✎ 04. Trapped

357 53 3
                                    

Yang berada di cahaya, tidak akan bisa melihat sesuatu di dalam gelap, tapi orang di dalam gelap, dapat melihat segala sesuatu yang ada di dalam cahaya.

.

.

.

Anggukan antusias Hyunjin menjadi jawaban dari tawaran Joonhyuk barusan. Keduanya sampai tak menghiraukan pandangan Eugene lagi yang dipenuhi tanda tanya di belakang.

"Makasih banyak ya, Om. Akhirnya saya punya harapan lagi. Udah lama ibu saya gak dapet terapi."

Melihat pria muda itu tersungging, Joonhyuk ikut mengulas senyum. "Iya, kebetulan saya psikolog."

Kali ini, Hyunjin meragukan perkataan Joonhyuk. Ia meneliti setelan Joonhyuk dari atas sampai bawah. Kata-katanya benar-benar tak seiras dengan kenyataan.

Ia heran, mana ada psikolog dengan pakaian serba hitam begitu? Yang ada para pasien kabur saat melihatnya. Apalagi untuk pasien yang mengalami traumatik dengan kriminal.

Lamunannya buyar saat pria itu menyodorkan kartu nama dari dalam dompetnya. Saat ia menerimanya, nada bicara Joonhyuk mendadak berubah.

"Tapi kamu tau 'kan kalau di dunia ini gak ada yang gratis?" Mata Joonhyuk turun ke name tag seragam milik pemuda tampan di depannya untuk menyelesaikan untaian kalimat yang menggantung. " ... Hwang Hyunjin?"

Hyunjin terperangah, ia merinding setelah napas hangat si lawan bicara menyentuh telinganya. Kerutan di dahinya mewakili perasaan bingungnya. "Om t-tenang aja, saya pasti bayar kok, tapi gak sekarang."

"Saya bukan minta uang." Jawaban itu justru lebih mengejutkan Hyunjin. Bukan itu yang ingin ia dengar.

Pria yang lebih tua menghampiri jendela terbuka, dan berhenti untuk menghirup udara segar dari sana.

Ia melanjutkan, setelah tahu Hyunjin menyusul di belakangnya. "Kamu sangat mirip dengan Samuel, anak saya yang hilang. Tak ada yang tidak mirip barang seinci pun dari wajahmu. Saya sedih dia pergi meninggalkan saya entah ke mana."

Hyunjin mengangguk saja, padahal pikirannya melayang jauh ke belakang.

Jadi maksudnya kehilangan seseorang itu anaknya? Berarti cerita itu gak bohong dong? Tapi soal Papa yang mau bunuh gue itu bohong, kan?

"Jujur, Sam itu anak yang sempurna, jika dia bukan pembangkang. Dia anak baik, jika tidak salah ditempatkan. Dan, Sam anak yang beruntung, jika dia tidak dilahirkan .., bisa kamu membayarnya dengan menjadi dia?"

"Hah?" Pria bermata sipit itu nyaris terperanjat dari posisinya. "Om, tolong ya, saya masih gak bisa mencerna ucapan Om." tuturnya menuntut penjelasan. Ternyata ada maksud lain Joonhyuk cerita panjang lebar ke dirinya.

Joonhyuk santai saja karena ia telah menduga reaksi pemuda itu jauh sebelumnya. Malah sekarang kedua tangannya menyilang di depan dada. "Kamu harus memakai identitas Sam jika terapi ini ingin berlanjut."

"Om, gila? Mana mungkin saya kayak gitu, memalsukan identitas sama aja kayak nipu orang-orang."

"Ya terserah kalau mau mental ibumu memburuk. Saya tidak memaksa.
Tapi apa kamu tega usik ketenangan ibumu lagi? Dia sudah nyaman dengan ku. Kamu tega biarin dia inget lagi sama papamu yang brengsek itu?"

Hyunjin meremat tangannya sendiri hingga buku-buku jarinya memutih. Jawaban macam apa itu? Seharusnya pria tua itu memohon baik-baik, bukan malah balik mengancam begini. Hyunjin tahu Joonhyuk sengaja menjebaknya.

Egonya sangat tinggi untuk menerima tawaran dari pria arogan itu, tapi di sisi lain, rasa sayangnya juga tak kalah tinggi. Entah mengapa, seperti ada bisikan yang menyuruhnya untuk menerima tawaran itu.

Disappear ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang