✎ 23. Switch

226 32 11
                                    

2 days later











Setelah menumpangi taksi, Jeongin yang baru saja pulang les berjalan menuju gang sempit di ujung jalan. Langkahnya hanya diterangi oleh satu-satunya lampu gantung di tengah gang. Tembok yang dipenuhi pilok bukan pemandangan baru lagi, ia sudah sangat hafal gambar dan tulisannya, karena ini jalan yang akan selalu sama, jalan yang entah terus dilaluinya sampai kapan selama hidupnya. Tidak ada yang lebih muak daripada rutinitas les dan sekolah yang kembali dijalaninya seorang diri.

Hening sekali, hingga hanya gesekan antara aspal dan sepatunya yang terdengar di gang itu. Kesunyian itu membawanya ke masa-masa bersama Hyunjin, di mana dulu ia selalu bisa menemukan pria itu dimana pun. Tapi sekarang mau mencarinya ke mana? Di ujung alam semesta pun tidak akan ada. Hyunjin benar-benar lenyap sejak hari itu. Kehidupannya seperti direset ulang, kehadiran Hyunjin seperti bagian rumpang yang baru saja dihapus oleh sang penulis sehingga tidak pernah ada.

Jeongin kembali memasuki rumahnya yang hampa. Ia tinggalkan sepatunya di rak dan berjalan menyusuri lorong. Ia tengok sejenak ruang tamu, mencari keberadaan sang ayah yang rupanya tidak ada. Pria itu tidak kelihatan beberapa hari ini, menghilang begitu saja tanpa kabar.

Lanjut menuju ke kamar, Jeongin menaiki tangga yang membawanya ke lantai 2. Sayangnya lagi-lagi ada yang membuatnya berhenti, itu karena pintu kamar Sam yang terbuka sedikit. Lampu di dalam menyala dan terputar lagu dari band rock favorit Sam. Celah itu pun ia lebarkan, tampak Sam yang tengah menyanyi sedang menata kamarnya.

Tak kuat menampung rasa rindunya lagi, Jeongin berlari ke dalam dan langsung memeluk pemuda yang baru mendapat kesadarannya.

Yang lebih tua melongo kaget mendapati adiknya menangis sambil memeluknya, ditambah kini bahunya bolak-balik diguncangkan hingga rambut panjangnya jatuh menutupi wajah. "Kak, ini beneran Kak Sam, kan?"

Dengan cepat Sam menyeka untaian rambutnya, memperlihatkan sederet gigi putih beserta line sempurna di sudut matanya--sesungguhnya itu senyum terlebar yang pernah Sam tunjukan padanya.

Tapi bersamaan dengan itu, Jeongin menyadari bahwa sosok Hyunjin dalam diri Sam sudah benar-benar hilang, aura mereka pun berbeda.

"Iyaa Jeongin, aku Sam. Kamu pulang jam segini lagi ya?" Sam mengecek arlojinya.

Bukannya menjawab, Jeongin malah beringsut memeluk Sam lagi, menghirup aroma vanilla dari parfum yang biasa dipakai kakaknya itu. Jeongin sadar, telah lama, lama sekali ia merindukan aroma vanila itu memenuhi ruang paru-parunya.

Sam tak biasa, keadaan itu membuatnya canggung. Ia masih kaku bersentuhan dengan adiknya. Jadi cepat-cepat ia singkirkan dahi Jeongin menjauh darinya.

Jeongin agak cemberut, tapi setelahnya ia tersenyum lagi. "Kenapa baru sadar sih? Aku cemas kakak hilang lagi."

"Dua hari terlalu lama buat pemulihan? Aku lemas tau berbulan-bulan ninggalin ragaku."

Sejak Hyunjin meninggalkan raga Sam, Sam butuh waktu untuk kembali ke raganya agar bisa kembali menyesuaikan, jadi selama dua hari ia dibaringkan di ranjang kamarnya.

Sadar sesuatu, tiba-tiba Sam menyentil kening Jeongin.

Ctakk!

"Aduh, apaan sih? Sakit!" keluh Jeongin sambil mengusap-usap dahinya.

"Sakit? Sukurin, begini aja sakit mau belaga bunuh diri. Jangan kira aku gak lihat semuanya, aku teriak setengah mati saat itu tapi kamu gak denger. Untung ada Hyunjin."

Jeongin tertunduk pasrah. Ia memang sudah gila saat itu.

Ctak!

"Apa lagi?" Kali ini Jeongin hanya mengusap dahinya tanpa protes. Nadanya memelan, namun mimiknya tak bisa bohong kalau ia kesal pada Sam.

Disappear ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang