Life's A B*tch

758 114 17
                                    

Sesuai jadwal, Tony dan Pepper kembali ke rumah pada hari Minggu, sekitar jam 4 sore. Anna tidak menyangka kalau Pepper harus langsung kembali ke New York. Ada pertemuan bisnis mendadak pada hari Senin yang mengharuskan CEO Stark Industries untuk hadir, tidak bisa tidak. Padahal sepertinya baru sebentar Anna merasa pekerjaannya lebih ringan sedikit dengan adanya Pepper. Well, life's a bitch.

Dengan mempertimbangkan bahwa kondisi Tony sudah jauh lebih baik, Pepper bisa dengan tenang meninggalkan pria itu berdua dengan Anna, tapi tentu saja dengan pesan, "Kalau dia kumat lagi, hubungi aku segera ya."

"Pasti, Ms. Potts. Anda tenang saja. Melihat kondisi Mr. Stark, sepertinya kami akan baik-baik saja," Anna tersenyum sambil mengalihkan pandangan ke Tony yang berdiri di samping Pepper. Tentu saja pria itu langsung memutar bola matanya.

"Aku harap juga begitu." Pepper mendaratkan ciuman perpisahan di pipi Tony sebelum keluar dari rumah. Sopir mobil rental langganan langsung dengan sigap memasukkan barang-barang Pepper ke bagasi mobil. Dengan wajah cemberut yang dibuat-buat, Tony masih mencoba membujuk Pepper untuk tinggal, tapi Pepper dengan sabar menjelaskan lagi kalau ia benar-benar harus pergi. Setelah si sopir membukakan pintu mobil, Pepper kembali mengucapkan selamat tinggal pada Tony dan Anna, lalu masuk ke dalam mobil. Lambaian tangan Pepper dibalas Tony dengan sebuah ­ciuman selamat tinggal dan ucapan "safe flight". Setelah mobil yang membawa Pepper meninggalkan halaman rumah dan hilang dari pandanngan, Anna kembali ke dalam rumah, disusul Tony di belakangnya.

"Aku tahu siapa yang kau hubungi kemarin, Evans." Tanpa basa-basi dan dengan nada menuduh, kata-kata Tony barusan membuat jantung Anna hampir meloncat keluar.

"Maksud Anda?" tanya Anna dengan harapan kalau Tony bukan merujuk pada percakapannya dengan Bucky.

"Tidak usah pura-pura tidak tahu begitu, Evans. Aku ingatkan ya, kau ini bermain dengan api! Bisa-bisanya sih, kau masih berhubungan dengan orang itu?!" suara Tony meninggi di kalimatnya yang terakhir.

Anna menelan ludah sambil mencari kata-kata untuk membela diri.

"With all due respect, Sir,... "

"Tidak! Kau sudah kelewatan! Aku membawamu ke sini supaya kau tidak dekat-dekat dengan dua orang pembohong itu. Tapi apa balasannya?? Rogers... Kalau Rogers, aku masih bisa terima, meskipun dia sama saja. Tapi Barnes??? Pfft! I thought you were better than this, Evans." Tanpa memberi kesempatan Anna untuk sedikit saja membela diri atau memberi penjelasan, Tony langsung melengos pergi menuju ke kamarnya.

Tubuh Anna yang gemetar membuatnya terpaku di ruang tamu. Rasa marah dan kecewa semakin mempercepat ritme nafasnya. Belum juga satu jam berlalu sejak Tony kembali, tapi situasinya malah jadi runyam. Padahal Anna berharap kalau mood Tony bisa jauh lebih baik setelah liburan singkat bersama Pepper.

Stay calm, Anna. Just breathe. Orang itu tidak akan mengerti kalau dijelaskan sekarang juga. Breathe, Anna, breathe.

Tidak bisa. Gagal total. Anna tidak bisa menenangkan dirinya. Gejolak amarah masih mendominasi dirinya. Tapi yang keluar bukanlah umpatan dari mulutnya, tapi malah setetes air mata yang mengalir di pipinya. Dengan satu sapuan telapak tangannya, Anna menepis air mata tersebut. Tidak pantas rasanya ia menangis di saat seperti ini. Setelah mengumpulkan kekuatan untuk menggerakan tubuhnya, Anna langsung berlari ke kamar untuk menenangkan diri.

-----

Sekitar jam setengah 7 malam, Anna berniat untuk bicara dengan Tony. Lebih cepat selesai masalahnya, lebih baik. Karena tidak berhasil menemukan Tony di kamar, atau di manapun juga, Anna menarik kesimpulan kalau bosnya pasti berada di workshop, yang berada satu lantai di bawah ruang tamu, kemungkinan besar sedang mengutak-atik zirah Iron Man-nya.

A New JobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang