Bab 9 - Our Own Way

7.2K 734 43
                                    

Apakah doa itu akan terkabul? Jika seseorang yang berdoa itu sendiri ragu dan tidak memiliki keyakinan.

Nayara Pratista berdiri di depan gedung universitas swasta, tepatnya di depan fakultas Ilmu Budaya dan Ilmus Sosial. Ia menarik napas kuat-kuat sebelum akhirnya meyakini diri memasuki gedung fakultas lima tingkat tersebut.

Gadis itu mengusap rambutnya beberapa kali dan memastikan sekali penampilannya sebelum memasuki ruangan dosen. Nayara menggunakan kemeja lengan panjang berwarna cokelat muda berbahan satin dan rok hitam menutupi lututnya. Ia membiarkan rambutnya kuncir kuda, dan riasan se-natural mungkin.

Ia mengentuk pintu ruangan dosen itu sebanyak dua kali sebelum ia membuka pintunya sendiri.

"Oh? Bu Nayara ya? Asisten Bu Fahra?" seorang wanita dewasa berambut sangat pendek berdiri dari kursinya dan menyambut Nayara dengan dahi mengerut.

Nayara tersenyum sopan. "Iya, Bu betul. Nama saya Nayara Pratista," Nayara mengulurkan sebelah tangannya dengan kepala agak menunduk sopan.

Lili Kusumawati membalas uluran tangan Nayara. "Iya iya, aduh ternyata masih muda dan cantik ya. Saya jadi agak insecure," kata Lili bergurau.

Nayara menggelengkan kepalanya cepat-cepat. "Enggak kok Bu," katanya sungkan, lebih tidak memiliki jawaban. Kadang ia suka sulit menjawab kalau seseorang sudah melayangkan pujian terhadapnya.

"Perkenalkan nama saya Lili, dosen tetap jurusan Ilmu Komunikasi. Bu Fahra udah bilang kok sama saya kalau kamu jadi asisten Bu Fahra selama beliau di Jepang," ujar Bu Lili.

"Kan Bu Fahra punya ruangan pribadi ya di sini, cuma saya juga agak bingung soalnya Bu Fahra gak bilang apa-apa sama saya mengenai ruangan. Bu Nayara gabung sama dosen-dosen yang lain di ruangan ini gakpapa ya?"

Nayara mengibaskan tangannya berkali-kali. "Gakpapa kok, Bu. Justru saya yang merasa tersanjung kalau bisa diterima di sini sebagai asisten Bu Fahra," katanya dengan senyum lebar.

Bu Lili menganggukan kepalanya. "Iya nih... em, hari ini ada jadwal ngajar semester empat kelas A-B, benar?" tanya Lili menebak.

"Menurut jadwal yang sudah diperbaharui sesuai dengan jadwal saya, nanti jam satu saya ada kelas mengajar jurusan Ilmu Komunikasi semester empat kelas A-B jam satu nanti. Lalu diikuti kelas C-D, dan paling terakhir E-F," jelas Nayara membenarkan ucapan Bu Lili.

"Oh iya Bu Nayara saya mau menyampaikan sesuatu, kan Bu Fahra memang sibuk ya di Jepang. Kebetulan sudah dua minggu beliau tidak masuk untuk mengajar mata kuliah pilihan bahasa Jepang di kelas mahasiswa Ilmu Komunikasi, jadi saya harap mungkin Bu Nayara bisa mengejar materi yang ketinggalan supaya nanti pas Ujian Tengah Semester materinya gak ada yang tertinggal," kata Lili menjelaskan.

"Baik, Bu. Kebetulan Bu Fahra juga sudah memberikan materi dan modul yang perlu difotokopi para mahasiswa. Saya usahakan untuk menyelesaikan materi sebelum Ujian Tengah Semester nanti," balas Nayara.

"Sugoi! (hebat!)" pekik Bu Lili kagum. Nayara mengerjapkan matanya kaget.

"Eh?"

Lili memukul lengan Nayara dengan malu-malu. "Saya muji Ibu pake bahasa Jepang lho. Aneh ya?"

Nayara menggelengkan kepalanya cepat-cepat. "Enggak-enggak kok, Bu. Saya cuma kaget aja pelafalan Ibu kayak orang Jepang asli," cetus Nayara setengah panik setengah bingung. "Terima kasih, Bu," lanjutnya dengan senyum kikuk.

"Ih Bu Nayara bisa aja," ujar Bu Lili malu. "Ini bukan kali pertama Bu Nayara mengajar, kan ya? Saya dengar Ibu udah pernah jadi asisten Bu Fahra dulu, dan sekarang jadi penerjemah di penerbit besar. Semoga Ibu bisa betah ya ngajar satu semester di sini, soalnya mahasiswa Ilmu Komunikasi itu ajaib-ajaib deh, bikin pusing sendiri. Banyak dosen mata kuliah pilihan stress gara-gara kelakuan anak-anak, apalagi kelas B tuh, aduh..."

Why Did I Fall in Love With You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang