Biarlah segala hasil jerih payah manusia diserahkan pada Tuhan.
•••
Ayunda mengusap wajah Lynn dengan sebuah tisu basah dengan perlahan dan hati-hati. Di tengah kegiatannya, pikiran wanita itu bercabang kemana-mana. Sisi keibuannya merasakan perasaan sakit di dalam batinnya saat melihat dengan mata kepalanya sendiri jikalau kedua anaknya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.
"Ma," Ayunda menoleh ke samping. Ia menyadari jika Gavin berdiri di sampingnya dengan jas hitam dan dasi merah. "Ayah berangkat dulu. Kalau ada apa-apa telepon aja."
"Iya."
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Suara pintu ruangan mulai tertutup. Sekarang hanya tersisa keheningan. Kamar yang diisi oleh dua brankar dengan Lynn dan Avva di sana membuat kedua orangtua Mereka sedikit tenang karena bisa menjaga keduanya dengan leluasa.
Detik demi detik. Menit demi menit. Waktu demi waktu berlalu dengan cepat. Tak terasa sudah seminggu berlalu, akhirnya Mereka bisa kembali pulang ke rumah setelah diagnosis dokter keluar. Avva yang memang tak memiliki luka yang terlalu parah pun sebenarnya sudah diperbolehkan pulang tiga hari lalu. Sedangkan Lynn yang memang harus mendapatkan perawatan intensif karena dehidrasi dan mendapatkan luka yang cukup dalam pun harus dirawat lebih lama.
Avva menyenderkan kepala di paha kakaknya di dalam mobil. Keduanya berada di kursi bagian tengah. Suara musik dan obrolan kedua orangtua Mereka menjadi penghilang keheningan di dalamnya. Avva bisa merasakam elusan tangan Lynn di kepalanya, sesuatu yang terlihat sederhana namun sudah bisa membuatnya merasa aman dan nyaman.
Lynn mengamati jalanan menuju rumah Mereka dengan tatapan kosong. Seperti biasa gadis itu akan melamun lagi. Apalagi saat Ia tahu akan fakta dirinya yang selama ini tak pernah Ia tanyakan pada orangtuanya sedikitpun. Bahkan untuk menanyai hal itu saja Dia tak terlewat pikiran itu.
Amnesia Retrograde.
Hasil diagnosis dokter yang menyatakan jika ternyata Lynn mengalami amnesia yang tidak mengingat masa lalunya di saat hidup. Jikapun iya, maka hanya segelintir ataupun bahkan hanya samar-samar.
Ditambah Ia baru mengetahui jika sebelumnya Duta adalah teman kecilnya dulu dan Serra adalah teman di masa putih birunya sebelum kecelakaan maut terjadi saat sebelum dimulainya kelulusan Sekolah Menengah Pertama.
"El," lamunan Lynn seketika buyar saat Gavin memanggilnya sembari menyetir mobil. Pria itu melirik dari kaca spion bagian dalam. "Ada yang mau Kamu beli sebelum pulang? Cemilan? Atau alat tulis?"
Sejenak, Gavin harus menunggu jawaban anak pertamanya sebelum suara penolakan menjadi jawaban gadis itu. Sudah biasa memang. "Nggak ada, Yah."
"Yah," Avva segera terduduk dan menatap wajah ayahnya penuh harap. "Avva mau cemilan."
Ayunda menggelengkan kepalanya kecil dan tersenyum takjub, "Bukannya Kamu tadi udah makan banyak, Va? Masih laper?"
Avva pun menggembungkan pipinya, "Itu buat besok, Ma." Ia pun berujar dengan alasan yang tak pernah berubah. Selalu sama setiap menyangkut cemilan.
"Ya udah, Kita ke Minimarket dulu baru abis itu pulang."
"YEAYY!!"
Setelah butuh waktu beberapa menit untuk membeli cemilan dan pulang, akhirnya Lynn bisa beristirahat dengan tenang. Pintu kamarnya Ia tutup rapat, namun tak dikunci agar adiknya bisa masuk ke dalam dengan mudah. Ia menatap langit-langit kamar. Tatapannya begitu kosong dan pikirannya berlalu-lalang begitu saja, amat berisik dan membuat Lynn resah dan tak bisa tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Virtual World : Six Month [ END ]
Roman pour Adolescents••• "Kenapa Abang harus pergi? Key sendirian di sini, semua jahat!" - Keyra Estefania Mahatma "Kak, Lo bilang kalau Lo sayang Gue. Lo janji buat terus nemenin Gue. Tapi faktanya Lo bohong. Lo ninggalin Gue." - Zelda Lynnara Ocean "Aku cuma mau Kamu...