Roh yang belum tenang memiliki kecenderungan mencari sebuah eksistensi untuk ia gunakan sebagai wadah. Roh membutuhkan tubuh untuk bergerak. Roh bisa menyerap energi orang yang hidup, meminjam tubuh seseorang yang kesadarannya berada dalam titik paling lemah, dan memilikinya bila ia cukup kuat. Kekuatan roh berbeda-beda, tergantung posisi jasadnya saat ia meninggal, berapa dalam ia dikubur, juga di mana ia dikremasi. Saat kehadirannya dinikmati orang yang hidup, saat itulah roh memiliki kekuatan paling besar, karena kehadirannya diinginkan, dan keinginan dari manusia yang hidup seperti makanan bagi jiwanya.
Halaman 143 ditutup Sasuke.
Dia menghela napas, masih setengah percaya pada penjabaran teori yang baru saja ia baca. Selama beberapa hari ini Sasuke harus rela tinggal di kamarnya, hanya makan seadanya, dan lebih sering tidur untuk memulihkan tenaga. Hinata tak berwujud, tapi Sasuke masih bisa merasakan kehadirannya meski ia tak terlihat.
Sepertinya hantu itu malu pada apa yang sudah ia lakukan pada Sasuke. Dia telah membuat Sasuke berada dalam bahaya karena kalah pada keinginan jahat jiwanya yang tak tenang. Menjauh dari Sasuke dirasa tak mungkin karena ia terikat pada tempat itu.
Sekali lagi Sasuke menghela napasnya.
"Anak muda kenapa menghela napas terus?"
Jam dua siang, toko tempatnya bekerja sedang sepi setelah pagi ini diserbu anak-anak sekolah yang mencari buku-buku pelajaran bekas dan kamus. Pemiliknya, Sarutobi Hiruzen adalah seorang profesor yang sudah pensiun. Dia perokok berat, tak pernah peduli pada bahaya yang bisa saja diakibatkan rokok pada koleksi buku-bukunya yang juga menjadi mata pencahariannya.
"Kenapa baca buku itu?"
Sasuke mengangkat bukunya sejenak, "Ini?" Dia jadi punya alasan untuk menertawakan dirinya sendiri, "Aku sendiri tidak tahu."
Hiruzen menarik satu kursi kecil ke hadapan Sasuke, duduk di atasnya, membasahi mulutnya yang terasa kering. Hari ini rokoknya habis, dia perlu membeli satu pak yang baru. Nanti saja setelah toko tutup, jadi dia bisa menikmati malam harinya dengan tenang.
"Berurusan dengan roh itu tidak mudah. Apa masalahmu, mungkin saja otakku yang berkarat ini bisa bergerak lagi." Hiruzen menambahkan senyum seringai yang terlihat cerdas tapi juga santai.
"Kurasa dia tidak terlalu suka kalau aku suka padanya."
Hiruzen tertawa, keras, terbahak-bahak. Kulit wajahnya yang kendur dan agak gelap jadi tertarik seperti karet yang melebar. "Ini kasus umum. Tidak perlu merasa istimewa cuma karena hal itu."
Sasuke mengangkat alis kirinya, heran dan terpukau pada kalimat Hiruzen yang tak sesuai dengan harapannya. Sasuke pikir setelah tertawa seperti itu, Hiruzen akan mengejeknya.
"Aku, sih, tidak setuju kalau orang bilang cinta itu buta. Kita bisa memilih selama kita percaya pada logika. Tapi kita terlalu malas karena perasaan cinta memang terlalu menarik untuk disangkut-pautkan dengan logika."
Sasuke menahan pendapatnya, hanya mempertanyakan kata yang barusan ia dengar. Ia tak yakin ia telah mendengar dengan benar. "Cinta?"
"Memang mau disebut sebagai apa?"
Kali ini Sasuke menunduk, menatap sampul keras buku berwarna putih yang telah kusam. Saat menyadari kalimat yang diucapkan Hiruzen memang ada benarnya, hatinya terasa sedikit lapang. "Orang bilang cinta itu juga berarti pengorbanan." Ia mengangkat wajahnya, menunggu reaksi Hiruzen.
Laki-laki tua itu tampak tenang, mengangguk sekali, dan dengan suaranya yang rendah ia berkata, "Hanya orang yang benar-benar memahami cinta yang paham tentang pengorbanan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kimi to Boku
FanfictionKumpulan fic SasuHina; one-shot(s) dan mini series. Unrevised; you might find some typo(s). AU. Romance, Drama, General, Mystery, Slice of Life, Slightly Comedy.