnya membuat Arrio hanya bisa memaki dalam hati dan terus mengumandangkan nama Lynn setiap waktu.

Jalanan Jayapura kali ini lumayan ramai dan kendaraan yang dikendarai oleh sepasang tunangan itu seakan begitu lama. Tuhan seakan tak mendengarkan doanya kali ini untuk cepat-cepat menghilangkan hama di kursi penumpang mobilnya. Sedangkan Kanaya menggigit bibir, gadis itu berusaha menahan senyuman lebar saking senangnya berduaan dengan lelaki itu.

Perbedaan yang signifikan.

"Ar," suara cicitan dari Kanaya tak Ia gubris. Sebaliknya, lelaki itu fokus pada jalanan yang entah mengapa suasananya mendingin. Langit tiba-tiba mendung. Dan berakhir hujan deras mengguyur Kota Jayapura disertai angin kencang. Beberapa pejalan kaki ataupun yang mengendarai motor terpaksa harus berteduh di mana saja agar tidak kebasahan.

"Ar!"

Arrio pun berdecak kesal, "Apaan?!"

Kanaya tersentak. Jantungnya berirama tak tentu arah saat laki-laki di kursi kemudi membentaknya. Kedua tangannya meremas baju, "Nggak usah teriak bisa, kan, Ar? Kamu tahu sendiri Aku nggak bisa dibentak."

Arrio tersenyum sinis, "Bahkan apapun yang Lo suka aja Gua nggak tahu dan nggak peduli." Ia melirik raut wajah gadis itu yang terlihat muram. "Lo bukan seseorang yang begitu penting di hidup Gua, Nay. So, nggak usah berharap lebih kalau Gua bakal lembutin Lo."

Lagi dan lagi hati Kanaya seakan diremas kencang dengan segala pernyataan yang terlontar begitu saja dari mulut tunangannya. Menyakitkan.

Jujur saja, rasanya Ia ingin menyerah untuk meluluhkan hati Arrio yang teramat keras untuk membuka hati untuknya. Atau malah tidak pernah ingin? Namun hatinya selalu menyuruhnya untuk bertahan walau harus berdebat dengan logika serta egonya sebagai wanita berpendidikan.

Bodoh memang.

Tak terasa, mobil tersebut telah sampai di pekarangan rumah kontrakan Arrio. Mereka berjalan ke sana dengan mulut terkunci rapat tanpa ada yang berniat untuk mencari topik. Sepertinya kali ini Kanaya sedang tak ingin mencari gara-gara setelah dilontarkan ucapan-ucapan pedas dari Arrio setiap perjalanan menuju ke sini di dalam mobil tadi.

Tok tok tok

"Assalamu'alaikum."

Ceklek

"Wa'alaikumussalam," pintu bercat cokelat itu pun terbuka. Terdapat Keyra yang memang memutuskan untuk tinggal bersama sang kakak beberapa minggu ini karena muak dengan suasana di rumah besar Keluarga Mahatma. Saking muaknya, Dia berusaha tak peduli dan hampir saja lupa kalau Dia merupakan keturunan Mahatma.

Gadis remaja itu membulatkan mata, "Loh, Abang udah pulang? Katanya rada lama. Tahu gitu Key masak aja tadi." Ia pun mengalihkan pandangan. Raut wajahnya yang antusias berubah seketika saat menyadari ada Kanaya di sekitar Mereka. "Dan ngapain Kak Naya di sini? Abang mau pindah haluan buat suka sama Dia? Sadar Bang, Abang udah punya Kak Lynn."

Arrio tertawa kecil. Ia pun mengacak-acak rambut sang adik, alhasil semakin membuatnya kesal tak terkira. "Nggak kok, Abang nggak bakal ngapa-ngapain. Lagian Abang ke sini bareng Dia karena dipaksa Mama," jelasnya.

Kanaya berusaha menahan kesabarannya. Ia tersenyum, "Halo, Key. Apa kabar?" Sapanya ramah. Tapi sepertinya sikap ramah tamah gadis itu sia-sia saja karena namanya yang sudah buruk di mata kedua kakak beradik itu.

Virtual World : Six Month [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang