20

5.3K 486 29
                                    


Malam yang kupikir akan panjang nyatanya tak sesuai dengan sangkaanku. Setelah tadi malam kami tidur dalam artian sebenarnya, pagi tadi mas Ar pulang. Kedatangannya ke sini untuk mengantar Keysa. Mas Ar tidak berbicara panting tentang kami. Sebelum pergi, ia memberikan uang sebanyak sepuluh juta. Nanti akan dikirim lagi, katanya biaya sekolah di sini pasti mahal dan menyuruhku untuk tidak memikirkan apapun. Cukup jaga diri dan jaga Keysa. Selain tangan, kami tidak bersentuhan itu juga karena aku yang mencium punggung tangannya. 

Ada banyak hal yang bisa ditanyakan mengingat apa yang dikatakan Keysa padaku. Tapi memang tidak ada. Aku istrinya, sudah satu bulan berpisah wajar kalau aku merindu.  Diamnya mas Ar membekukan suasana hingga sosoknya menghilang.

Telah kulewati beberapa malam hingga kepindahanku ke apartemen yang dibantu oleh mas Endru. Sama halnya dengan mas Ar, duda yang juga merupakan bos di tempatku bekerja bersikap dingin. Tak ada lagi tanya kebetulan baik tentang pekerjaan ataupun keadaan. Tidak disapa berlebihan aku malah nyaman, tapi tidak dengan sikap dinginnya.

Atas saran teman sekantor, Keysa sekolah di yayasan. Belajar dari pagi dan sore langsung private les bahasa. Selama Keysa tidak mengeluh, insyaallah aku bisa membiayainya. 

"Besok-besok kalau tidak semangat kamu boleh izin."

Itu suara mas Endru disaat aku disuruh menghadap.

"Semua mata tertuju ke layar, tapi kamu membaca masa depan di lembaran tak berguna itu."

Apa? Kenapa mas Endru terdengar kesal? 

"Layar itu bukan menampilkan wajah saya, atau kamu melihat foto suamimu di lembaran kerja?"

Kenapa dengannya? "Maaf kalau aku salah." aku menunduk hormat.

"Harusnya sudah reda rindumu. Kan sudah ketemu."

Mas Endru juga melihat mas Ar? Karena itukah sikapnya berubah dingin? Karena sejak hari itu tidak dia tidak pernah datang lagi, begitu juga dengan chat tiba-tiba darinya.

"Aku tahu salah. Maaf," ulangku sekali lagi.

"Apartemen cukup nyaman, kamu tidak berencana mengajaknya? Lumayan."

Kali ini aku tidak ingin menyalahkan arti kalimat itu. "Akan kupikirkan," kataku dengan bijak. Ambigu bila aku mengambil opsi salah dari kalimat itu. Jadi aku menganggap jika itu adalah saran darinya.

Mas Endru tidak melepaskan tatapannya. Aku tahu apa yang ada dibalik raut dingin itu. Bisa saja bertanya saat ini, tapi aku tidak mau karena ini tempat bekerja. Tidak profesional jika harus membahas hal pribadi di tempat bekerja, terlebih aku adalah kacungnya di sini.

Ketika izin keluar dari ruangannya, aku ingin menertawakan diriku. Yang benar saja, mas Endru memanggilku untuk hal yang tidak penting sama sekali. Tujuan sebenarnya adalah menyinggung hubunganku dengan mas Ar.

******

"Mas sehat?" tanyaku setelah mas Ar menjawab salam.

"Sehat," jawabnya.

Sejak dia pulang mengantar Keysa tidak pernah lagi menghubungiku. Terhitung sudah sepuluh hari, dan malam ini aku memutuskan menghubunginya.

"Kenapa tidak pernah menelepon?"

"Kenapa?" dia bertanya balik. 

"Mas tidak menelepon sejak pulang nganterin Keysa, WA juga sering tidak aktif." belum lagi chat yang hanya dibaca tidak pernah dibalas. "Toko sedang rame?"

"Iya."

Merasakan ada yang aneh, aku bertanya lagi. "Mas marah? Bilang saja. Aku telepon bukan untuk dicuekin."

Aku selingkuh punya alasan MasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang