Hanya karena sebuah keegoisan diri sendiri, Mereka rela melukai orang lain untuk kesenangan yang semu.
•••
Arrio menghembuskan napas lelah. Kepalanya terasa berdenyut karena belum istirahat untuk melepaskan penat dari pekerjaan yang menumpuk di mejanya. Segala kerja sama dari pihak luar maupun masalah internal terus menyerangnya tanpa ampun. Sampai-sampai Ia bahkan tak sempat untuk sekedar memegang ponselnya sedikitpun ataupun mengisi perutnya yang keroncongan sedari tadi.
Suara ketukan pintu membuyarkan segala pemikiran rumyam di otaknya. Christiano, salah satu teman dekatnya setelah Novran, masuk ke dalam ruang kerjanya sembari menenteng seplastik berisi makanan junk food. Laki-laki dengan kaus putih dan celana jeans biru tua itu meletakkan plastik putih ke atas meja.
"Oho, lihat Pak Bos Gua ini. Kelihatan udah kayak spek gembel yang kurang nutrisi," komentarnya dengan seringaian penuh arti.
Arrio mendelik. Ia melempar sebuah bantal leher ke arah sahabat seperjuangannya itu, "Bacot Lo!" Balasnya kesal.
Chris tertawa renyah. Ia pun mengamati sekeliling. Dapat dilihat dengan mata telanjang pun dengan jelas terlihat banyaknya sertifikat-sertifikat yang selalu membuatnya kagum dengan sahabatnya yang satu ini.
Walau tidak lulus SMA dan tidak melanjutkan ke jenjang perkuliahan, Arrio bisa sukses dengan caranya sendiri. Dan Dia pun tak bisa mengelak bahwa sahabatnya adalah sosok yang amat pekerja keras semenjak beberapa tahun terakhir.
"Nih, makan dulu. Gua udah beliin Nasi Rames. Gua tahu Lo belum makan," tuturnya kemudian duduk di salah satu kursi untuk tamu. "Gua nggak mau sampai tukang bucin Lynnara sakit. Bukan Lo banget," lanjutnya sebelum Arrio membantah perkataannya.
Arrio pun hanya bisa menghembuskan napas pasrah. Ia mengambil plastik tersebut dan mengambil sebungkus Nasi Rames. "Lo udah kirim bunganya ke Dia, kan?" Tanyanya saat mengingat sesuatu. Ya, bunga. Bunga untuk Lynn.
Chris mengangguk, "Udah. Gua juga udah nitipin ke adek Gua yang ada di Solok." Jawabannya membuat acara makan Arrio terhenti sejenak. Ekspresinya terlihat terkejut.
"Lo punya adek? Sejak kapan? Kok Gua kagak tahu, njir?"
Dia memutar bola matanya malas, "Ya karena emang Dia tinggal sama Nyokap."
Ah, Christiano sang anak broken home. Sama seperti Arrio. Bahkan, hampir semua di tongkrongan Mereka merupakan korban dari rumah tangga yang rusak.
Arrio ber-oh ria. Sembari makan dengan tangan kanannya, Ia merogoh ponsel dengan tangan kirinya untuk menghubungi seseorang. Lynnara. Chris yang mengetahui itu pun hanya bisa mendengus geli, "Dasar bucin!"
Arrio tak mengindahkan ejekan sahabatnya itu. Ia malah melebarkan senyuman saat Video Call terangkat. Ia bisa melihat seorang gadis dengan balutan seragam sekolah khas anak SMA, putih abu-abu.
Terlihat senyuman Lynn menjadi pembuka obrolan keduanya, "Hai, Kak! Tumben Video Call? Kangen Gue, ya?"
Arrio terkekeh, "Gimana kabarnya, Princess? Baik, kan? Kangen Kakak, nggak, nih? Kalau nggak sih jahat banget, Gua kangen berat sama Lo."
Chris yang mendengar penuturan dari lelaki buaya itu pun memperagakan orang yang sedang menahan diri untuk tidak muntah, "Jijik anying!" Komentarnya sebelum dibalas lemparan boneka sapi kecil yang tepat mengarah ke wajahnya.
"Kangen banget!" Pipi Lynn mengembung lucu, "Kakak kegiatannya apa aja sih beberapa waktu ini? Kelihatannya makin sibuk aja."
"Maaf, ya. Kakak lagi banyak kerjaan, jadi nggak sempet buat ngabarin Kamu. Terus ada masalah keluarga yang harus Kakak urus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Virtual World : Six Month [ END ]
Roman pour Adolescents••• "Kenapa Abang harus pergi? Key sendirian di sini, semua jahat!" - Keyra Estefania Mahatma "Kak, Lo bilang kalau Lo sayang Gue. Lo janji buat terus nemenin Gue. Tapi faktanya Lo bohong. Lo ninggalin Gue." - Zelda Lynnara Ocean "Aku cuma mau Kamu...