✎ 06. Useless

283 52 8
                                    

Jam pulang kisruh akan para murid yang satu persatu mulai keluar dari kelasnya masing-masing. Hyunjin, Jeongin dan Seungmin yang sedang melintasi koridor bersama harus berhenti karena ulah Jisung yang muncul tiba-tiba di depan.

"Nongkrong dulu yuk, anak-anak udah pada nungguin lo tuh di markas." ajak Jisung, tentunya pada Hyunjin.

Dalam hati, Jeongin ingin menarik Hyunjin agar langsung pulang, namun ia terlalu gengsi untuk melakukannya. Apalagi jika ujung-ujungnya bertengkar, bisa-bisa Jeongin yang malu.

Tak usah ditanya lagi apa jawaban Hyunjin, wajah Jeongin berubah masam ketika mengetahuinya.

Lelaki bermata sipit yang jauh lebih tinggi dari Jeongin itu menepuk bahunya, mengisyaratkan izin dari sana sebelum akhirnya pergi dan menghilang bersama Felix dan Jisung.

Matanya kini beralih menilik Seungmin, takut kembali ditinggalkan seorang diri lagi seperti hari-hari sebelumnya. Tapi di dalam hatinya, Jeongin menghitung mundur.

"1 .... "

"2."

"Ti .... "

Klingg

Jeongin memejamkan mata, melepas hembusannya dengan kasar. Terdengar giginya bergemelatuk, membuat rahang kokoh itu kian mengeras.

Lagi-lagi suara notif sialan dari ponsel Seungmin terdengar lagi di kupingnya. Sudah familiar bagi Jeongin yang tiap kali merasa hampa setelahnya. Kini, tinggal menunggu satu kalimat lagi menyusul dari mulut Seungmin.

"Gue pergi dulu ya, ada janji sama temen." ucap Seungmin buru-buru.

"Loh? Belajar kelompoknya gimana?" Jeongin sedikit meninggikan suaranya--hampir berteriak. Tak terima dengan keputusan sepihak yang dibuat Seungmin--walaupun sebenarnya ia sudah tau jawabannya.

"Nanti malem aja." ringan Seungmin setelah berbalik arah.

Saat menerima notif, ia pamit dan langsung lari begitu saja. Sehingga kini mereka berjarak sedikit jauh.

Namun, belum juga mendengar jawaban Jeongin, Seungmin sudah hendak berlari lagi.

"Gak bisa, gue ada les malem ini."

Seungmin berhenti lagi walau sedikit menggerutu karena Jeongin sangat cerewet. "Yaudah besok."

"Batas pengumpulan besok, kalo enggak, kita bisa dihukum." peringat Jeongin, namun tak juga membuat pria itu balik ke posisi awalnya.

"Yaudah, lo kerjain sendiri aja." Melihat wajah Jeongin mulai tak enak, Seungmin menyatukan kedua telapak tangannya, dan memohon dengan wajah memelas. "Plis ya? Besok gue traktir deh."

Pria berwajah masam itu berusaha mengulur napas, memberi masuk oksigen ke dalam ruang paru-parunya, sampai bibirnya bisa melekuk lagi di wajahnya yang kebas. "Iya,"

Jawaban singkat itu sukses membuat Seungmin melompat kegirangan. "Yeayyy, makasih Yang Jenius Jeongin!"

Kemudian pria itu menghilang, terhalang bangunan-bangunan Sekolah.

Jeongin sudah hapal dengan baik alur hidupnya, bagaimana Sam yang sibuk, ayahnya yang selalu menuntut, Seungmin yang lebih memilih teman-temannya sekali pun ada janji penting dengannya, hingga di mana ia selalu berjalan sendiri tanpa siapa pun di sisinya. Rasanya hari-hari berputar begitu terus bak kaset rusak. Selalu sama, dan tak ada yang berbeda. Hidup mudah sekali ditebak.

Jeongun tersenyum getir.

Kenapa gak ada yang pernah tahan dengan ku? Aku ingat, paling lama, orang berbicara padaku itu hanya sekitar 20 menit, itu pun cuma karena 'darurat', selebihnya, gak ada yang bisa tahan.

Disappear ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang