✎ 16. Chaos

244 32 3
                                    

Akhirnya Hyunjin tiba di kediamannya. Segera ia membuka topi dan maskernya, juga menurunkan resleting jaketnya hingga dada. Sepatunya yang dilepas kini bertengger di rak sepatu.

Sebelum masuk ke dalam, tak lupa pria itu juga mengecek keadaan sekitar, memastikan tak ada yang mengikutinya. "Aman," Di kala itu, Hyunjin baru bisa bernapas lega.

Pelariannya hari ini berhasil, tak ada yang mencurigai gelagatnya sepanjang jalan. Topi, masker dan jaket benar-benar membantu dirinya kurang menonjol di masyarakat. Mengerikannya, baru beberapa jam informasi itu tersebar, Hyunjin sudah menjadi buronan orang-orang. Jadi ia harus lebih berhati-hati dan mendahului polisi keluar dari rumah itu sebelum mereka melakukan penangkapan.

Ia tahu pulang bukanlah keputusan yang tepat, namun jika tertangkap, setidaknya menjelaskan semuanya pada ibunya jauh lebih baik daripada tiba-tiba menghilang tanpa kabar.

Sela punggung tangannya yang masih mengalir darah segar akibat serpihan kaca mencoba mendorong sebuah pintu lapuk tak terkunci. Dengan langkah kecil, ia masuk ke dalam.

Netra Hyunjin menjelajah ke setiap sudut ruangan yang dipijaknya. Tak ada yang berbeda, meski sudah satu bulan berlalu sejak ia pergi.

Inilah kehidupan yang seharusnya Hyunjin jalani. Sam telah ditemukan, kini tak ada pilihan lain selain kembali ke kehidupan lamanya. Meski Hyunjin tahu, kehidupan lamanya tak bisa sepenuhnya sama dengan dulu seperti saat belum mengenal Jeongin. Pasti ada saja yang hilang, entah lebih jelasnya apa.

Dulu, ia sangat ingin keluar dari kehidupan yang disebutnya 'neraka' itu, tapi ketika kembali kenapa rasanya seperti tersesat? Hyunjin seperti baru saja terbangun dari mimpi yang panjang.

"Mama, Hyunjin pulang .... " ucapnya mencoba memanggil penghuni rumah sembari mendekati pintu kamar yang begitu familiar. Ia ketuk sekali, dua kali, kemudian tiga kali. Hingga kini temponya berubah cepat karena belum kunjung mendengar sahutan.

"Mah? Mama di dalem, kan? Jawab Hyunjin, Mah!"

Hyunjin coba mendobrak, namun percobaan pertama gagal. Ia kumpulkan kekuatan, melangkah mundur untuk mengambil ancang-ancang, namun sosok dari pintu depan tiba-tiba muncul dan membatalkan aksinya.

"Eitss, mau ngapain?" ucap Eugene setelah membuka pintu dan melihat anaknya berubah menjadi seorang 'petinju'. "Jin, itu pintu lho, bukan samsak."

Hyunjin bernapas lega, lalu tertawa. Cepat-cepat ia menghampiri ibunya dan meraih tangannya untuk dicium.  "Hyunjin nyariin Mama, Mama dari mana?"

"Dari luar, ada perlu sama tetangga. Kebetulan masakannya baru aja mateng, ayo kita makan."

Eugene merangkul anaknya menuju meja makan. Di balik itu, Hyunjin sebenarnya terkejut dengan perubahan ibunya. Dari yang selalu murung, sekarang penuh dengan senyum. Bahkan ia tak berpikir ibunya sudah bisa berpergian ke luar tanpa pengawasan. Tadi ia benar-benar berpikir ibunya pingsan di dalam sehingga tak menyahut panggilannya.

Kondisi Eugene berkembang sangat pesat dari sebelumnya, seperti yang dijanjikan Joonhyuk waktu itu. Dan di saat seperti ini, kadang Hyunjin merasa penilaiannya terhadap Joonhyuk salah, namun kadang juga sebaliknya, dan pada akhirnya Hyunjin selalu tak tahu orang seperti apa Joonhyuk. Apakah pria itu pahlawan atau justru parasit untuk hidupnya?

"Akhirnya kamu bisa pulang. Gak ada masalah kan di kerjaan?" tanya Eugene sembari mengambilkan anaknya sepiring nasi serta lauk pauk.

Hyunjin hanya menggeleng dan tersenyum. Ia menerima makanan yang disuguhkan ibunya, lalu memakannya dengan lahap. Sudah lama, lama sekali Hyunjin tak mencicipi masakan ibunya. Apapun makanannya, kalau yang masak ibunya, pasti akan terasa enak.

Disappear ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang