15

7.3K 659 47
                                    

"Masih sehat kamu?"

Aku mengenal suara itu. Ketika menoleh, aku melihat ibu mas Ar. Raut yang masih sama, terlihat beliau kalah menghadapiku. Amarah dan kebencian tak bisa ditutupi.

"Kenapa? Ibu bahagia bisa menghirup udara segar lagi?" aku baru berencana melanjutkan perlawananku terkait kebebasannya.

"Sudah aku bilang, kamu tidak akan bisa hidup tenang."

"Siapa Ibu beraninya memutuskan nasibku?" kuletakkan sapu di dinding. Melayani tamu lebih wajib, apalagi tamunya ibu mertua.

Kilat di mata ibu mas Ar jelas terlihat. Aku tidak takut, hanya waspada pada pergerakannya. "Mas Derri baru saja diangkat jadi kepala cabang, karena Ibu nasib istri dan anak-anaknya dipertaruhkan." harusnya tidak menjadi masalahku, tapi ketika tahu dari mana uang yang digunakan untuk membebaskan ibu mas Ar, ingin kuberitahu wanita itu agar membuka mata untuk melihat menantu dan cucunya.

"Kamu selalu ikut campur!"

"Doakan saja anak-anak Ibu sejahtera." senyumku mewakili kemenangan. "Kalaupun mereka hancur, harusnya Ibu bisa menampung mereka."

Ketika ibu mas Ar mendekat, aku bertanya. "Ibu tidak malu datang ke rumah orang tuaku?" dingin tatapanku menghentikan langkahnya. "Aku tinggal dan makan dari harta orang tuaku, masih punya harga diri Ibu datang ke sini?"

"Kamu bukan wanita hebat dan kamu telah melakukan kesalahan besar."

"Karena memasukkan Ibu ke penjara?"

Dia tidak menjawab. "Aku mengirim Ibu ke sana supaya Ibu tahu cara bertaubat."

Sebuah tamparan melayang dan aku tidak sempat mengelak. "Kurang ajar kamu!"

Aku masih sadar setelah tamparan itu. "Ibu mau kembali ke sana?" tangan kiriku sigap menahan tamparan kedua, tanpa melepaskan tatapan tajam menggunakan tangan kanan aku menampar beliau sekuat tenaga. "Bagaimana, sakit?" tanyaku setelah mendorongnya hingga jatuh ke tanah. 

"Ibu tidak malu, keempat anak ibu sangat memuliakan bahkan rela membohongi istrinya demi Ibu!" bagaimana cara membuka mata wanita tua ini? 

"Jangan menceramahiku!" 

Dua orang tetangga mendekati kami. "Ada apa Gendis?" aku tidak menangis, air mata ini wujud dari kemarahanku pada wanita tua yang tidak tahu diri.

"Harusnya Ibu tidak lagi mencari masalah denganku!"

Bu Diah dan mba Keken mengusap punggungku. Mereka tahu itu ibu mertuaku. 

"Aku tidak akan tenang sebelum kamu celaka!"

"Mulut ya dijaga toh Buk." mba Keken ikut emosi. "Gendis istri Armada, kalau ada masalah jangan buat keributan, alangkah baiknya dibicarakan baik-baik."

"Biarin Mba, beliau lebih tua dari kita. Bukannya taubat malah cari kesalahan dan bisanya buat masalah!"

Ibu mas Ar pergi dengan wajah marah dan menahan malu.

"Kami baru tahu ibu Armada keluar dari penjara, pasti ada yang tidak beres ya Dis?" 

Tanya bu Diah langsung kujawab, "Dia jahat Bu. Jahat banget." sedikitnya emosiku hilang. 

Tidak habis pikir, dia berani datang dan menamparku setelah membuat keributan.

"Bicarakan dengan Armada, Gendis. Kalau seperti ini terus lama-lama hubungan kalian tidak sehat."

Aku mengangguk. "Suatu hari kalau bu Diah dan mba Keken mendengar satu hal tentangku, kuharap kalian mengerti."

Mereka tidak bertanya lagi. Menyuruhku masuk dan mengunci pintu.

Aku selingkuh punya alasan MasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang