Teman. Dulu aku tidak pernah tahu kata itu bisa begitu kuat entah itu bagiku dan bagi Jason. Kami berdua bahagia dengan pertemanan kami, dan berharap hal itu berlanjut sampai nanti.
"Maaa, Bibiiii, Jason sama Nayara berantakin kamar!"
Rafael Alvaro berteriak lantang melaporkan kegiatan yang aku dan Jason lakukan di kamar Jason– menghamburkan semua mainan milik laki-laki itu hingga membuat keadaan kamar seperti baru saja diamuk badai.
"Nay, buruan rapihin Nay!" teriak Jason panik. Aku mendengus kesal pada saudara Jason yang jauh lebih muda dari kami dan tukang ngadu itu. Padahal kami sedang asik-asiknya bermain.
"Iya," sahutku pada Jason ikut membereskan mainan dia sebelum ibunya naik ke lantai atas dan jantungan melihat semua pemandangan ini.
"Makanya ih ajakin Rafael maen doong!" erang laki-laki bernama Rafael ini. Ia menghentak-hentakkan kakinya kesal karena tidak kami ajak main semenjak kedatangannya ke rumah Tante Delin.
"Enggak ah, lu mah apa-apa nangis, apa-apa ngadu, kayak anak kecil," cetus Jason kesal.
"Kan dia emang anak kecil, Son," kataku. Jason menghentikan kegiatannya kemudian menganggukan kepalanya membenarkan.
"Bener juga sih," ujarnya baru ingat.
"Kita tuh bukan gak mau maen sama kamu, tapi kamunya apa-apa ngadu mulu sih, kan gak seru," ujarku pada Rafael yang sekarang matanya mulai memerah hendak menangis.
"Iya deh nanti gak ngadu-ngadu lagi. Rafael ikut maen yah?" tanyanya. Wajah Rafael Alvaro tipikal wajah anak-anak yang mudah sekali dikasihani, siapa pun yang melihat wajahnya pasti luluh.
"Iya–"
"Enggak-enggak!" sentak Jason menolak permintaan itu. "Jason maunya maen sama Nayara aja. Rafael pulang aja deh sana!" usir Jason tidak suka.
"Mamaaaaa!" Rafael pun kembali menangis dan berlari sembari meneriaki ibunya.
Aku langsung memukul bahu Jason kesal. "Nanti kita yang diomelin, Son," seruku.
"Abis si Rafael tuh cengeng anaknya, gak seru. Lagian kita berdua udah cukup kok, kenapa harus nambah orang buat gabung lagi sih," kata Jason tampak tidak suka kalau Rafael bergabung dengan kami. Sebenarnya bukan hanya Rafael, tapi semua orang. Jason tidak pernah suka ada yang menyela di antara kita berdua. Jason adalah seseorang yang jika sudah nyaman dengan satu orang, akan sulit melepaskan dan sangat bergantung.
Saat itu aku setuju dengannya, bagaimanapun bersamanya memang selalu menyenangkan. Dia selalu dapat membuat suasana menjadi ceria dan mengasyikan.
Tetapi sekarang aku mulai mempertanyakan kebersamaan itu, sanggupkah aku tetap bertahan di samping Jason dalam hubungan persahabatan yang mulai terlihat palsu? Karena salah satu dari kami memiliki perasaan pribadi.
***
Nayara memandang rembulan melalui jendela apartemen yang sedang indah-indahnya malam itu, air matanya tak hentinya berjatuhan setelah pertengkaran hebat antaranya dan Jason di depan tadi.
Ponsel Nayara di atas meja tak henti-hentinya bergetar, panggilan telepon dari Jason. Tetapi gadis itu tidak mengindahkan dan lebih memilih memfokuskan pandangannya ke langit malam. Memandang ke atas jauh lebih baik ketimbang membayangkan angan-angan indah yang hanya menghancurkan kenyataan yang mengerikan.
Sebenarnya apa yang diinginkan Nayara? Ia sendiri tidak tahu pasti, yang jelas ia ingin... perasaannya terbalas. Gadis itu sudah tidak bisa memperbaiki hubungannya dengan Jason sama seperti semula lagi. Pertemanan yang ia agung-agungkan sejak dulu, kini tak lagi berlaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Did I Fall in Love With You (END)
General FictionPesona Jason Alvaro ternyata mampu menembus benteng Nayara Pratista yang ia buat sejak dulu. Nayara pikir ia tidak akan mungkin mencintai tetangga sekaligus sahabatnya sendiri. Bagaimanapun juga Jason bukan orang yang pantas dicintai perempuan mana...