Hinata sedang mengikat rambutnya saat ponsel yang ia letakkan di meja, berdering dengan nada khusus yang sudah ia atur. Tanpa perlu mengecek layar, ia menjawab dengan cepat. Senyum mengembang tanpa ia sadari begitu mendengar suara di seberang yang menyapanya.
“Kau sedang apa?”
Hinata memandang pantulan dirinya di cermin kamarnya. Musim panas telah hadir. Akhirnya tahun telah berganti, memperbaiki hatinya yang dulu rusak. Bahu kirinya mengintip dari baju longgar yang dikenakan Hinata siang itu. Celana pendek denimnya terasa seperti sebuah kesalahan. Tapi cuaca memang sedang kurang ramah belakangan ini. Meski penyejuk ruangan sudah dinyalakan, panas yang menyengat masih begitu keras kepala menembus pertahanan dinding.
“Aku … sedang berdiri, dan berbicara denganmu.”
Naruto tertawa, keceriaannya menular ke Hinata yang berubah merona.
“Jadi?”
“Apa?”
“Bagaimana pembicaraan dengan ayahmu? Ah, maksudku, aku yang akan bicara dengannya. Tapi aku perlu tahu jadwalnya.”
“Naruto-kun.”
“Ya?”
“Tenanglah.”
“Oh.” Naruto menarik napasnya, “Aku terdengar gugup, ya?”
“Sedikit, tapi kau pasti akan baik-baik saja.”
“Kalimatmu membantu.”
“Baguslah.”
Di penghujung musim semi yang baru saja berlalu, Hinata memutuskan untuk pulang. Ia menerima sikap dingin ayahnya yang tak memedulikannya. Hinata memaklumi sikap Hiashi yang kecewa. Perlahan-lahan ia mencoba membangun hubungan yang dulu pernah putus.
Saat akhirnya mereka benar-benar berbincang-bincang, tak ada air mata kebahagiaan, hanya tamparan keras dari tangan Hiashi yang gemetar, dan tubuhnya yang lunglai karena rasa syukurnya yang begitu kuat. Dia kemudian memeluk Hinata, marah, tapi menangis. Bahagia karena akhirnya putri sulungnya telah kembali.
Butuh waktu lama bagi Hinata untuk mengumpulkan keberaniannya lagi. Selama itu Naruto menjadi satu-satunya orang yang mendampinginya. Kepribadiannya yang hangat mengubah dunia Hinata. Kemudian lamaran itu tiba. Dan Hinata perlu membicarakan ini dengan ayahnya.
Hyuuga Hiashi mempertanyakan, tapi tak pernah benar-benar mengajukan pertanyaan. Ia tak suka mengungkit masa lalu, atau kesalahan yang pernah dilakukan putrinya. Ia bukan manusia sempurna juga, jadi dia membiarkan ini lolos dari genggamannya, dan memutuskan untuk menatap masa depan saja.
Dan begitulah, ia menerima tawaran pertemuan itu, entah makan malam atau jamuan sederhana di mana sang calon menantu datang mengunjungi rumahnya, bersikap kaku dan pura-pura santai seperti kebanyakan laki-laki muda yang akan menikahi anak gadis orang.
Mereka menganggap akhir pekan akan menjadi waktu yang paling tepat untuk semuanya. Hiashi orang kantoran, dan rupanya Naruto juga begitu, hanya saja dia punya ruangan khusus di kantor dan tabungan sahamnya jauh lebih banyak dibandingkan Hiashi yang hanya punya tabungan pensiun.
Jadi Hinata menyampaikan kabar baik itu pada Naruto, berikut ucapan Hiashi yang tak setuju dengan pertunangan dan lebih tertarik bila pernikahan menjadi satu-satunya agenda utama mereka. Tentu laki-laki Hyuuga itu tak mengatakan alasannya bahwa ia takut masa lalu Hinata mungkin akan merusak rencana besar ini bila mereka tak segera menikah.
Dan akhir pekan pun datang. Kehadirannya seperti tamu yang telah lama dinanti. Hinata belum pernah membawa Naruto ke rumahnya secara resmi, karena selama ini Naruto hanya terkadang mengantar Hinata pulang tapi tak pernah mendapat izinnya untuk masuk ke rumah. Hiashi jarang ada di rumah saat senja, dan Hinata tak pernah pulang setelah waktu senja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kimi to Boku
FanfictionKumpulan fic SasuHina; one-shot(s) dan mini series. Unrevised; you might find some typo(s). AU. Romance, Drama, General, Mystery, Slice of Life, Slightly Comedy.