02. Lynn - Beban Berat

69 8 0
                                    

Yang terlihat bahagia tidak mesti adalah kebahagiaan yang sebenarnya. Bahkan foto keluarga yang terlihat harmonis pun penuh akan tipuan untuk semua orang.

•••

"El, tolong beliin garam dapur di toko sebelah. Sekalian beliin juga mie instan dua." Ayunda memasuki kamar anaknya tanpa mengetuk pintu. Lynn terlihat kelabakan. Dia segera mematikan sambungan telepon dan mengganti layar ponsel secepat kilat. Jantungnya berdegup dengan amat kencang.

Ekspresi yang sebelumnya terlihat terkejut seketika berubah menjadi tanpa ekspresi. Dia meletakkan ponselnya di nakas, menatap sang Mama yang sudah menatapnya tajam. "Ngapain Kamu?"

"Nggak ngapa-ngapain, cuma lihat WA aja. Guru ngirim tugas." Lynn menjawab dengan cepat. Netranya berusaha untuk tak bertatapan langsung dengan Ayunda. Dia mengaitkan jemarinya, sesekali Ia menggigit bibir. Alasan tugas online adalah alasan klasik yang selalu dipakainya agar bisa menjawab pertanyaan penuh kecurigaan dari sang ibu.

Ketahuilah, orangtuanya bukanlah sosok friendly yang membiarkan anak-anaknya menelepon laki-laki selain untuk yang berkaitan dengan sekolah atau les. Sesama perempuan yang tak satu sekolah saja dilarang keras, apalagi laki-laki. Yang ada mentalnya akan diacak-acak, alias disidang satu keluarga. Gavin yang tegas dan Ayunda yang otoriter membuat kedua anaknya harus menerima didikan keras, terlebih untuk Lynn yang menjadi anak pertama perempuan. Penjagaannya lebih ketat.

Jadi, berbohong adalah jalan ninja terbaik.

"Ini untuk kebaikan masa depan Kamu sendiri. Yang bangga siapa? Kamu kan? Jadi nggak usah banyak ngeluh. Jangan manja."

"Kamu anak pertama Ayah dan Mama, Lynn. Kamu harapan besar untuk membanggakan keluarga Kita. Jangan malu-maluin nama Ayah."

Bagi Mereka, Lynn adalah contoh bagi adiknya, Avva, yang masih berumur delapan tahun. Kesalahan kecil akan menjadi besar jika itu berhubungan langsung dengan sang Mama yang memiliki sikap egoisme dan kekeraskepalaan tingkat tinggi. Tak ayal hal itu sering mengundang perdebatan dan pertengkaran ibu dan anak yang mengakibatkan kehidupan rumah kacau seketika.

"Jangan sekalipun ngebantah omongan Mama Kamu, Lynn. Bahagiain Dia. Kamu nggak perlu pikirin Ayah. Yang Ayah minta cukup gimana cara Kamu ngebahagiain Mama Kamu. Dia udah banyak berkorban. Kalau Mama Kamu salah sekalipun, cukup diam, dengarkan."

Lynn bukanlah sosok anak baik dan cerdas yang dibanggakan orangtuanya seperti di dalam novel. Dia manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan dan kesalahan. Membantah untuk sesuatu yang menurutnya salah dan menguatkan pendapat yang menurutnya benar seakan memperlihatkan jika Ia sudah cocok menjadi anak durhaka kepada orangtuanya sendiri.

Kelebihan? Mimpi? Bahkan Dia sering berpikir, apa Dia memiliki kelebihan? Karena nyatanya, gadis itu tak tahu kelebihannya sendiri, apa yang Dia mau dalam hidup, bahkan harapannya pun terasa abu-abu.

Tidak jelas.

Harapannya selalu dihancurkan oleh banyaknya realita ataupun hujatan juga kritikan orang-orang di sekitarnya. Perasaannya bahkan telah mati untuk keluarganya sendiri. Jahat? Memang. Tapi bukankah sebuah fakta itu tak selalu menyenangkan? Fakta memiliki dua sisi, baik dan buruk. Dan Lynn memilih pilihan kedua.

Banyak orang yang mengatakan jika Zelda Lynnara Ocean adalah sosok minim ekspresi dan berwajah dingin. Tak mudah didekati. Dan hanya beberapa orang yang berhasil masuk ke dalam dunianya. Tentu bukan orangtuanya. Tapi adiknya, kelima sahabatnya, dan seseorang yang Ia anggap sebagai kakak laki-lakinya sendiri di dunia virtual.

Virtual World : Six Month [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang