✎ 17. Move

228 30 4
                                    

Silau. Itu yang pertama kali Jeongin rasakan setelah sadar. Bukan hanya terik yang menyelinap, tapi terik dari seluruh penjuru, yang mengartikan kalau Jeongin berada di luar ruangan.

Ia masih belum bisa mencerna di mana dirinya, kawasan di sana juga sepertinya jarang dilewati orang-orang.

Tapi melihat tembok bangunannya, sepertinya Jeongin familiar dengan tempat itu. Dan keyakinannya semakin kuat saat mata nanarnya sudah sepenuhnya bekerja.

"Ah, sial! Kenapa mereka suka jahil begini? Mereka pikir aku takut?" amuk Jeongin pada teman-teman imajinasinya, lalu bangkit berdiri dan membersihkan baju dan tubuhnya dari debu.

Ya, gedung tua itu lagi. Entah sudah yang ke berapa kalinya ia terbangun di sana. Sisi gedung yang ia pijak memang jarang dilintasi orang, makanya tak ada yang datang menolong. Tanpa berpikir lagi, Jeongin pun meninggalkan tempat itu dan pulang ke rumahnya. Tak lupa dengan perasaan kesal pada tulpa-tulpa ciptaannya yang ia duga sebagai pelaku.

"Minho! Changbin! Keluar kalian!" pekik Jeongin ketika sampai di kamarnya. Nadanya meninggi.

"Minho! Changbin! Aku mau bicara!"

Detik itu juga, mahkluk tak nyata itu menampakan diri dan berdiri di hadapan Jeongin.

"Kenapa kalian bawa aku ke sana? Harusnya kalian tahu kapan waktunya bermain-main. Aku juga masih ada jam pelajaran tadi."

Keduanya kompak berpandangan. Minho mengambil alih. "Kamu bicara apa? Dari tadi kami di sini."

"Jangan bohong, kalau bukan kalian siapa lagi?"

"Kami bahkan gak ngerti apa yang kamu maksud." timpal Changbin, berharap Jeongin percaya.

"Kalian bawa aku ke gedung tua itu di luar kesadaranku. Mungkin kemarin-kemarin gak jadi masalah, tapi sepertinya kalian semakin ngelunjak. Lelucon kalian gak lucu!"

"Hey, monyet gila! Jangan asal menuduh. Kalau kami bisa ambil alih seluruh kesadaranmu, udah dari dulu kami lakukan."

Perkataan Minho diangguki Changbin, menandakan bahwa ia sependapat.

Mendengar itu, Jeongin tercengang. Benar juga, tidak mungkin mereka bisa melakukan hal besar yang bahkan belum pernah ia ajarkan pada mereka. Tapi siapa yang mencoba mempermainkannya?

Pria itu membuyarkan pikirannya. "Oke, aku percaya. Maaf udah nuduh kalian,"

Para tulpanya melengos pergi begitu saja setelah itu, sementara Jeongin mencoba menghibur diri dengan melepas tasnya dan meraih gantungan, serta komik pemberian Hyunjin.

Keduanya ia tatap cukup lama, sampai akhirnya ia merasa rela dan yakin memasukkan benda-benda itu ke dalam kardus yang ia tempatkan di kolong kasurnya. Kardus itu memang sebagai tempat barang-barang yang sudah tak terpakai lagi dan akan segera dibuang.

Ia raih benda pipih yang menghuni sakunya. Selain menghapus jejak pemberian Hyunjin, ia juga akan berencana menghapus foto-foto mereka. Namun saat melihat foto terbaru, Jeongin kembali dibuat tercengang.

Di dalam foto itu, tampak dirinya sedang selfie dari sudut tak biasa. Sangat jauh dari sudut andalannya yang selalu mengambil titik tengah. Dan ia tahu, latar foto itu adalah tempat yang belakangan ini tak sengaja ia kunjungi, yaitu Gedung Tua. Yang paling tak ia mengerti, ia merasa tak pernah mengambil foto itu.

"Diliat-liat, kayanya sudut foto ini mirip sama sudut foto seseorang."

Karena terus menerus hilang kesadaran, Jeongin punya ide cemerlang. Ia sengaja terlelap di meja belajarnya, sementara ponselnya sudah siap merekam dirinya dari kejauhan.

Disappear ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang