Bab 34 - Useless

12.1K 873 246
                                    

Aku pasti sudah gila.

Entah setan apa yang sudah merasukinya di atas bukit itu, Jason tidak menyangka kalau dirinya akan melakukannya dengan spontan tanpa pikir panjang. Tapi saat itu... saat itu Jason benar-benar kehilangan akal sehatnya. Ia juga bingung kenapa dirinya kepikiran untuk mencium Nayara. Astaga... Astagaaa! Ingatan mengenai ciuman malam itu membuatnya stress.

Setelah tragedi tidak diduga itu, paginya Nayara tidak mau bicara dengannya, Jason sendiri tidak bisa mengatakan apa-apa karena merasa canggung. Walaupun ciuman itu tak ada penolakan tetapi tetap saja itu bukan kenangan yang bisa diutarakan secara terang-terangan.

Bahkan ketika mereka akhirnya membereskan tenda, dan pulang ke Jakarta, dalam perjalanan Nayara tidak membuka mulutnya sama sekali. Ia fokus mendengarkan lagu melalui airpods-nya dan membiarkan Jason kalang kabut sendirian.

Namun anehnya reaksi yang Nayara berikan setelah ciuman itu cenderung tenang, ia tidak marah, sedih, atau lain-lainnya. Ketenangan itulah yang membuat Jason resah dan kebingungan.

"Temen tapi ciuman, itu gimana ceritanya?" pekikan keras di ruang kerja Jason terasa bisa merusak telinga siapa pun yang mendengarnya.

"Rafael, gue minta lu ke sini buat bantuin gue bukan malah bikin pusing," desah Jason lemah.

Sudah tiga hari setelah kepulangannya dari Yogyakarta, dan sudah tiga hari pula Jason nyaris gila. Ia tidak menghubungi Nayara begitu juga sebaliknya. Mereka berdua sama sekali tidak berniat membahas masalah ciuman di atas bukit itu.

Rafael menghela napas ikut pusing dengan permasalahan Jason yang tak ada habisnya dari dulu. Menurut Rafael persahabatan antara Jason dan Nayara benar-benar sesuatu yang tidak bisa dibereskan dengan mudah. Hubungan mereka sangat spesial. Saking spesialnya sulit membentuk komitmen pada hubungan itu karena perpecahan yang terjadi di masa lalu.

"Oke," putus Rafael mencoba menyikapi permasalahan serius ini dengan tenang. "Jadi maksudnya ciuman itu berlangsung dadakan? Lu tiba-tiba punya keinginan itu?" tanyanya lagi.

Jason mengangguk mengiyakan. "Pas liat dia dari jarak deket, dia keliatan cantik banget dan gue gak bisa nahan diri buat gak cium dia. Itu gak direncanain, Raf, itu pure spontan," katanya menjelaskan perasaannya sebelum mencium Nayara di atas bukit waktu itu.

Rafael mengernyitkan dahinya. "Lu yakin cuma karena spontan atau terbawa suasana? Bukan karena lu sebenernya sayang sama dia sebagai laki-laki?" Kini Rafael mencoba mencari jawaban pasti dari perasaan Jason.

Jason tidak bisa menjawab, ia terdiam karena masih ragu.

"Kalau lu diem terus dia bisa diambil orang," cetus Rafael.

"Jangan berani ngomong gitu," sahut Jason terlihat takut.

Rafael menghela napas lelah. "Lu perlu mikir apa lagi? Hubungan kalian itu kan deket banget, kalaupun lu sama dia nikah, orang-orang gak bakal aneh. Pacaran sama sahabatan dengan gaya kek gitu apa bedanya? Itu sama-sama hubungan spesial."

Jason mengangkat kepalanya, menatap Rafael dalam-dalam. Benar juga, Jason memang memperlakukan Nayara seperti seorang kekasih. Pacaran atau persahabatan tidak ada bedanya di antara mereka. Buktinya saat di pantai mereka berdua tidak merasa kalau pacaran itu sesuatu yang istimewa karena memang mereka sering melakukan kedekatan semacam itu tanpa risih.

"Lu pikir gue sama dia bisa sama-sama?" Akhirnya pertanyaan itu keluar dari mulut Jason. Rafael tersenyum kemudian menganggukan kepalanya.

"Apa yang lu tunggu lagi? Restu udah dipegang, kalian berdua udah saling mengenal satu sama lain, walaupun gue gak tau sekarang Nayara masih suka sama lu atau gak, tapi dulu dia punya perasaan itu, karena sekarang lu mau nyoba nyadar sama perasaan lu, gue yakin semuanya pasti berjalan lancar."

Why Did I Fall in Love With You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang