Escape part 3

2.9K 264 1
                                    

Musim gugur berakhir dengan suhu yang menurun dengan cepat. Salju belum turun saat Hinata merayakan ulangtahunnya. Hari kedua di tahun yang baru, salju mulai mewarnai kota dengan warna putihnya. Salju terus turun hampir setiap hari. Setiap pagi mobil pengeruk salju akan berkeliling di area pemukiman penduduk. Namun satu jam kemudian jalanan kembali dipenuhi tumpukan salju. Para pengguna kendaraan berpikir dua kali untuk menggunakan mobil mereka di cuaca seperti ini. Jalanan yang terlalu licin dan salju yang turun dengan deras pasti mengganggu penglihatan. Tapi kendaraan umum juga bukan pilihan terbaik.

Selama liburan musim dingin yang hanya sebentar, Hinata mengunjungi Hanabi di Kyoto, berbelanja banyak baju baru dan pernak-pernik serba ungu yang sengaja dipilih Hanabi untuk Hinata.

Saat Hinata pulang, jadwal keretanya sempat tertahan karena jalur dipenuhi salju. Ia membaca beberapa brosur yang diberikan pamannya sebelum pulang. Hizashi mengusulkan pada keponakannya untuk belajar Bahasa Inggris. Dia punya beberapa koneksi untuk memperkenalkan Hinata pada beberapa kampus bagus. Ya, dia hanya perlu belajar Bahasa Inggris karena dewan sekolah sudah sangat tertarik pada bakatnya.

Langit kelabu selama musim dingin perlahan berganti dengan langit cerah. Agensi tempat Hotaru bekerja merekrut banyak tenaga baru. Kebanyakan gadis-gadis muda yang tak bisa melanjutkan sekolah, sisanya adalah gadis-gadis yang tak cukup cantik untuk bekerja di swalayan atau jadi office lady. Kesempatan lembur Hotaru jadi berkurang.

Pada akhirnya salju mulai mencair dan musim semi pun tiba. Semester baru dimulai. Saat Sasuke dan Hinata kembali ke sekolah, keduanya telah siap menjalani tahun senior mereka di SMA.

.

.

.

Seusai sebuah pesta perayaan yang dihindari Naruto, ia menghampiri ibunya yang terlihat lelah dan tak puas dengan banyak hal. Seringkali Kushina merindukan sesuatu yang lebih sederhana daripada hal-hal mewah yang gemerlapan.

“Ada apa?” tanyanya.

“Okaa-san, apa kau tahu Shinpuru-gakuen?”

“Shinpuru? Itu nama sekolah?”

“Ya. Apa Okaa-san tahu?”

“Tidak. Ini pertama kalinya aku mendengar nama itu. Memangnya kenapa?”

Naruto nyengir, menghampiri ibunya yang duduk di kursi, lalu memijat bahunya yang tegang. “Ah … tidak. Aku hanya berpikir, mungkin aku akan mengambil tahun senior-ku di sana?” tanyanya tak yakin. Ia sudah siap jika ibunya tak setuju atau menjewer telinganya seperti setiap saat dia mengutarakan usulan-usulan anehnya.

Kushina menikmati pijatan tangan putranya, tahu bahwa ini akan memerlukan bayaran yang tak berhubungan dengan uang. “Kau benar-benar tak berniat kembali ke Anaheim, ya?”

“Tidak.”

“Kenapa?”

“Kaa-san yang paling tahu kenapa.”

“Maksudku, kenapa Shinpuru-gakuen? Itu terdengar seperti sekolah negeri biasa dan bukan sekolah swasta.”

“Ada orang yang kucari.”

“Hmm …” Kushina mulai menangkap arah pembicaraan Naruto, “Apa ‘seseorang’ ini berkelamin perempuan?”

Naruto tertawa pelan, dia merasa tubuhnya diisi ulang dengan pelangi. Ah … padahal dia tak terlalu menyukai permen berwarna-warni. “Ya.”

Sesungguhnya Kushina tak terlalu suka dengan pilihan sekolah untuk putra satu-satunya itu. Jika memang dia akan meneruskan satu tahun sekolahnya di SMA, setidaknya Naruto bisa memilih Konoha-gakuen yang jelas-jelas dibangun oleh ayahnya. Dia juga punya beberapa kenalan baik di sana. Tapi mengetahui alasan Naruto yang tak terjangkau imajinasi Kushina, berhasil menarik perhatiannya.

Kimi to BokuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang