28. Lynn - Bala Bantuan

17 2 0
                                    

Semakin lama, dunia ini semakin rusak karena keberadaan oknum-oknum yang tidak memiliki rasa bertanggungjawab dan empati hanya untuk melindungi diri sendiri.

•••

Gilang dan para bawahannya pun diminta Regas untuk mengikutinya ke pintu evakuasi agar bisa keluar dari lingkup kelab yang penuh sesak oleh manusia-manusia lain yang sedang berada di dunianya sendiri. Walau begitu, tetap saja masih bisa terdengar suara musik dari luar bangunan. Untung saja ini jauh dari pemukiman warga.

Regas menyeringai lebar sembari memainkan tongkat Baseball nya. Netra kelamnya menatap ketujuh orang yang mengelilinginya seperti sebuah lingkaran. Gilang dan bawahannya seakan seperti serigala yang sedang kelaparan dan menemukan satu mangsa yang menggiurkan.

"Saya tidak habis pikir sama Kalian. Untuk apa orang-orang seperti Kalian itu mengincar anak SMA dan anak SD? Memangnya tidak ada yang lebih baik dari itu? Memangnya Kalian rentenir?"

"Kenapa Anda sendiri ikut campur dalam urusan Saya?" Gilang yang tak mau kalah pun membalas sindiran Regas. Nadanya begitu sarkastik. "Tidak perlu menjadi pahlawan untuk perempuan itu. Lagipula, Anda sama saja dengan para bajingan di dalam kelab sana, bukan? Bermain wanita dan mencari kepuasan," lanjutnya lagi.

Regas mendengus kasar. Ia mengusap kasar rambut pirangnya dan terkekeh pelan. "Manusia bodoh selalu seperti itu. Berpikir sempit." Dia mencibir pemikiran Gilang yang masih sangatlah kuno tentang sebuah kelab malam seperti yang sekarang Mereka datangi. "Apa Kalian pernah berpikir alasan mengapa Mereka bekerja di sana selain bersenang-senang? Ada yang karena paksaan keadaan, Dude."

Pria berambut pirang dengan tatoo di lengannya pun maju. Hal itu spontan membuat para bawahan Gilang mengangkat pistol Mereka untuk melindungi sang atasan. Tapi itu tak mempengaruhi keadaan Regas. Pria itu hanya memutar bola matanya malas. "Berlebihan," sungutnya pelan. Kedua mata Gilang dan Regas pun terkunci, Mereka saling menatap tajam untuk sekedar membuktikan siapa yang berkuasa di tempat ini. "Listen, di dunia ini tidak ada yang sebenar-benarnya suci, Man. Dunia itu keras. If we don't have money, dapat dipastikan Kita akan gagal di dunia ini dan hanya jadi bulan-bulanan orang yang berada di atas Kita."

"Let me take easy for this. Faktanya uang memang bukan segalanya, tapi ingat lagi jika kenyataannya semua membutuhkan uang untuk hidup."

Tepat setelah itu, suara sirine polisi dan angkatan bersenjata mulai menerubungi Mereka. Sang komandan pasukan pun menyeru dengan lantang, "Angkat tangan! Kalian tertangkap atas tuduhan rencana pembunuhan!"

Gilang berdecih. Dia pun tertawa lepas. Rasanya begitu lucu saat pertama kalinya Ia gagal untuk menyelesaikan misi. Apalagi ini untuk menangkap seorang siswi SMA yang tidak bisa bela diri sama sekali. Tapi Ia sama sekali tak menyangka jika orang-orang yang melindunginya bukanlah orang-orang sembarangan. Sial, Dia salah langkah kali ini. Pria itu terlalu menganggap remeh targetnya kali ini.

Ketujuh orang tadi pun dibawa masuk ke dalam mobil tentara tanpa ada perlawanan sedikitpun saat Mereka membaca kode dari Gilang untuk menurut saja. Regas pun diminta menjadi saksi atas kejadian tak terduga hari ini. Dan sekarang hanya tersisa Gavin, Ayunda, Adib, Serra, Duta, dan pihak kepolisian yang mengkoordinir Mereka untuk mencari keberadaan Lynn dan Avva yang diduga masih berada di dalam kelab.

Tatapan Serra terus saja mencari sosok Lynn dari kerumunan. Sampai akhirnya, Ia mendapati sosok kakak-beradik yang dikenalnya sedang dituntun oleh dua polisi wanita. Dapat semua orang lihat jika keadaan keduanya begitu kacau. Ayunda bahkan sampai menutup mulut dengan salah satu tangannya saat dapat melihat dengan mata kepalanya sendiri jika kedua anaknya mendapatkan luka serius di beberapa bagian tubuh Mereka. Sisi keibuannya seketika tersentil.

"EL! AVVA!"

...

Gabriel memberikan dua gelas air putih untuk Mereka. Ketiganya sedang berada di pojok ruangan kelab yang tidak terlalu diekspos oleh orang-orang. Yah, itu lebih baik. Setidaknya Mereka tidak akan terlalu diperhatikan seperti tadi karena masih menggunakan seragam sekolah masing-masing.

 Awalnya, Lynn terlihat ragu. Dia bahkan sampai menahan tangan adiknya untuk mengambil gelas berisi air bening tersebut dan menatap Gabriel lekat. Wanita itu pun paham lalu berujar untuk menenangkan kedua anak tersebut. "Tenang aja. Ini cuma air putih biasa kok, nggak ada unsur alkohol-nya sama sekali. Aku berani jamin," katanya meyakinkan.

"Gimana Aku bisa percaya kalau air yang Kakak kasih bukan alkohol?"

Ekspresi Gabriel menampilkan raut wajah terkejut saat mendapat serangan pertanyaan yang dapat Dia baca merujuk ke arah nada intimidasi dan penuh ancaman. Namun itu dapat dimaklumi. Malahan, wanita itu merasa tertarik dengan kepribadian gadis di hadapannya. Sudut bibirnya tertarik dan salah satu alisnya terangkat naik, "Kenapa emangnya? Kalau Kamu nggak percaya sama Aku, kenapa Kamu malah minta bantuan ke Aku? Kamu nggak takut Aku malah bikin Kamu diapa-apain di sini?"

Avva yang sedari tadi hanya mendengarkan pun menyenderkan kepalanya di bahu sang kakak. Lynn pun merangkul leher adiknya, membuat gadis kecil itu dapat menyenderkan kepala di dadanya. Tubuhnya amat lemas karena kelelahan sehabis berlari terlalu lama.

Gabriel pun menghembuskan napas pelan saat Lynn sama sekali tak menjawab pertanyaannya. Atau malah tak berminat sama sekali untuk sekedar menjawab. "Kamu nggak kasihan sama adik Kamu? Dia udah haus banget itu kayaknya."

Lynn melirik singkat. Ia berpikir keras. Apa Dia harus membiarkan Avva untuk minum? Sebelum akhirnya Dia memutuskan, Avva mulai berbicara dengan suara lemah. "Kak, haus. Mau minum."

Gadis itu tak berbohong. Rasanya kerongkongan Avva begitu kering. Tubuhnya juga terasa sakit karena kelelahan terus berlari. Kalau saja Lynn tak bertindak cepat untuk menggendong adiknya di punggung, dapat dipastikan Dia sudah pingsan sedari tadi.

"Oke," lantas Lynn pun memberikan minum pada adiknya. Namun sebelumnya, air itu sudah diteguk terlebih dahulu olehnya sebelum diberikan pada Avva yang dengan rakusnya meminum air dari gelas sampai tandas.

Gabriel menyaksikannya. Perlakuan Lynn yang membantu Avva minum dengan hati-hati. Setelahnya, ketiga orang itu mengalihkan pandangan saat mendapati dua polisi wanita muncul dengan ekspresi tegang. Salah satu dari Mereka mendekat dan mengelus bahu Lynn yang bergetar karena napasnya yang masih tersenggal-senggal. "Dek, Kalian baik-baik aja? Ada yang luka?" Tanyanya lembut sebelum akhirnya melihat banyak luka memar di bagian tubuh keduanya dan goresan panjang di lengan kiri Lynn.

"Kita keluar sekarang!"

Salah satu polisi wanita tadi menggendong Avva. Sedangkan Lynn memutuskan untuk berjalan sendiri dengan pengawasan teman polisi wanita yang tadi menanyai kondisinya sambil berjalan dengan keadaan pincang. Gabriel mengamati Mereka dari jauh sebelum akhirnya menghilang dari pandangannya. Wanita itu menghela napas pelan dan berujar, "Keras kepala."

Wanita ber-tatoo itu pun memutuskan kembali ke pekerjaannya yang tertunda. Kembali menjadi bartender handal. Dia sibuk melayani pelanggan yang tak henti-hentinya datang ke meja bar. Dan yang membuatnya kesal adalah hanya ada dirinya sendirian untuk melayani sekumpulan manusia tak sabaran itu. Sepertinya Dia harus meminta bosnya untuk menaikkan gaji untuk malam ini.

Tak lama, Regas datang. Terlihat jika pelipis pria itu terluka. Sudut bibirnya juga mengeluarkan sedikit darah. Namun seakan Dia tak merasakan sakit, pria itu menyapa Gabriel sambil membantu wanita di sampingnya membuat minuman yang pastinya berbahan dasar alkohol. "Heyo, Baby. Gimana? Saya tambah ganteng, kan?" Tanyanya dengan seringaian tipis.

Gabriel meliriknya sinis dan berdecih sebelum membalasnya dengan cibiran pedas. "Shut up, Regas!"

Regas pun hanya tertawa renyah. Oh, c'mon, kenapa para wanita begitu galak?

Virtual World : Six Month [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang