Gravity

3.8K 290 7
                                    

TIDAK DIPERKENANKAN MENERBITKAN ULANG FANFIC INI DI SITUS LAIN TANPA IZIN DARI PENULIS

.:R E S P E C T:.

ENJOY YOUR READ BUT DON’T STEAL ANY CONTENT FROM THIS FANFIC

.

.

.

.

Disclaimer: Kishimoto Masashi

.

.

Bacalah fic ini di waktu senggang Anda. Jangan sia-siakan waktu utama Anda untuk baca fic ini.

Khusus untuk yang muslim, jangan lupa sholat, ya…

Sincerely,

miyazaki rully bee

.

.

.

.

Karena sayap yang kumiliki serapuh sayap kupu-kupu bila tanpamu.

Dalam ingatan Sasuke masih jelas tergambar suasana pagi itu. Ruangan kelas yang suhunya menurun setelah hujan, keluhan teman-teman sekelasnya, dan kehadirannya yang selalu diiringi nada ketukan selain suara langkahnya yang diseret.

Hyuuga Hinata berdiri di depan pintu kelas, memasang telinga, menganalisa suasana yang tak terlihat di matanya. Seorang siswa laki-laki menyadari kehadiran Hinata. Dia yang awalnya duduk di atas meja tanpa peduli, turun. “Oi, oi, minggir, si buta sudah tiba.” Setelah itu dia tertawa, bahkan anak-anak perempuan juga ikut tertawa geli. Padahal tak ada yang lucu.

Hinata melangkah masuk, tersenyum dan mengatakan ‘terima kasih’ tanpa beban. Sasuke yakin dia pasti sakit hati, tapi membohongi dirinya sendiri dan tersenyum.

Teman-teman sekelasnya tak lantas berhenti mengejek Hinata. Gadis yang tak beruntung itu duduk di kursinya di sudut kelas dekat pintu belakang, sendirian tanpa ada orang yang mau mendekatinya.

Setiap hari dia harus menghadapi hal ini. Setiap hari dia bertahan dengan ejekan-ejekan tak mengenakkan itu, menelannya bulat-bulat dan selalu punya cukup keberanian untuk mengucapkan terima kasih. Tak pernah sekali pun dia marah.

Keberadaan Hinata di kelas hampir tak terlihat. Kehadirannya yang tak dipedulikan membuat Hinata selalu menjadi yang tersingkirkan di banyak kesempatan tampil. Beberapa guru yang merasa kasihan padanya akan membantu Hinata sebisa mereka. Tapi mereka pun, sebagai orang dewasa tak sepenuhnya tak punya masalah.

Hinata tak punya dana cukup untuk sekolah di sekolah khusus untuk anak cacat. Dia berjuang keras untuk lulus dengan keterbatasannya.

Dari tiga tahun masa SMA-nya, Sasuke berada di kelas yang sama dengannya hanya sekali. Sekolah negeri tempatnya belajar juga tak sehebat sekolah swasta, tak ada fasilitas khusus untuk orang cacat seperti Hinata. Dengan sikap semua orang di sekitarnya, dan gedung sekolah yang bahkan tak mendukungnya, Hinata terus bertahan.

Di waktu istirahat, Hinata selalu sendirian, mengunyah sepotong roti kering yang ia bawa dari rumahnya, membasahi tenggorokan dengan air dalam wadah botol yang juga ia bawa dari rumah. Di saat seperti ini, ejekan lain terlontar untuknya. Dan seperti biasa, Hinata tersenyum dan mengucapkan terima kasih dengan hati lapang.

Kimi to BokuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang