Ginger Bath

6.8K 330 12
                                    

TIDAK DIPERKENANKAN MENERBITKAN ULANG FANFIC INI DI SITUS LAIN TANPA IZIN DARI PENULIS

.:R E S P E C T:.

ENJOY YOUR READ BUT DON’T STEAL ANY CONTENT FROM THIS FANFIC

.

.

.

.

Disclaimer: Kishimoto Masashi

.

.

Bacalah fic ini di waktu senggang Anda. Jangan sia-siakan waktu utama Anda untuk baca fic ini.

Khusus untuk yang muslim, jangan lupa sholat, ya…

Sincerely,

miyazaki rully bee

.

.

.

.

Angka yang muncul terlihat agak buram. 38, 20°C. Ini keadaan gawat. Hinata tak yakin jam berapa saat ini. Tubuhnya yang menggigil meringkuk di balik empat lembar selimut. Dinginnya menusuk hingga ke tulang. Mungkin ini flu tulang. Dia sendiri masih meragukan itu. Kepalanya yang sakit dan bola mata yang terasa panas memaksa Hinata berbaring lagi. Tenggorokannya kering, dan dari perutnya ia juga merasakan mual.

Terdengar suara pintu depan rumahnya yang terbuka. Hinata ingat pintu itu sudah dikunci sekembalinya ia dari supermarket. Sedikit demi sedikit memori satu jam yang lalu kembali padanya. Setumpuk popok, sekaleng susu, empat kotak biskuit bayi, dan enam pasang gaun-gaun mungil yang semuanya berbahan katun. Belanjaannya ia letakkan di meja dapur, belum disortir. Setibanya ia di sana, hal pertama yang ia lakukan adalah mencari obat demam.

Seseorang membuka pintu kamarnya. Samar-samar tercium aroma maskulin parfum dan kertas. Kemudian ia bisa merasakan tekanan di kening, sesuatu yang dingin dan terasa nyaman. Lalu sentuhan itu lenyap begitu cepat. Hinata merindukan kenyamanan itu.

Tak lama kemudian terdengar suara air yang mengucur dari ledeng di wastafel dapur. Dan setelah itu, saat Hinata hampir menemukan tempat yang ia pilih di dunia mimpinya, terasa handuk hangat yang duduk di keningnya.

Kenapa handuk hangat? Harusnya yang dingin.

Hinata menggumam, hanya bisa menggumam saat ia ingin protes.

“Ssh …” Orang itu menekan bibir Hinata yang kering menggunakan jarinya yang juga hangat. “Wah! Bibirmu seperti terbakar.”

Kesadaran Hinata semakin hanyut, dia bisa mendengar suara napasnya yang tertahan, bergema di telinganya. Kelopak matanya terasa berat.

Gerakan tangan orang itu lalu menyibak lapisan-lapisan selimut Hinata. Handuk lembap yang lain ia gosok di sekitar leher Hinata. Terasa benar-benar nyaman seperti belaian lembut yang menenangkan.

“Sasuke …?”

“Aku di sini.” Sasuke lalu mengubah arah gerakannya. Ia membantu Hinata duduk di ranjangnya, menanggalkan pakaian Hinata yang belum sempat ia ganti. Gaun baby doll biru itu diganti dengan kemeja piyama. Berikutnya celana Hinata yang diganti dengan celana panjang pasangan piyamanya. Sasuke menyusupkan tangannya ke punggung Hinata, membuka pengait bra, dan melepas pakaian dalam wanita itu. Sekali lagi terdengar suara gumaman tanda protes dari Hinata yang tak berdaya. Sasuke yang sigap hanya bisa menahan tawanya. Nada tenang suaranya menembus telinga Hinata, seperti tangan yang menuntunnya melalui masa-masa suram.

Kimi to BokuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang