✎ 10. Rise

261 45 16
                                    

Jika isi hati tak bisa diketahui orang lain, maka mata dapat menunjukan semuanya.

Hyunjin keluar dari kamarnya, menuruni anak-anak tangga yang kemudian diikuti pemandangan pria lebih muda darinya tengah asik menyeruput segelas susu vanilla sembari membaca buku di meja makan. Melihat roti tawar di meja masih utuh, pria itu cepat-cepat merenggutnya.

"Sarapan hari ini biar aku yang buat,"

Jeongin hanya melirik sekilas ke arah Hyunjin yang sangat sumringah mengoleskan selai roti, lalu kembali fokus membaca.

"Nih," Setangkup roti disodorkan ke hadapan Jeongin.

"Gak suka cokelat, sukanya rasa mint." Lalu Jeongin kembali senyap. Namun perasaannya tidak enak saat melihat Hyunjin bukan beralih ke kulkas, melainkan berjalan ke arah kamar mandi.

"Kak, mau ke mana?"

"Mau ambil odol."

Jeongin mendesah. "Tololnya natural apa gimana sih? Kamu mau racunin aku?"

Senyum ringan tergurat. "Biar sekalian sikat gigi,"

Buru-buru Jeongin mengambil roti yang telah disiapkan Hyunjin dan melahapnya. "Gak jadi, Kak. Ini aja deh."

Pandangan Hyunjin hanya terfokus pada pria mirip rubah yang tiba-tiba membuatnya gemas. Dari caranya melahap, meminum, sampai berbicara, semuanya membuat Hyunjin bahagia pagi ini. Anak murung, yang semalaman menangis karena belenggu lara sekarang memainkan perannya dengan baik. Jika dilihat dari kondisinya kemarin, dia seperti orang yang berbeda ketika harus tersenyum di pagi hari.

Pria bermarga Hwang itu mengalihkan tatapnya ke buku yang Jeongin baca ketika ia duduk mendekatinya.

"Uhuk uhukk."

Jeongin tersedak sangking cepatnya meminum susu. Hyunjin yang panik, membantu mengusap-usap punggung Jeongin agar batuknya reda.

Jeongin salah tingkah dan malu diperhatikan Hyunjin seperti tadi. Jujur saja, orang pemalu tanpa diperhatikan saja sudah ingin menenggelamkan diri, apalagi diperhatikan sangat lekat begini. Tak ada orang yang memperhatikan dirinya seperti ini sebelumnya, karena memang dia tidak menarik untuk jadi perhatian.

Lekas sarapan, mereka pun menuju Sekolah seperti biasa. Namun bedanya, sikap Hyunjin berubah lebih hangat dari sebelumnya. Ia memperhatikan segala yang diperlukan Jeongin, bahkan karena Jeongin lupa memakai dasi hari ini, Hyunjin meminjamkannya tanpa mempedulikan dirinya sendiri.

Langkah kedua bersaudara itu melambat ketika Han dan Felix yang sejak tadi menunggu di sisi Koridor menyambut mereka dengan sumringah--oh, bukan mereka--tapi hanya Hyunjin. Tatapan mereka bahkan tak menganggap Jeongin ada.

"Hangout dulu yuk di kantin. Katanya ada adek kelas imut yang suka beli boba, sabi lah, sekalian penyegaran mata sebelum pelajaran."

Jeongin kembali murung, ia sudah sangat hafal dengan kejadian berikutnya, sehingga ia memutuskan mengambil langkah lebar untuk meninggalkan Hyunjin dan teman-temannya sebelum pria itu menjawab.

Namun langkahnya terhenti karena Hyunjin menahan lengannya. Pria jangkung itu maju menyamai posisi Jeongin, lalu merangkulnya. "Gak dulu deh, lain waktu aja. Bye, buaya."

Hyunjin mengusak rambut Jeongin gemas sepanjang melanjutkan perjalanan yang tersisa. Ia sesekali jahil dengan menggelitik kuping dan perut Jeongin.

Namun di balik tawa itu, muncul tanda tanya di hati Jeongin. Bagaimana bisa sifat Sam yang kaku dan dingin dapat mencair begini? Pasti dia cuma lagi bosen kan? Gak mungkin Sam memilih dirinya dibanding temen-temennya.

Disappear ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang