Bab 1 - Best (Boy) Friend

22.4K 1.3K 93
                                    

Persahabatan. Kebersamaan. Dan kesetiaan. Tiga kata ajaib itu terus-menerus mengisi isi pikiran gadis itu, seolah ia mencari cara bagaimana menyelipkan kata 'cinta' sebagai member baru. Kira-kira kata mana yang perlu disingkirkan?

Nayara Pratista menghela napas untuk kesekian kalinya setelah menghabiskan dua gelas kopi di kafe yang tidak jauh dari kantor Jason Alvaro - tetangga sekaligus sahabat baiknya sejak mereka masih berumur sepuluh tahun.

Gadis berambut panjang itu melirik jam di pergelangan tangannya, berdecak kesal karena seseorang yang ditunggu tidak kunjung menunjukkan batang hidungnya.

"Kalau dia sampe gak dateng, gue sunat lagi itu tititnya," dengusnya kesal.

"Abis dong kalau gitu?"

Pucuk dicinta si bajingan pun tiba. Nayara melipatkan tangannya di depan dada menyambut kedatangan seorang pria bertubuh tinggi, rambut pendek yang dipotong rapi, dan berkulit putih pucat. Lihatlah pria ini, lihat! Ia bahkan tidak menyembunyikan senyuman tanpa rasa bersalah di hadapan Nayara.

"Jason." Gadis itu mengucapkan nama sang pria dengan khidmat. "Biarkan gue memperjelas ini semua. Pertama, gue bukan cewek lu. Kedua, gue sibuk banget. Gak ada waktu nih nungguin playboy brengsek macem kayak lu di kafe kayak orang bego." Perkataan yang tidak ada manis-manisnya itu sudah Jason nikmati hampir disepanjang perjalanan hidupnya. Namun seperti biasa, pria yang saat ini memakai kemeja hitam tidak merasa tersinggung dengan ucapan gadis berwajah dingin yang duduk manis di depannya.

"Dena hamil," cetus Jason seraya menyesap minuman milik Nayara.

"Anjing," umpat Nayara pelan. Jadi pria itu mengajaknya bertemu di kafe ini hanya untuk menyampaikan perilaku buruknya kepada salah satu perempuan yang ia mainkan? Wah, Nayara perlu memberikan tepuk tangan meriah kepada Jason.

"Kira-kira lu punya kenalan dokter yang bisa gugurin kandungan gitu, gak? Dena minta gue cariin, dia gak mau punya anak soalnya karir model dia lagi berada dipuncak-puncaknya," Jason mengukur kata puncak dengan mengangkat sebelah tangannya ke atas kepala.

"Mending lu mati aja deh, supaya langsung dikirim ke neraka. Gue capek bertemen sama iblis kayak lu," cetus Nayara blak-blakkan.

Jason langsung memasang wajah cemberut yang dibuat-buat. "Nanti kalau gue mati, lu pasti sedih banget, Nay. Emang lu sanggup kehilangan sahabat yang ganteng kayak gue gini?" Jason menempelkan kedua tangannya ke kedua pipinya, memeragakan wajah imut yang ingin rasanya Nayara tendang.

"Jason, gue ini penerjemah bahasa Jepang-Indonesia di penerbit terbesar di Jakarta. Gue mana tau dokter kayak gituan, dan ngepain gue bantuin lu ngubur dosa," kata Nayara dongkol. "Mana dosa gue juga numpuk," gumamnya mulai menghitung dosa-dosa yang telah ia perbuat semasa hidup.

Jason mendesah, ia melemaskan bahunya. "Pusing banget jadi bajingan," desisnya.

"Lagian siapa yang nyuruh lu jadi bajingan?" Nayara bertanya dengan emosi. Entah sebenarnya apa yang berusaha Jason cari dalam hidupnya, ia tidak pernah serius dengan apa pun. Apa pun. Tidak pernah punya komitmen, dan mudah berganti-ganti perempuan. Pria itu benar-benar tahu cara memanfaatkan wajahnya yang rupawan luar biasa.

"Son," Nayara mulai berbicara serius. "Sebenarnya apa yang lu pengenin sih? Lu gak ada gitu niatan hidup lebih teratur kayak orang-orang. Contohnya si Rafael deh tuh, dia setia banget sama pacarnya sampe nyusul ke London," ujar Nayara menyertakan nama Rafael Alvaro yang tak lain adalah sepupu kandung Jason sendiri.

Jason menatap wajah Nayara, memberikan gadis itu senyuman mautnya yang selalu digunakan ketika merayu perempuan. Bodohnya, para perempuan itu terhanyut dalam senyuman itu seakan terhipnotis dan mau mengikuti apa saja yang diucapkan Jason.

Why Did I Fall in Love With You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang