Temperature

7K 525 11
                                    

TIDAK DIPERKENANKAN MENERBITKAN ULANG FANFIC INI DI SITUS LAIN TANPA IZIN DARI PENULIS

.:R E S P E C T:.

ENJOY YOUR READ BUT DON’T STEAL ANY CONTENT FROM THIS FANFIC

.

.

.

.

Disclaimer: Kishimoto Masashi

.

.

Bacalah fic ini di waktu senggang Anda. Jangan sia-siakan waktu utama Anda untuk baca fic ini.

Khusus untuk yang muslim, jangan lupa sholat, ya…

Sincerely,

miyazaki rully bee

.

.

.

.

Mungkin karena Hinata lahir di musim dingin. Alasan konyol yang tanpa pikir panjang itu sempat menghinggapi benakku. Kesejukannya menjadi arti dari kehadirannya. Aku selalu bisa merasakan nyaman yang tak bisa kurasakan saat bersama orang lain.

Seminggu lagi pengumuman hasil ujian akhir akan dibagikan. Sebelum upacara  penutupan, jadwal kelas tambahan juga akan diserahkan pada masing-masing wali kelas untuk diinformasikan pada tiap murid. Setelah itu, liburan musim panas yang panjang dan melelahkan akan resmi dimulai.

Saat ini aku memikirkan tentang pantai, dan sedikit banyak merindukan kebebasan yang rasanya semakin sulit dijangkau. Sebagai siswa senior, musim panas adalah waktunya belajar.

Dan kehadiran Hinata saat ini, mengisi rongga-rongga kelelahan dengan sentuhannya. Membuatku mengerti lagi arti dari kata ‘santai’ yang sesungguhnya.

Di lapangan, klub bisbol sedang gencar latihan. Latihan intens sudah dimulai sejak awal semester, mungkin bertujuan untuk mengejar prestasi, atau hanya menyalurkan hobi. Apapun alasannya, mereka selalu jadi biang ribut. Suara-suara seruan kompak yang menggema dari dada mereka, mengambang bagai asap pekat di udara. Setiap kali klub bisbol berlari keliling lapangan, Hinata duduk di sini, di kursi kayu panjang di bawah rindangnya pohon. Dia membawa kesejukan yang kudambakan, dan pangkuannya selalu menjadi tempat kepalaku istirahat. Telapak tangannya dilekatkan di keningku, dan seluruh tubuhku menyerap kesejukan itu darinya.

“Ah! Itu Kiba-kun!”

Kupejamkan mataku erat-erat, membayangkan wajah Kiba yang nyengir lebar. Dan Hinata yang melepas keningku hanya untuk melambai ke arah Inuzuka yang enggan memangkas rambutnya dengan gaya khas anggota klub bisbol yang lain.

Aku bisa merasakan getaran dari tubuhnya saat ia tertawa. Suaranya terdengar jelas di telingaku.

Senpai!” seseorang memanggilku.

Hinata mengguncang bahuku, memintaku bangun.

“Apa?”

Beberapa langkah di depan kami, dua orang siswi junior berdiri disengat sinar matahari. Rambut mereka panjang hingga mencapai garis pinggang.

Aku duduk, berdampingan dengan Hinata, menunggu.

Ano, boleh kami minta waktu Senpai sejenak?”

“Mau apa?”

Hinata berdiri, aku tertarik pada reaksinya, menunggunya memandangku. Dan saat ia melakukan itu, aku bertanya dengan tatapanku.

“Ah … a-aku … m-mau beli jus dingin dulu.” Lalu dia mengalihkan pandangannya pada kedua siswi di hadapan kami, yang berubah sumringah menyadari Hinata yang selalu menyingkir setiap kali hal ini terjadi.

“K-kalian … lanjutkan saja.”

Aku berada di sekolah bukan karena aku mau. Klub tenis telah lama kutinggalkan, belajar di perpustakaan hanya alasan yang kusampaikan pada ibuku. Berada di sekolah di saat liburan musim panas berarti bisa bersama Hinata. Dia selalu di sini meski tak seharusnya berada di sini. Dia di sini karena hanya waktu ini ia diizinkan untuk keluar dari kamar rawatnya. Hinata siswi home-schooling. Murid dari kakak laki-lakiku, sahabat perempuan yang memiliki hatiku.

Hinata mengembangkan payung parasolnya, berjalan dengan langkah hati-hati menuju mesin penjual otomatis. Langit biru yang megah terlihat kelam di mataku. Sementara gadis yang diberkahi kegelapan warna bayangan itu secerah kilauan matahari.

“Ehm, bisa tolong isi ini?”

Sebuah buku profil disodorkan. Ini buku yang seharusnya hanya dimiliki anak SD. Kau diwajibkan mengisi semua jawaban di sana. Serentetan pertanyaan yang akan membuatmu berpikir, apa yang kausukai, makanan apa yang paling kaunikmati saat kau makan, atau orang yang kausukai.

Setelah membaca beberapa halaman sebelumnya, aku menutup buku itu. “Tak pernah kupikirkan,” kecuali tentang orang yang kusukai. “Semua jawaban untuk semua pertanyaan di buku ini, tak pernah kupikirkan.”

Sebuah jawaban yang pernah kutulis di salah satu buku profil yang entah kapan terjadi, mencantumkan kesukaanku pada gadis berambut panjang. Itu hanya jawaban yang sebenarnya adalah pelarianku. Aku tahu aku tak boleh menuliskan nama Hinata. Kakak laki-lakiku akan marah, dan kemungkinan besar Hinata akan berada dalam masalah.

Salah satunya, yang bertubuh tinggi dan mengenakan gaun musim panas bermotif bunga, menelan ludah. “Apa Senpai pacaran dengan gadis yang tadi?”

Aku berpikir keras mencari jawabannya. Ada banyak hal yang mencegahku untuk berkata jujur, tapi keangkuhanku yang sedang berkuasa saat ini.

“Iya, kau ada masalah?” jawabku cepat.

“Oh …” dia menunduk. Temannya buru-buru menggandeng tangannya dan meremas jari-jarinya.

“Aku kasar, tidak pernah berhasil berpura-pura ramah,” kataku. “Aku …” sempat terpikir kata ‘dingin’ tapi aku tahu aku berdarah panas. “Aku bukan pribadi yang akan tepat untuk orang lain selain Hinata.”

Getaran kekecewaan dari dirinya terlihat jelas. Tepat di saat itu, di lapangan, Kiba melambaikan tangannya. “Oi…! Hinata…! Belikan aku teh dingin!”

Seluruh tubuhku bereaksi tanpa sempat berpikir.

Aku juga pencemburu, pikirku.

“Maaf, aku ada urusan,” kataku, berjalan cepat meninggalkan tempat nyaman yang mulai terasa menghimpit kebebasanku.

Hinata kutemui di dekat mesin penjual otomatis. Masih memilih beberapa minuman lain, menyuapi koin ke celah sempit mesin, dan akhirnya menyadari kehadiranku saat kusandarkan bahuku ke mesin kekar itu.

“Sasuke-kun, kau mau sesuatu?”

“Apa kau akan memberikannya jika kuminta?”

Matanya yang cerah menatapku tanpa ragu, “Tentu saja.”

Seperti selembar kesadaran bahwa aku jatuh cinta padanya, yang datang padaku dengan tergesa-gesa, aku meraih tubuh Hinata seakan waktu berubah longgar, aku mendekapnya, menutupi dunia kami yang hanya kami miliki sendiri, dalam bayangan gelap payung parasolnya, dan mengecup bibirnya.

Syukurlah, Hinata tersenyum, dia menyadari perasaanku, hatiku, dan keegoisanku, lalu memakluminya begitu saja.

Mungkin karena Hinata lahir di musim dingin, atau mungkin karena dia memang satu-satunya manusia yang memberiku kesejukan. Yang mana pun, aku akan tetap memilihnya.

おわり

Kimi to BokuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang