✎ 11. Same Person?

256 42 9
                                    

Sejak tadi, pandangan Jeongin hanya tertuju pada telapak tangannya yang berkeringat. Ia tak berani menatap sosok pria yang sudah tak bisa dikenalinya lagi. Tak terlintas sebersit pun di benaknya akan kembali ke ruangan itu lagi. Kejadiannya sudah cukup lama, sekitar 3 tahun yang lalu, saat dirinya ketahuan mendapat nilai c. Setiap detail dari peristiwa itu sejatinya tak pernah hilang dari memori Jeongin, termasuk beberapa racauan gila yang mungkin akan didengarnya lagi.

Brukk!

Tumpukan buku sengaja diletakkan Joonhyuk di depan Jeongin. Tanpa disuruh, Jeongin sudah berinisiatif mengambil salah satu buku itu dan membacanya.

"Yang Jeongin, kamu tau apa kesalahan mu?"

Jeongin semakin menundukkan kepalanya. Suara ayahnya terdengar lebih dingin dari sebelumnya.

"Yaa! Papa seorang bajingan, apa kamu mau mengikuti jejak ku dengan lengah begini?!"

Jeongin tak mengerti, ia hanya memikirkan cara untuk keluar dari sana. "P-pah, aku minta maaf." Suaranya bergetar, persis seperti nyalinya yang kini gentar.

"Ibu kamu menanggung semuanya sendirian, dia--" Joonhyuk menjeda ucapannya karena tak kuasa menahan tangis, namun ia tak menyadari bahwa Jeongin jadi berpikir keras akibat perkataannya tadi.

"Papa tidak datang memberi selimut saat Mama kamu kedinginan. Si sialan itu tak bertanggung jawab, dia menelantarkannya--AHKK!"

Tangan Jeongin siaga melindungi telinganya dari pekikan tersebut. Ia dapat merasakan tubuhnya semakin bergetar hebat dan diselimuti keringat dingin.

Seperkian detik kemudian, Joonhyuk kembali mengangkat wajahnya dengan angkuh. Ajaibnya, sudah tidak ada jejak air mata lagi di sana.

"Yang Jeongin, seonggok daging tanpa jiwa dan tak kasat mata." Ia berdecih, nadanya kembali seperti semula. Lembut dan menusuk. Namun tetap tak mengurangi kengeriannya. "Ternyata putraku lebih payah dari yang ku kira." celetuknya, setelah melihat semua yang terpancar dari manik Jeongin.

Dalam satu langkah, Joonhyuk sudah berada di dekat Jeongin dan menunjuk dahi anaknya dengan telunjuk. "Sebenarnya kamu tahu dengan jelas betapa buruknya dirimu, tapi kamu selalu menyangkal dan membohongi diri sendiri agar merasa layak untuk tetap hidup."

"Dengarkan aku!" Joonhyuk mengalihkan fokus Jeongin dengan satu sentakan di bahunya. "Kamu tahu apa yang paling membuatku muak darimu?"

Meski belum siap, Jeongin memaksa dirinya mendengar itu. Menahan getaran di tubuhnya yang semakin tak terkendali, dan melampiaskannya pada ujung kertas dari buku yang ia remat.

"Kamu seorang pecundang dan pembohong yang buruk."

Mata Jeongin terpejam, jantungnya seakan berhenti berdetak. Dalam keadaan itu, Jeongin menjawab. "Ya, aku tau. Aku tau aku sangat buruk dalam semua hal. Sekarang katakan saja apa mau Papa, aku harus memakai topeng apa lagi kali ini?"

"Bagus kalau kamu sadar diri. Kemauan ku hanya satu, kamu menjadi yang terbaik di sekolah. Jika kamu lengah, orang yang selama ini tertawa di belakangmu akan menampakan diri. Kamu menjadi sampah yang tak punya kendali atas apapun, dan setelah semuanya sudah sangat kacau, kamu akan mati kedinginan."

"Jeongin, jika mereka merampasnya dari mu, tanamlah lebih banyak dan buatlah jebakan, agar ketika kembali, lawan mu tak bisa berkutik. Teruslah menyuap meski mulutmu penuh. Jika tersedak, semburkan itu ke wajah lawan mu."

"... kamu menyayangi Mama, kan?"

Takut-takut Jeongin menganggukkan kepala.

"Benar-benar sayang?"

Disappear ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang